Chloe Malle, Head of Editorial Content Vogue Amerika Serikat yang merupakan penerus mantan Editor-in-Chief Vogue AS Anna Wintour. Foto: Angela Weiss/AFPMajalah fashion bergengsi Amerika Serikat, Vogue, kini memiliki pimpinan redaksi baru. Dia adalah Chloe Malle, editor di Vogue.com yang sudah lebih dari satu dekade berkiprah di industri media fashion. Penunjukan Chloe dikonfirmasi oleh Conde Nast, perusahaan yang menaungi Vogue, pada Selasa (2/9).Kabar ini diumumkan hampir tiga bulan setelah Anna Wintour mengundurkan diri dari jabatan Editor-in-Chief Vogue. Anna Wintour, yang sudah memimpin arah redaksional Vogue Amerika Serikat selama hampir empat dekade, kini menduduki posisi yang lebih strategis. Anna sekarang menjabat sebagai Global Chief Content Officer di Conde Nast.Dikutip dari Business of Fashion, lewat jabatan barunya di Conde Nast, Anna Wintour akan mengawasi berjalannya Vogue di seluruh dunia, mulai dari AS hingga British Vogue di Inggris. Ketika meninggalkan jabatan Editor-in-Chief Vogue AS, Anna pun mengubah titel kepemimpinan majalah tersebut menjadi “Head of Editorial Content”, sama dengan titel yang ada di publikasi Vogue berbagai negara.Jabatan baru inilah yang sekarang dipegang oleh Chloe Malle. Lewat pengumuman resmi oleh Vogue, perempuan berusia 39 tahun itu mengungkapkan rasa bahagianya bisa memegang posisi bergengsi tersebut.“Fashion dan media berevolusi dalam kecepatan tinggi, dan saya merasa bahagia—juga terpukau—dapat menjadi bagian dari ini. Saya juga merasa sangat beruntung tetap memiliki Anna (Wintour) sebagai mentor saya dalam jarak yang sangat dekat,” ucap Chloe, dilansir Vogue.com.“Vogue telah membentuk saya, dan kini saya tak sabar melihat prospek saya membentuk Vogue.”Sebagai pendahulu Chloe, Anna Wintour merasa bahwa sang penerusnya itu memiliki kemampuan untuk menjadi penggebrak batasan yang tetap mempertahankan standar.“Chloe telah membuktikan bahwa ia dapat menemukan keseimbangan antara sejarah panjang Vogue Amerika dan masa depannya yang penuh kebaruan. Saya merasa antusias untuk tetap bekerja dengannya; sebagai mentornya, sekaligus sebagai muridnya, sembari ia memimpin kami dan audiens kami ke arah baru yang belum terjamah sebelumnya,” ungkap Anna.Sosok Chloe Malle, si “Andy Sachs” di dunia media fashionSiapa sangka bahwa perempuan yang dulu tidak terlalu berminat dengan fesyen, kini menjadi pimpinan redaksi kiblat mode dunia? Itulah cerita hidup Chloe Malle.Kalau kamu familier dengan film The Devil Wears Prada, kamu mungkin sudah mengetahui kisah tokoh Andrea “Andy” Sachs. Singkatnya, ia adalah jurnalis yang—di luar kehendaknya—terjun ke dalam dunia media fashion. Awam dan tak tahu apa-apa, ia tumbuh dan beradaptasi dalam industri tersebut di bawah sayap Editor-in-Chief majalah Runway, Miranda Priestly.Menurut Independent, cerita Chloe Malle bak 11/12 dengan Andy Sachs. Putri dari aktris Candice Bergen dan Louis Malle ini memulai kariernya di Vogue dengan skenario yang mirip dengan karakter Andy Sachs. Sebelum bergabung dengan keluarga Vogue, perempuan yang besar di Los Angeles ini sempat berkeinginan untuk mengejar karier di bidang kesehatan masyarakat.Namun, ia justru mendapatkan posisi magang di media New York Observer dan menjadi penulis untuk kanal real estate. Dia semakin mengasah kemampuan menulis sebagai freelance writer untuk kanal style di The New York Times dan Vogue.Akhirnya, pada 2011 lalu, Chloe melamar pekerjaan di Vogue sebagai Social Editor. Pengalaman Chloe saat itu jauh dari kata berkesan; justru, buatnya, ia merasa malu ketika mengingat momen wawancara kerja bersama Anna.“Anda seharusnya tidak pernah mengenakan busana hitam. Saat itu, saja pakai baju hitam. Kala itu bulan Maret dan udaranya sangat dingin, jadi saya memakai stocking hitam dan sepatu suede hitam dari J.Crew yang sebenarnya oke-oke saja, tetapi agak rusak. Lalu, saya mengenakan dress pendek berkerah yang sangat membosankan lansiran Diane von Furstenberg, dipadukan dengan blazer bergaris warna abu dan putih,” ucap Chloe.“Tampilan saya saat itu cukup biasa saja, tetapi tidak buruk. Lalu saya mengenakan pashmina pink-oranye dan tas manik-manik oranye yang saya pikir sangat keren. Sekarang saya menyebut diri saya ‘gadis fesyen’, tetapi evolusi saya hingga sampai di level ini sangat bertahap.”Chloe mengaku, saat melakukan wawancara kerja dengan Vogue, dia merasa ragu. Sebab, fesyen kala itu bukanlah minat besar baginya. Ia lebih ingin menjadi penulis ketimbang editor.“Namun, saya sangat tergoda dengan mesin Vogue dan saya tak bisa menolaknya,” ucap Chloe.Sebagai Social Editor Vogue, ia bertanggung jawab meliput berbagai topik untuk media sosial, mulai dari industri wedding, fashion, politik, lifestyle, beauty, hingga kesehatan. Dia juga menjadi editor untuk beberapa buku Vogue.Setelah lima tahun berperan di bagian Social, Chloe Malle memegang posisi sebagai Contributing Editor Vogue pada 2016–2023. Dia bertugas untuk memimpin berjalannya proyek-proyek khusus dan menjadi editor. Dilansir Vogue.com, tulisan Chloe juga pernah diterbitkan di The New York Times, The Wall Street Journal, Architerctural Digest, WWD (Women’s Wear Daily) dan sebagainya.Chloe Malle, Head of Editorial Content Vogue Amerika Serikat yang merupakan penerus mantan Editor-in-Chief Vogue AS Anna Wintour. Foto: Angela Weiss/AFPSetelah menghabiskan waktu sebagai Social Editor dan Contributing Editor, ia dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai redaktur di situs Vogue.com pada 2023. Di bawah kepemimpinannya, situs Vogue meraih peningkatan trafik yang luar biasa di berbagai metrik, mulai dari unique views hingga output konten.Chloe juga menghadirkan kebaruan di Vogue.com lewat editor-led newsletters, konsep Dogue (Dog Vogue), hingga Vogue Vintage Guide. Tak hanya itu, Chloe turut hadir sebagai host untuk siaran podcast milik Vogue, yakni The Run Through with Vogue.Ibu dua anak ini diprediksi akan memulai perjalanan barunya sebagai Head of Editorial Vogue AS sebelum dimulainya New York Fashion Week, yang bakal berlangsung pada 11–16 September 2025.