Tren Nyeleneh, Darah Menstruasi Jadi Masker Wajah, Coba Simak Penjelasan Ilmiahnya

Wait 5 sec.

Ilustrasi wanita pakai masker wajah (Foto: Freepik/antonmaster)JAKARTA - Tren kecantikan selalu menghadirkan hal-hal baru, tapi tidak semuanya diterima dengan mudah. Salah satu yang kini ramai dibahas adalah menstrual masking yaitu praktik menggunakan darah menstruasi sebagai masker wajah.Tren ini populer di media sosial, dengan tagar seperti #periodfacemask yang meraih miliaran tayangan. Dalam banyak video, pengguna mengoleskan darah menstruasi selama beberapa menit lalu membilasnya. Tidak ada aturan jelas tentang berapa banyak darah yang dipakai atau berapa lama harus dibiarkan di kulit.Sebagian orang menyebut praktik ini sebagai bentuk penyembuhan atau pemberdayaan, bahkan dianggap ritual spiritual yang membuat mereka lebih terhubung dengan tubuh dan feminitas leluhur. Namun apa kata sains?Dilansir Science Alert, pendukung menstrual masking berargumen bahwa darah menstruasi mengandung sel punca (stem cell), sitokin, dan protein yang diyakini dapat meremajakan kulit. Saat ini belum ada bukti klinis yang mendukung penggunaan darah menstruasi sebagai perawatan kulit. Meski begitu, komposisinya memang menunjukkan potensi dalam penelitian medis.Dipa Kamdar, Dosen Senior Praktek Farmasi, Kingston University menyebut studi menemukan plasma dari cairan menstruasi dapat mempercepat penyembuhan luka secara signifikan. Dalam pengujian laboratorium, luka yang diberi plasma menstruasi menunjukkan pemulihan 100% dalam 24 jam, dibandingkan 40% pada luka yang diberi plasma darah biasa.Kemampuan regenerasi ini diduga berasal dari protein dan molekul bioaktif unik dalam cairan menstruasi, zat sama yang memungkinkan rahim membangun kembali jaringan setiap bulan.Peneliti kini sedang mengeksplorasi kemungkinan penggunaan cairan menstruasi sintetis sebagai pengobatan luka kronis.Riset sel punca juga menyoroti sel punca dari darah menstruasi dikenal sebagai MenSCs. Sel-sel ini mudah tumbuh dan dapat berkembang menjadi berbagai jenis sel.Studi menunjukkan sel punca mesenkimal (MSCs) dari berbagai sumber dapat membantu memperbaiki kulit dengan meningkatkan kolagen, mengurangi kerutan, dan melepaskan faktor pertumbuhan yang memperbaiki kerusakan akibat luka bakar, paparan UV, atau cedera.Sifatnya yang serbaguna dan tampak aman, MenSCs dianggap menjanjikan untuk pengembangan terapi medis yang mampu meregenerasi kulit dan memperlambat photoaging, yaitu penuaan kulit dini akibat paparan sinar matahari jangka panjang.Beberapa pendukung menstrual masking menyamakannya dengan vampire facial, prosedur kecantikan yang dipopulerkan oleh selebritas seperti Kim Kardashian. Vampire facial menggunakan platelet-rich plasma (PRP) dari darah pasien sendiri yang kemudian disuntikkan ke wajah.Namun pakar menegaskan PRP tidak sama dengan darah menstruasi. Cairan menstruasi adalah campuran kompleks dari darah, jaringan endometrium (lapisan rahim), cairan vagina, hormon, dan protein.Saat melewati vagina, darah menstruasi dapat tercampur dengan bakteri dan jamur, termasuk Staphylococcus aureus, mikroba umum di kulit yang bisa menyebabkan infeksi jika masuk melalui luka kecil atau pori-pori. Ada juga risiko penularan infeksi menular seksual (IMS) ke kulit.Sebaliknya PRP diproses dalam kondisi steril. Darah diambil, diputar dalam centrifuge, dipisahkan lapisan platelet-rich plasma, lalu disuntikkan menggunakan jarum halus. Dalam beberapa prosedur, dokter juga menambahkan filler untuk hasil lebih cepat. Prosedurnya mahal, bisa mencapai ribuan, berbeda dengan menstrual masking yang gratis dan mudah dilakukan.Menstrual masking bukan satu-satunya praktik kecantikan yang menggunakan cairan tubuh. Terapi urin yaitu mengoleskan urin ke kulit, memiliki akar dalam pengobatan Ayurveda dan dulu diyakini bisa mendetoks tubuh.Beberapa orang mengklaim urin bermanfaat untuk jerawat atau eksim, meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukungnya. Urin memang mengandung urea, bahan yang dipakai dalam pelembap, tetapi kadar urea alami jauh lebih rendah dan berbeda dari urea sintetis murni digunakan dalam produk kulit.Gagasan urin mentah atau darah menstruasi dapat menggantikan bahan kosmetik medis tidak didukungbukti dermatologis.Menstrual masking berada di persimpangan body positivity, ritual budaya, dan pseudosains. Bagi sebagian orang, ini adalah bentuk perayaan siklus menstruasi dan cara menolak stigma. Bagi yang lain, ini hanyalah tren kecantikan yang belum terbukti dan berpotensi berisiko.Kandungan biologis darah menstruasi memang kaya, tetapi penggunaannya yang aman dan efektif berada di ranah penelitian medis terkontrol, bukan rutinitas skincare rumahan.Seperti banyak tren kesehatan viral lainnya, penting untuk membedakan antara simbolisme dan sains. Menstrual masking mungkin terasa memberdayakan secara pribadi, tetapi dari sudut pandang dermatologis, praktik ini sebaiknya dianggap sebagai keyakinan pribadi, bukan perawatan kulit.