Ilustrasi ancaman karir. Foto: ShutterstockKarier Diagonal sebagai Gejala Baru BirokrasiFenomena perpindahan birokrat dari satu instansi ke instansi lain semula bertujuan untuk menjaring talenta terbaik dan memperbaiki kualitas manajemen. Namun dalam praktiknya, perpindahan antarinstansi ini memunculkan persoalan baru dalam pembinaan karier birokrat. Seorang birokrat bisa jadi berkarier tinggi di unit baru, tetapi ketika kembali ke unit asal, seseorang belum tentu berkarier setara dengan karier sebelumnya. Perbedaan struktur, kewenangan, dan jenjang karier antarinstansi menjadikan pembinaan karier internal tidak sinkron.Dari sisi budaya organisasi, perpindahan birokrat ini sering berhadapan dengan kultur yang sudah mapan. Setiap kementerian/lembaga memiliki nilai-nilai, norma perilaku, dan pola komunikasi yang berbeda-beda. Para “birokrat pendatang” ini mendatangkan nilai-nilai baru yang belum tentu sepenuhnya selaras dengan kultur yang ada. Alih-alih menguatkan budaya yang sudah ada, friksi “budaya pendatang” dan asli dapat menciptakan ketidakstabilan organisasi.Weber Membayangkan Karier Birokrasi yang LinearMenurut Max Weber organisasi yang rasional diidentifikasi oleh hierarki yang stabil, aturan formal, serta konsistensi struktur dan prosedur. Promosi seorang birokrat berdasarkan kinerja yang dinilai secara impersonal. Promosi dijalankan berdasar prestasi dan senioritas. Karier birokrat bergerak ke atas pada struktur organisasi dengan yuridiksi yang jelas. Struktur dan rutinitas formal ini dipandang sebagai prasyarat efisiensi organisasi.Ilustrasi Perempuan Karier. Foto: ShutterstockPerpindahan birokrat antarinstansi—yang saat ini sering disebut sebagi karier diagonal—tidak dibahas Weber. Jika kita periksa lagi, fenomena itu bukan sebagai model birokrasi yang Weber gambarkan. Fenomena karier diagonal oleh karenanya dapat dimaknai sebagai perkembangan kelembagaan di luar tipe ideal birokratis.Disenchantment: Weber dan Pudarnya Sakralitas JabatanKonsep disenchantment (Entzauberung) Weber menjadi sangat relevan untuk membaca fenomena ini. Max Weber sendiri memaknai disenchantment merujuk pada proses rasionalisasi dan hilangnya otoritas berbasis tradisi atau keajaiban. Disenchantment bukan karena memudarnya kesakralan jabatan birokratis, melainkan hilangnya fondasi tradisional sebagaimana bentuk otoritas klasik.Kita jadi dapat merenungkan kembali makna disenchantment dari Max Weber. Perpindahan birokrat antarinstansi dapat dibaca sebagai kelanjutan proses rasionalisasi yang bergerak melampaui tipe ideal Weber. Perpindahan birokrat antarinstansi tidak pernah menjadi bahasan Weber. Ia dapat dimaknai sebagai instrumentalisasi jabatan. Birokrasi semakin dipandang urusan teknis belaka.Karier Itu Terikat pada StrukturIlustrasi perempuan karier. Foto: Shutter StockMax Weber menengarai bahwa karier birokrasi dibangun dari struktur jabatan yang stabil dan sifatnya hierarkis. Karier naik berurutan berdasar spesialisasi masing-masing birokrat. Oleh karenanya, karier bergerak dalam rumpun fungsi yang seirama, mengikuti jenjang spesialisasi yang sama.Pola karier bergerak zig-zag atau diagonal antarinstansi yang berbeda bukanlah pola karier yang dibayangkan Weber. Weber tidak membahas perpindahan ala “zig-zag” ini. Menurutnya, birokrat itu idealnya bekerja pada yuridiksi yang jelas.Contoh mudahnya ketika birokrat baru datang dari instansi lain. Perbedaan budaya kerja, prosedur, kompetensi teknis, rumpun jabatan menciptakan ambiguitas yuridiksi karena pertemuan dua instansi. Risiko ketidakefisienan mungkin tercipta dan distorsi akuntabilitas bisa terjadi. Weber tidak membahas birokrat ‘pendatang’ ini harus loyal pada instansi baru atau instansi asal. Dia menyoroti bahwa ketidakjelasan fungsi dan otoritas mengganggu sistem rasional-legal.Rasionalitas BaruIlustrasi perempuan karier Foto: dok.ShutterstockRasionalitas yang dibangun pada birokrasi modern dibangun dari fleksibilitas dan pendekatan teknokratis. Rasionalitas ini berbeda dengan rasionalitas dalam pandangan Weber. Menurutnya, birokrat itu bertumpu pada stabilitas struktur dan jenjang karier terprediksi. Birokrasi saat ini menjadi mobile yang bergerak secara horizontal, vertikal, dan diagonal.Pergeseran ini menunjukkan rasionalisasi birokrasi menjadi semakin kompleks, bukan dalam pengertian weberian klasik. Birokrasi menghadapi tuntutan efisiensi dan kebutuhan organisasi yang dinamis di era modern.Di Antara Weberian Ideals dan Birokrasi ModernPerkembangan baru tentang karier—khususnya karier diagonal ini—sebenarnya menggambarkan pergeseran paradigma Weber. Fenomena ini bukan merupakan penyimpangan dari Weber, melainkan lebih pada konsekuensi dari rasionalisasi yang terus berkembang di luar konteks yang dikaji Weber.Ilustrasi perlengkapan kerja. Foto: ShutterstockMobilitas birokrat ini tidak menciptakan demistifikasi; ia sekali lagi menggeser ke paradigma baru. Jabatan yang sebelumnya menjadi prestis formal menjadi fungsi administratif yang bisa tergantikan oleh siapa saja yang memenuhi kualifikasi sesuai kebutuhan organisasi.Diskusi pandangan Weber ini menemukan relevansinya atas apa yang terjadi pada birokrasi Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menarik bagi khalayak publik. MK menyatakan anggota Polri—yang aktif untuk menduduki jabatan pada instansi lain—harus mengundurkan diri atau pensiun, menunjukkan adanya koreksi kelembagaan.Ada semacam ‘pengakuan’ bahwa mobilitas lintas instansi tanpa kendali memadai menciptakan distorsi profesionalitas birokrat. Fenomena perpindahan birokrat antarinstansi bukan sekadar perkembangan kelembagaan, melainkan cerminan dari rasionalitas birokrasi modern itu sendiri.