Ilustrasi anak minum susu. Foto: ShutterstockMasalah gizi masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi anemia pada balita dan anak usia sekolah masih tinggi, mencapai lebih dari 20%. Kekurangan zat gizi mikro, terutama zat besi dan protein, berdampak langsung pada tumbuh kembang anak, termasuk risiko stunting, penurunan konsentrasi belajar, serta daya tahan tubuh yang lemah.Selama ini banyak orang tua yang menganggap kekurangan zat besi hanya berdampak pada kurang darah atau anemia. Padahal, kekurangan zat besi (sebelum terjadi anemia) pada anak dampaknya bisa cukup serius, hingga mengganggu tumbuh kembang dan kecerdasan.Anemia defisiensi besi terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah. Padahal fungsi sel itu untuk membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Tubuh membutuhkan zat besi untuk membuat hemoglobin yang membantu sel darah merah membawa oksigen. Bila menderita anemia, anak bisa mengalami gejala seperti lelah, lemah, kulit pucat atau kuning, sesak napas, pusing dan sakit kepala.Nah, untuk memenuhi asupan zat besi, dapat diperoleh dari konsumsi makanan hewani seperti daging merah, hati, ikan, seafood, unggas, hingga telur. Zat besi juga terdapat pada sayuran hijau seperti brokoli dan bayam, serta protein nabati seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, dan biji-bijian.Namun perlu diakui, tidak semua keluarga bisa memenuhi kebutuhan zat besi harian anak. Belum lagi, proses memasak yang tidak benar dan tidak higienis juga bisa merusak kandungan gizi makanan.Dalam menghadapi persoalan gizi ini, masyarakat membutuhkan solusi yang praktis, terjangkau, dan mudah diakses. Salah satu alternatif yang menjanjikan adalah susu bubuk terfortifikasi. Produk ini tidak hanya mengandung makronutrien penting seperti protein, lemak, dan karbohidrat, tetapi juga ditambah dengan mikronutrien esensial, seperti:Zat besi untuk pembentukan hemoglobin,Vitamin C yang membantu penyerapan zat besi,Vitamin D dan kalsium untuk tulang dan gigi yang kuat,Omega 3, 6, serta DHA untuk mendukung perkembangan otak dan fungsi kognitif.WHO bersama FAO menekankan bahwa fortifikasi pangan, termasuk susu bubuk, adalah strategi penting untuk mencegah defisiensi mikronutrien di level populasi dan mendukung penggunaannya secara targeted dan evidence-based, terutama di negara berkembang seperti Indonesia yang masih menghadapi double burden malnutrition.Bukti Ilmiah: Susu Fortifikasi dan Pencegahan AnemiaBeberapa penelitian menunjukkan manfaat fortifikasi zat besi dalam susu bubuk. Studi internasional yang dipublikasikan di American Journal of Human Biology (2012) melaporkan bahwa anak-anak yang mengonsumsi susu terfortifikasi zat besi mengalami perbaikan signifikan pada kadar hemoglobin dan status zat besi, sehingga risiko anemia defisiensi besi dapat berkurang.Ini memperkuat bukti bahwa mencegah anemia dengan asupan zat besi yang cukup juga berdampak pada tumbuh kembang anak secara keseluruhan.Susu dan Dukungan Tumbuh KembangIlustrasi anak minum susu. Foto: ShutterstockPenelitian dari China yang dipublikasikan di jurnal BMC Endocrine Disorders (2020), menemukan adanya hubungan positif antara kadar hemoglobin dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1), analog hormon penting yang mengatur pertumbuhan anak. Anak dengan kadar hemoglobin lebih baik cenderung memiliki IGF-1 lebih tinggi, yang berhubungan dengan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan yang optimal.Nah, protein hewani dari susu juga memiliki peran penting. Sebab IGF-1 pada anak yang rutin mengonsumsi susu terbukti meningkat, dan kenaikan IGF-1 ini berkorelasi positif dengan tinggi badan, berat badan, massa otot tanpa lemak, serta kemampuan kognitif.Penelitian di Ghana yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition (2020) menunjukkan bahwa anak sekolah yang mendapat tambahan susu bubuk skim setara satu gelas susu per hari mengalami peningkatan IGF-1, diikuti dengan pertumbuhan linear yang lebih baik dan peningkatan skor tes kognitif, termasuk memori dan konsentrasi belajar.Temuan ini menegaskan bahwa susu bukan hanya memberi energi, tetapi juga mendukung perkembangan otak dan kecerdasan anak.Aman dan Bisa Jadi Bagian Pola Makan SehatKonsumsi harian susu bubuk terfortifikasi dinilai aman dan dapat menjadi bagian dari pola makan sehat keluarga Indonesia. Dibanding susu cair (UHT), susu bubuk fortifikasi memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi. Sebab seperti namanya, susu bubuk telah difortifikasi (ditambahkan nutrisi) dengan mikronutrien penting seperti zat besi, vitamin, dan mineral. Tentu, susu bukan satu-satunya jawaban—tetap diperlukan pola makan seimbang dengan beragam sumber gizi, mulai dari makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayur, hingga buah.Namun, kehadiran susu bubuk terfortifikasi bisa menjadi pelengkap yang signifikan, terutama bagi anak-anak dengan risiko kekurangan gizi.Peran Orang Tua: Deteksi Dini dan KonsistensiSelain memastikan anak mendapatkan asupan gizi seimbang, deteksi dini anemia penting dilakukan. Orang tua dapat lebih waspada terhadap tanda-tanda anemia, seperti anak mudah lelah, pucat, atau sulit konsentrasi. Dengan deteksi dan pencegahan yang tepat, anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai potensi optimalnya.Jangan lupa, pola hidup sehat juga penting untuk selalu diterapkan. Selain makan bergizi seperti yang telah disebutkan, penting juga untuk memastikan anak minum air putih dan olahraga yang cukup, istirahat teratur, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.Saat ini juga sudah banyak alat deteksi dini anemia berbasis digital yang mudah diakses orang tua dari mana pun dan kapanpun, hanya lewat gadget. Salah satunya kalkulator zat besi untuk mengukur kecukupan pemenuhan zat besi anak. Penting juga untuk selalu berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk memastikan kecukupan gizi si kecil.Momentum Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober dapat menjadi kesempatan tepat untuk mengingatkan publik tentang pentingnya gizi anak. Melalui inovasi seperti susu bubuk terfortifikasi, diharapkan angka anemia dan masalah gizi pada anak Indonesia dapat ditekan, sehingga generasi mendatang tumbuh lebih sehat, cerdas, dan produktif.