Pekerja memanen udang di tambak budidaya udang berbasis kawasan (BUBK) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kebumen, Jawa Tengah. Foto: Dok. KKPDi antara riuh suara pompa, aerator dan desiran air kolam, ada denyut kehidupan lain yang kerap luput dari perhatian: kebahagiaan para pekerja tambak udang. Mereka yang bekerja dari fajar hingga larut malam, berhadapan dengan cuaca ekstrem, bau amis, dan risiko kerja tinggi, sejatinya memegang peranan vital dalam keberhasilan produksi udang nasional. Namun, dibalik keberhasilan panen, pertanyaan mendasar perlu diajukan: Apakah karyawan tambak udang merasa bahagia dengan pekerjaannya?Produktivitas Tak Hanya Soal Pakan dan AirBudi daya udang adalah industri padat karya yang menuntut konsistensi, ketelitian, dan ketahanan fisik tinggi. Dalam sistem tambak intensif, pekerja lapangan bertanggung jawab atas pemberian pakan, pemantauan kualitas air, perawatan aerator, hingga penanganan panen, semuanya di bawah tekanan waktu dan target produksi.Menurut riset Liu et al. (2023) dalam Aquaculture Reports, tingkat stres kerja di sektor akuakultur cenderung meningkat karena jam kerja panjang dan tuntutan produksi yang fluktuatif. Kondisi tersebut berpotensi menurunkan motivasi, meningkatkan kelelahan (burnout), dan pada akhirnya memengaruhi kinerja serta kualitas hasil panen.Padahal, banyak studi terbaru menegaskan hubungan kuat antara kebahagiaan kerja (employee happiness) dan produktivitas. Penelitian Fisher (2024) dalam Journal of Organizational Behavior menunjukkan bahwa karyawan yang merasa bahagia cenderung memiliki energi kerja 31% lebih tinggi dan produktivitas 20% lebih baik dibanding rekan yang tidak puas secara emosional. Dalam konteks tambak udang, kebahagiaan karyawan bisa menjadi pendorong tersembunyi keberhasilan siklus budi daya.Fenomena di Lapangan: Antara Tekanan Target dan Kebutuhan ManusiawiPekerja tambak kerap menghadapi tekanan dari dua sisi: teknis dan sosial. Tekanan teknis meliputi kondisi kerja fisik, shift malam, dan tanggung jawab tinggi terhadap kelangsungan hidup udang. Tekanan sosial muncul dari relasi kerja yang hierarkis, kurangnya pengakuan, atau ketimpangan kesejahteraan.Tambak budidaya udang berbasis kawasan (BUBK) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kebumen, Jawa Tengah, memasuki masa panen setelah resmi beroperasi pada awal Maret 2023 Foto: Dok. KKPDi banyak tambak modern, kemajuan teknologi belum selalu diiringi peningkatan kesejahteraan psikologis pekerja. Automation justru bisa menciptakan alienasi baru: manusia menjadi pelengkap mesin, bukan lagi subjek utama keberhasilan.Menurut studi Nguyen & Hall (2022) dalam Marine Policy, pekerja sektor akuakultur di Asia Tenggara sering mengalami 'psychosocial fatigue', yakni kelelahan emosional akibat tekanan kerja berkelanjutan tanpa dukungan sosial yang memadai. Dampaknya? Kinerja menurun, tingkat absensi meningkat, bahkan terjadi turnover tinggi.Kebahagiaan sebagai Investasi ProduktivitasDalam manajemen modern, kebahagiaan kerja bukan lagi dianggap sebagai bonus emosional, melainkan investasi produktivitas. Karyawan tambak yang bahagia memiliki motivasi intrinsik lebih kuat, daya tahan stres lebih baik, dan komitmen lebih tinggi terhadap hasil kerja.Teori self-determination yang dikemukakan oleh Deci dan Ryan (2020) menjelaskan bahwa manusia bekerja dengan optimal jika tiga kebutuhan psikologisnya terpenuhi: autonomy, competence, dan relatedness.• Autonomy berarti karyawan diberi ruang untuk berinisiatif, misalnya dalam pengambilan keputusan teknis lapangan.• Competence berarti mereka merasa mampu karena mendapat pelatihan dan dukungan profesional.• Relatedness berarti adanya rasa kebersamaan antartim dan hubungan positif dengan atasan.Ketika ketiga faktor ini terwujud, produktivitas meningkat secara alami tanpa perlu tekanan berlebih.Foto udara di tambak budidaya udang berbasis kawasan (BUBK) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kebumen, Jawa Tengah. Foto: Dok. KKPPenelitian Rahman et al. (2024) di Asian Journal of Fisheries and Aquatic Research menunjukkan bahwa peningkatan kepuasan psikologis pekerja tambak di Bangladesh berdampak langsung pada kenaikan produktivitas hingga 18% per siklus panen. Ini membuktikan bahwa kebahagiaan kerja bukan sekadar konsep "soft", melainkan variabel ekonomi nyata.Membangun Ekosistem Kerja yang SeimbangKebahagiaan di tambak tidak datang dengan sendirinya. Ia perlu dibangun melalui sistem manajemen yang berpihak pada keseimbangan antara tuntutan kerja dan kesejahteraan manusia. Ada tiga langkah utama yang bisa dilakukan oleh pengelola tambak. Pertama, peningkatan kualitas lingkungan kerja. Fasilitas istirahat yang layak, jadwal kerja yang manusiawi, serta jaminan kesehatan dan keselamatan (K3) adalah prasyarat dasar. Studi Supriyadi et al. (2023) dari Universitas Diponegoro menunjukkan bahwa penerapan standar K3 yang konsisten mampu menurunkan stres kerja hingga 25% pada pekerja tambak intensif.Kedua, kepemimpinan lapangan yang empatik. Gaya kepemimpinan yang terlalu instruktif sering menimbulkan jarak emosional. Pemimpin yang mau mendengar dan memberi ruang dialog akan memperkuat rasa memiliki (sense of belonging) dalam tim.Ilustrasi Work Life Balance. Foto: ShutterstockKetiga, keseimbangan kehidupan dan kerja (work-life balance). Waktu istirahat cukup dan kesempatan pulang ke keluarga menjadi bentuk penghargaan yang sederhana tapi bermakna. Work-life balance terbukti memperpanjang masa kerja produktif karyawan hingga 1,5 kali lebih lama (Kowalski et al., 2021, Human Resource Development Review).Tambak yang Sehat Dimulai dari Manusia yang BahagiaKeberlanjutan budi daya bukan hanya tentang air, pakan, atau teknologi, melainkan juga tentang manusia yang menggerakkannya. Di era ketika industri perikanan dituntut berkelanjutan (ESG-driven aquaculture), aspek kesejahteraan pekerja menjadi indikator penting dalam menilai kinerja sosial perusahaan.Perusahaan tambak yang berani berinvestasi pada kebahagiaan karyawan sesungguhnya sedang membangun daya saing jangka panjang. Produktivitas tinggi, loyalitas kuat, dan reputasi positif akan mengikuti secara alami.Sebagaimana disampaikan Helliwell & Layard (2023) dalam World Happiness Report, "Kebahagiaan kerja bukan sekadar hasil dari gaji atau fasilitas, melainkan rasa berarti dalam pekerjaan itu sendiri." Ketika pekerja tambak merasa pekerjaan mereka memberi makna—memberi kehidupan bagi banyak orang melalui hasil panen yang sehat—maka bahagia bukan lagi kata abstrak, melainkan kekuatan nyata yang menjaga produktivitas.