Jumlah Kuota Petugas Haji yang Dijual ke Calon Jemaah Didalami KPK

Wait 5 sec.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. (Tsa Tsia-VOI)JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami jumlah kuota petugas yang dijualbelikan kepada calon jemaah haji khusus. Prosesnya dengan memeriksa agen perjalanan atau travel agent penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) maupun asosiasi. “Ini masih terus ditelusuri karena memang saat ini penyidik juga masih terus mendalami PIHK-PIHK lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 8 Oktober. Budi mengatakan penjualan kuota petugas haji yang tak sesuai peruntukkan ini berdampak bagi pelaksanaan ibadah di Tanah Suci. “Petugas haji menjadi secara kuantitas jumlahnya berkurang,” tegasnya. Lebih lanjut, komisi antirasuah menduga pihak travel agent penyelenggara haji sebetulnya tahu soal kuota petugas ini. “Karena memang ada ketentuan atau batasan-batasannya. Misalnya, dengan jumlah 40 jemaah harus didampingi oleh petugas pendamping, petugas kesehatan kemudian ada petugas layanan lainnya,” ungkap Budi. “Namun demikian, keluar dari ketentuan itu PIHK ini kemudian menjual kuota yang seharusnya khusus untuk petugas haji justri diperjualbelikan kepada calon jemaah lainnya,” sambung dia.Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag). Belum ada tersangka yang ditetapkan karena menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Adapun sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini. Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah tersebut masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasus ini bermula dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jemaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas. Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jemaah haji. Dalam proses penyidikan, sejumlah pihak sudah dimintai keterangan termasuk Yaqut Cholil Qoumas. Rumahnya juga sudah digeledah penyidik dan ditemukan dokumen maupun barang bukti elektronik yang diduga terkait.