Wamen Investasi Sasar Mobil Produksi Jepang untuk Penerapan BBM Bioetanol 10 Persen

Wait 5 sec.

Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu. (Foto: Dok. Antara)JAKARTA - Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu menyasar pengguna mobil produksi Jepang untuk penerapan program campuran bioetanol 10 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) atau E10.“Populasi kendaraan bermotor, khususnya mobil, itu 60–70 persenan masih (produksi) Jepang, jadi mereka pasarnya, mereka konsumennya,” ujar Todotua, dikutip Antara, di Jakarta, Rabu, 19 November.Alasan tersebutlah yang menyebabkan Indonesia memilih Toyota sebagai investor untuk pengembangan pabrik etanol. Perusahaan tersebut juga sudah melakukan riset dan rencana komersil (commercial plan) soal penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak.“Sebenarnya bukan hanya Toyota, setelah saya ke Jepang, rupanya ini adalah cycle konsolidasi grup otomotif yang ada di Jepang. Tetapi memang pemimpinnya Toyota,” kata Todotua.Todotua menyampaikan lokasi pabrik etanol akan dimulai di Lampung.“Mungkin akan start awalnya, pabriknya di Lampung,” ujar dia.Berdasarkan Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis yang dimiliki Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sejumlah wilayah seperti Lampung telah disiapkan untuk menjadi sentra pengembangan industri bioetanol, dengan dukungan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum.‎Investasi di sektor ini diproyeksikan tidak hanya memperkuat rantai pasok energi bersih, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan mendorong kesejahteraan petani lokal di daerah.Diwartakan sebelumnya, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyampaikan minat untuk berinvestasi dalam pengembangan industri bioetanol di Indonesia.Langkah ini merupakan bagian dari strategi global Toyota untuk mengamankan pasokan bahan bakar bagi kendaraan flex-fuel berbasis bioetanol, sekaligus mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.Menurut Todotua, dalam rangka mendukung kebijakan E10, saat ini tengah dikaji rencana pengembangan fasilitas dengan kapasitas produksi sebesar 60.000 kiloliter per tahun dan nilai investasi Rp2,5 triliun.