Saiful Mujab, eks Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah Kemenag/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOIJAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pelaksanaan haji reguler usai 20.000 jatah kuota tambahan pemberian pemerintah Arab Saudi dibagi tak sesuai aturan.Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pendalaman dilakukan dengan memeriksa Saiful Mujab, eks Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah Kemenag. Permintaan keterangan sebagai saksi kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 itu dilakukan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini, 8 Oktober.“Penyidik mendalami terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji reguler,” kata Budi kepada wartawan di kantornya, Rabu, 8 Oktober.Budi menegaskan keterangan terkait pelaksanaan haji reguler dirasa penting. “Karena ini kan juga salah satu yang terdampak atau terekses dari adanya diskresi pembagian kuota tambahan,” tegasnya.“D imana kuota haji reguler yang semestinya berdasarkan peraturan atau perundangannya itu dapat plottingnya 92 persen,” sambung Budi.Budi juga menerangkan penyidik mendalami beberapa hal lain dari Saiful Mujab. Salah satunya, soal diskresi pembagian kuota 50 persen untuk kuota haji khusus dan 50 persen untuk haji reguler.“Tentu pemeriksaan ini juga melengkapi keterangan dari para saksi sebelumnya yang sudah dipanggil,” ungkapnya.Sementara itu, Saiful Mujab memilih irit bicara usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK. Dia tak memberi jawaban apapun termasuk soal aliran duit ke Kementerian Agama dari pihak penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).Dia diketahui menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB hingga sekitar pukul 14.30 WIB. “Sudah, enggak usah,” kata Saiful yang kini menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Jawa Tengah sambil berjalan cepat keluar gedung Merah Putih KPK.Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag). Belum ada tersangka yang ditetapkan karena menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.Adapun sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah tersebut masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Kasus ini bermula dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jamaah haji.Dalam proses penyidikan, sejumlah pihak sudah dimintai keterangan termasuk Yaqut Cholil Qoumas. Rumahnya juga sudah digeledah penyidik dan ditemukan dokumen maupun barang bukti elektronik yang diduga terkait.