Ilustrasi World Bank. Foto: ShutterstockWorld Bank atau Bank Dunia mengimbau Indonesia untuk lebih terbuka terhadap perdagangan global agar tidak semakin tertinggal dalam rantai pasok dunia.Lembaga tersebut menilai, kebijakan perdagangan yang masih protektif telah membuat Indonesia kehilangan peran pentingnya di sektor manufaktur dan rantai pasok global.Menurut Chief Economist of the East and Pacific Region World Bank, Aaditya Mattoo, kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia terus menurun, dari sebelumnya lebih dari sepertiga menjadi kurang dari seperlima.“Kebijakan perdagangan yang cenderung protektif justru membuat Indonesia semakin terpinggirkan dari rantai pasok dan manufaktur global. Faktanya, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB telah menurun dari lebih dari sepertiga menjadi kurang dari seperlima,” tutur Aaditya dalam media briefing yang diadakan secara daring, Selasa (7/10).Aaditya menyarankan agar Indonesia betul-betul menjalankan reformasi yang telah direncanakan. Reformasi tersebut mencakup beberapa hal, salah satunya pengurangan dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan yang terafiliasi dengan pemerintah.“(Langkah reformasi) khususnya dalam membuka perdagangan, memperluas kompetisi, dan mengurangi dominasi perusahaan milik negara serta perusahaan yang terafiliasi dengan pemerintah. Semua itu akan sangat berpengaruh bagi daya saing dan ketahanan ekonomi Indonesia di masa mendatang,” tambah Aaditya.Bank Dunia juga menilai bahwa RI merupakan salah satu negara yang tengah berupaya tumbuh lebih cepat dari potensi pertumbuhan alaminya.“Kesenjangan antara laju pertumbuhan yang diinginkan dan potensi pertumbuhan aktual kini coba ditutup melalui berbagai bentuk dukungan pemerintah, seperti subsidi pangan, transportasi, dan energi,” kata Aaditya.Bank Dunia juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi Indonesia saat ini dalam meningkatkan arus investasi. Meski begitu, Aaditya menyatakan Indonesia saat ini telah melakukan langkah yang tepat seperti pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara serta pelonggaran kebijakan moneter.“Terdapat juga potensi besar untuk mengembangkan investasi di sektor hilirisasi dan kawasan ekonomi khusus (KEK),” tutur Aaditya.