Seorangi anak perempuan menutupi alisnya Foto: ShutterstockNice Girl Syndrome adalah istilah psikologi populer yang menggambarkan kecenderungan seseorang—terutama perempuan—untuk selalu bersikap menyenangkan, menghindari konflik, dan menekan kebutuhan pribadi demi mendapatkan penerimaan sosial. Meski terlihat positif, perilaku ini dapat memicu kelelahan mental, kecemasan, bahkan depresi. Artikel ini mengulas bagaimana Nice Girl Syndrome berkaitan dengan sistem reward otak—khususnya dopamin—serta bagaimana ia menjadi bentuk kecanduan emosional yang tak kasat mata.Dalam dunia neuropsikologi, dopamin dikenal sebagai neurotransmitter yang berperan penting dalam sistem penghargaan otak. Ketika seseorang mendapatkan pujian, validasi, atau pengakuan sosial, otak melepaskan dopamin yang menimbulkan rasa senang. Sensasi ini mendorong individu untuk mengulang perilaku yang sama demi mendapatkan “hadiah” emosional tersebut.Dalam konteks Nice Girl Syndrome, seseorang akan terus bersikap baik dan menyenangkan agar tetap disukai, meski harus mengorbankan kenyamanan dan batasan pribadi. Ini adalah bentuk kecanduan terhadap validasi sosial yang diperkuat oleh mekanisme biologis.Ilustrasi anak perempuan pakai anting. Foto: Deltah/ShutterstockPerilaku ini sering kali terbentuk sejak masa kanak-kanak. Pola asuh yang menekankan kepatuhan, kesopanan, dan penghindaran konflik dapat membentuk keyakinan bahwa nilai diri tergantung pada seberapa besar kita bisa menyenangkan orang lain. Di Indonesia, pesan-pesan seperti “perempuan harus sabar”, “jangan membantah orang tua”, atau “jangan bikin orang lain kecewa” masih sering diajarkan. Akibatnya, banyak perempuan tumbuh dengan rasa takut untuk berkata “tidak”, merasa bersalah saat menetapkan batasan, dan cenderung mengabaikan kebutuhan diri demi menjaga citra sebagai “anak baik”.Nice Girl Syndrome bukan hanya soal kepribadian, melainkan juga soal kesehatan mental. Banyak individu yang mengalami sindrom ini merasakan kelelahan emosional, kehilangan identitas, dan kesulitan menjalin hubungan yang sehat. Mereka cenderung menarik diri dari konflik, menyesuaikan diri secara berlebihan, dan merasa tidak layak jika tidak dibutuhkan.Dalam jangka panjang, pola ini dapat memicu gangguan kecemasan, depresi, bahkan trauma relasional. Rasa sakit yang dialami bukan hanya berasal dari luar, melainkan juga dari dalam—konflik batin antara keinginan untuk jujur dan ketakutan akan penolakan.Ilustrasi anak cemas. Foto: Shutter StockMenurut Dr. Lois Frankel, penulis buku Nice Girls Don’t Get the Corner Office, perempuan yang terlalu fokus pada penerimaan sosial cenderung mengabaikan potensi diri dan sulit berkembang secara profesional maupun pribadi.Validasi eksternal menjadi sumber utama rasa berharga, dan ini memperkuat siklus kecanduan. Sama seperti kecanduan terhadap zat, ada dorongan kompulsif untuk terus menyenangkan orang lain, rasa bersalah saat mencoba berhenti, dan ketakutan kehilangan “hadiah” sosial berupa pujian atau penerimaan.Untuk mengenali apakah seseorang mengalami Nice Girl Syndrome, ada beberapa pertanyaan reflektif yang bisa diajukan: Apakah kamu sering merasa bersalah saat menolak permintaan orang lain? Apakah kamu lebih memikirkan kenyamanan orang lain daripada dirimu sendiri? Apakah kamu merasa harus selalu terlihat “baik” agar disukai? Jika jawabannya “ya” untuk sebagian besar, mungkin kamu sedang terjebak dalam pola ini.Ilustrasi membersarkan anak berjiwa pahlawan. Foto: ShutterstockNamun, kabar baiknya, pola ini bisa diubah. Langkah pertama adalah mengenali dan memvalidasi perasaan sendiri. Sadari bahwa kamu juga berhak marah, kecewa, atau tidak setuju. Perasaan negatif bukan tanda bahwa kamu buruk, tetapi sebagai tanda bahwa kamu manusia. Selanjutnya, latih diri untuk mengatakan “tidak”. Menolak ajakan saat kamu lelah bukan berarti egois, melainkan bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.Menentukan batasan sehat juga penting. Belajar berkata, “Aku tidak nyaman dengan ini,” atau “Aku butuh waktu untuk diriku sendiri” adalah bentuk perawatan diri. Ubah narasi internal dari “aku harus menyenangkan semua orang” menjadi “aku berhak memilih siapa yang layak aku bantu”. Dan yang tak kalah penting, carilah dukungan. Bergabunglah dengan komunitas atau konseling yang bisa membantumu membangun kepercayaan diri dan menetapkan batasan.Nice Girl Syndrome bukan label untuk menyalahkan, melainkan cermin untuk mengenali pola yang mungkin selama ini dianggap wajar. Saat kita mulai berkata jujur pada diri sendiri, kita benar-benar mulai merawat diri. Karena kamu juga layak didengarkan; kamu juga layak diprioritaskan. Dan kamu tidak harus menyenangkan semua orang untuk menjadi berharga.