Foto wanita menangis. Sumber: PixabayPatah hati, ditinggalkan, atau dikhianati pasangan sering digambarkan sebagai “sakit”; bukan hanya secara emosional, melainkan juga seperti nyeri fisik di dada. Banyak orang merasakan sesak, mual, gemetar, sulit tidur, dan kehilangan tenaga setelah ditinggalkan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting dalam biopsikologi: Mengapa sakit hati terasa seperti luka fisik?Penelitian neurosains menunjukkan bahwa otak manusia memproses rasa sakit sosial dengan cara yang sama seperti memproses nyeri fisik. Rasa ditolak, diabaikan, atau kehilangan seseorang ternyata diproses oleh jaringan saraf yang sama dengan nyeri fisik.Social pain atau rasa sakit sosial adalah istilah neurosains yang menggambarkan nyeri emosional akibat penolakan, pengkhianatan, atau hilangnya hubungan sosial yang penting, seperti putus cinta atau ditinggalkan pasangan. Penelitian menunjukkan bahwa otak memproses rasa sakit emosional ini melalui jaringan saraf yang sama dengan nyeri fisik, sehingga patah hati benar-benar terasa menyakitkan secara biologis.lustrasi otak dan hati. Sumber: PixabayRiset-riset fMRI (functional Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan bahwa dua area utama otak—yaitu anterior cingulate cortex (ACC) dan anterior insula—aktif ketika seseorang mengalami penolakan sosial maupun rasa sakit fisik.ACC berperan dalam mendeteksi dan menilai tingkat ancaman terhadap kesejahteraan diri, termasuk ancaman sosial seperti ditolak atau dikhianati. Sementara itu, insula berfungsi mengenali sensasi tubuh dan menyalurkan perasaan sakit menjadi kesadaran emosional yang nyata.Penelitian juga memberikan pemahaman baru mengenai bagaimana otak memproses sakit sosial, seperti penolakan, perpisahan, atau kehilangan, yang sering terjadi dalam konteks hubungan romantis. Dengan menggunakan teknik fMRI dan analisis pola Multivariate Pattern Analysis (MVPA), studi ini mengungkap bahwa rasa sakit akibat pengucilan sosial (social exclusion) dan perpisahan emosional (social separation) memicu aktivitas di jaringan otak yang sama dengan yang terlibat dalam rasa sakit fisik.Ilustrasi saraf otak. Foto: Andrii Vodolazhskyi/ShutterstockDaerah seperti dorsal anterior cingulate cortex (dACC) dan insula—yang selama ini dikenal berperan dalam persepsi nyeri fisik—juga aktif saat individu menyaksikan atau mengalami penderitaan sosial. Selain itu, area posterior Superior Temporal Sulcus (pSTS), medial Prefrontal Cortex (mPFC), precuneus, thalamus, dan hippocampus turut menunjukkan aktivitas yang menggambarkan empati terhadap “nyeri sosial”.Temuan ini menunjukkan bahwa “patah hati” atau rasa ditinggalkan bukan sekadar pengalaman emosional, melainkan juga memiliki dasar biologis yang nyata. Otak menafsirkan pengkhianatan atau hilangnya hubungan sosial sebagai ancaman terhadap ikatan dan nilai diri, sehingga memunculkan respons saraf yang serupa dengan sinyal nyeri fisik.Aktivasi area otak seperti dACC dan insula dalam pengalaman social pain menunjukkan bahwa rasa sakit emosional bekerja melalui mekanisme biologis yang sama dengan nyeri fisik. Ketika seseorang mengalami penolakan, pengkhianatan, atau perpisahan, sistem saraf menafsirkan hal tersebut sebagai ancaman terhadap keterikatan sosial yang esensial bagi kelangsungan hidup. Aktivasi jaringan nyeri ini memicu respons stres kronis, peningkatan aktivitas amigdala, serta gangguan pada regulasi dopamin dan serotonin yang berperan penting dalam suasana hati dan motivasi.Ilustrasi cowok patah hati. Foto: Reezky Pradata/ShutterstockAkibatnya, individu yang mengalami “sakit hati” sering menunjukkan gejala gangguan perilaku, seperti sulit tidur, kehilangan motivasi belajar atau bekerja, menurunnya minat sosial, hingga pencarian kompensasi melalui adiksi media sosial atau perilaku impulsif. Otak—yang terus mengingat rasa sakit sosial—mempertahankan aktivasi sistem nyeri, sehingga membuat pemulihan emosional berlangsung lebih lambat.Dengan demikian, rasa sakit akibat kehilangan atau dikhianati pasangan bukan hanya perasaan emosional. Social pain diolah oleh sistem otak yang sama dengan nyeri fisik, melibatkan ACC, insula, dan jaringan empati sosial.Penelitian menunjukkan bahwa social exclusion dan social separation mengaktifkan pola aktivitas otak yang kompleks, menjelaskan mengapa patah hati benar-benar terasa menyakitkan, sehingga memengaruhi perilaku, tidur, motivasi, dan kesehatan mental secara keseluruhan.