Ilustrasi ubur-ubur dalam samudra. Foto: Shutter StockCahaya dari Laut yang Bisa Menjadi EnergiBayangkan jika suatu hari kita tidak lagi bergantung pada baterai lithium atau panel surya untuk menyalakan lampu, melainkan pada cahaya alami dari ubur-ubur yang hidup di laut. Kedengarannya seperti cerita fiksi ilmiah, tetapi penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa hal itu mungkin tidak terlalu jauh dari kenyataan.Ubur-ubur—dengan tubuh transparan dan cahaya lembut yang memancar di kegelapan laut—menyimpan rahasia kimia yang luar biasa. Mereka memiliki kemampuan menghasilkan cahaya sendiri; fenomena yang disebut bioluminesensi. Dari kemampuan inilah para ilmuwan menemukan potensi baru dalam bidang energi terbarukan, yaitu baterai biologis yang bersumber dari kehidupan laut.Rahasia di balik Cahaya Ubur-UburKemampuan ubur-ubur untuk bercahaya berasal dari reaksi kimia di dalam tubuhnya. Dua molekul utama berperan penting, yakni luciferin dan luciferase. Ketika keduanya bereaksi, cahaya dipancarkan tanpa menghasilkan panas yang berarti.Ilustrasi ubur-ubur pink Foto: Shutter StockYang lebih menarik, ada protein khusus bernama Green Fluorescent Protein atau GFP yang ditemukan pada ubur-ubur Aequorea victoria di Samudra Pasifik. Protein ini dapat mengubah energi kimia menjadi cahaya hijau terang. Penemuan tersebut bahkan mengantarkan penelitinya meraih Hadiah Nobel Kimia pada tahun 2008.Kini, para ilmuwan mulai memanfaatkan GFP bukan hanya untuk penelitian biologi, melainkan juga sebagai sumber energi. Dalam eksperimen laboratorium, protein tersebut digunakan untuk menghasilkan listrik dalam sistem yang disebut bio-battery atau baterai biologis.Bagaimana Ubur-Ubur Dapat Menjadi Baterai?Prinsipnya sederhana, tetapi mengagumkan. Dalam bio-battery, protein dari ubur-ubur dimasukkan ke dalam sirkuit kecil yang mampu menangkap elektron yang dihasilkan dari reaksi biokimia. Ketika protein tersebut terkena cahaya, ia melepaskan elektron; elektron itulah yang dapat dimanfaatkan sebagai arus listrik.Ilustrasi ubur-ubur blue dragon. Foto: ShutterstockBeberapa penelitian menunjukkan bahwa sel biologis bisa menjadi jembatan antara energi kimia dan energi listrik. Dalam uji coba skala kecil, ilmuwan dari Chalmers University of Technology di Swedia berhasil menciptakan sel energi dari protein laut yang mampu menyalakan lampu LED kecil. Walau daya yang dihasilkan masih terbatas, konsep ini membuka pintu bagi teknologi energi yang benar-benar ramah lingkungan: tanpa logam berat, tanpa polusi, dan tanpa limbah berbahaya.Energi Hidup untuk Dunia yang BerkelanjutanUbur-ubur menjadi simbol menarik bagi masa depan energi terbarukan. Mereka hidup tanpa otak, tanpa darah, dan tanpa tulang, tetapi mampu menghasilkan cahaya dengan efisiensi luar biasa. Tidak ada panas yang terbuang, tidak ada reaksi berlebih, dan tidak ada bahan kimia sintetis yang diperlukan.Jika prinsip ini dapat ditiru oleh manusia, sistem energi kita mungkin bisa menjadi seefisien organisme laut itu.Ilustrasi menyelam di laut Saudi. Foto: Dok. IstimewaSelain untuk sumber energi, riset mengenai bioluminesensi juga berdampak besar di bidang medis. Protein GFP telah digunakan untuk menandai sel kanker, melacak pergerakan obat di dalam tubuh, dan bahkan mendeteksi infeksi virus. Bayangkan jika satu jenis protein bisa berperan ganda, yaitu sebagai alat deteksi penyakit sekaligus penyimpan energi.Di masa depan, konsep bio-battery ini berpotensi diterapkan pada perangkat medis kecil yang ditanam dalam tubuh manusia. Misalnya, alat pacu jantung yang tidak perlu diganti baterainya karena mendapatkan daya langsung dari reaksi biologis tubuh sendiri. Energi yang “hidup” ini bukan lagi sekadar ide, melainkan menjadi bagian dari arah baru teknologi bioteknologi dunia.Laut Indonesia: Sumber Daya Sains yang Belum TergaliSebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan laut yang luar biasa, termasuk keanekaragaman hayati yang mungkin menyimpan potensi serupa dengan ubur-ubur Aequorea victoria. Sayangnya, riset bioteknologi kelautan di Indonesia masih terbatas. Padahal, setiap tahun banyak spesies laut baru ditemukan di perairan nusantara, mulai dari plankton bercahaya hingga bakteri laut yang menghasilkan enzim unik.Ilustrasi plankton bloom. Foto: Sawarin Yawong/ShutterstockJika riset bioluminesensi dikembangkan secara serius di Indonesia, bukan tidak mungkin negeri ini menjadi salah satu pusat pengembangan energi biologis dunia. Dengan dukungan universitas, lembaga penelitian, dan perusahaan rintisan teknologi, Indonesia bisa memimpin inovasi energi dari sumber yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, yaitu kehidupan laut.Selain potensi ilmiah, ada pula aspek ekonomi dan lingkungan yang menjanjikan. Energi berbasis organisme laut dapat menjadi alternatif bagi wilayah pesisir dan kepulauan terpencil yang sulit mendapatkan pasokan listrik dari jaringan utama. Teknologi seperti bio-battery atau marine biophotovoltaics dapat menjadi solusi ramah lingkungan yang mengubah laut; bukan hanya menjadi sumber pangan, melainkan juga sumber energi.Tantangan di balik Teknologi Menakjubkan IniMeski terdengar menjanjikan, perjalanan menuju baterai biologis yang efisien masih panjang. Tantangan utamanya adalah stabilitas protein dalam jangka waktu lama serta efisiensi konversi energi yang masih rendah. Selain itu, biaya ekstraksi protein dan pemeliharaan sistem biologis juga belum ekonomis jika dibandingkan dengan baterai konvensional.Ilustrasi teknologi nano. Foto: Shutter StockNamun, seperti halnya banyak penemuan besar lainnya, semua dimulai dari eksperimen kecil. Teknologi sel surya dahulu dianggap tidak praktis dan mahal, tetapi kini menjadi salah satu sumber energi utama di dunia. Hal yang sama dapat terjadi pada bioenergi dari laut, terutama jika riset terus dikembangkan dan dipadukan dengan teknologi nano serta rekayasa genetika.Cahaya di Ujung SamudraCahaya ubur-ubur yang menari di kedalaman laut mungkin tampak sekadar keindahan alam. Namun, di balik kilau hijau lembut itu, tersimpan potensi besar yang dapat mengubah cara manusia memandang energi. Dari organisme sederhana yang tidak memiliki otak, manusia belajar tentang efisiensi, keberlanjutan, dan harmoni antara teknologi dan alam.Jika manusia bisa meniru cara ubur-ubur menyimpan dan memancarkan energi, mungkin suatu hari nanti laut akan benar-benar menjadi sumber daya baru bagi dunia. Dan ketika lampu-lampu kota menyala dengan energi dari protein laut, kita akan sadar bahwa masa depan energi bisa berasal dari sesuatu yang sederhana: lewat seekor ubur-ubur yang bercahaya di tengah samudra.