Belajar Mendengarkan di tengah Budaya Ketidakpedulian

Wait 5 sec.

Belajar mendengarkan pendapat seorang nenek (Foto: Dokumentasi pribadi)Di era serba cepat ini, manusia sering kali terjebak dalam rutinitas yang membuat mereka lupa bagaimana rasanya untuk benar-benar mendengarkan. Kita sibuk mengejar nilai, sibuk memenuhi ekspektasi, dan sibuk berlari tanpa arah. Akhirnya, yang tersisa hanyalah rasa lelah dan kehilangan makna.Aku pun pernah ada di titik itu.Terlalu sibuk kuliah, sibuk organisasi, sibuk menjadi “sempurna”, hingga lupa berhenti sejenak. Aku pernah mengabaikan nasihat orang tua, membantah guru, bahkan menolak untuk mendengarkan pendapat orang lain hanya karena merasa paling benar. Dari luar terlihat aktif dan produktif, tapi di dalam, aku hampa.Ketika Belajar Tak Lagi BermaknaKita sering diajarkan bahwa belajar adalah cara menjadi pintar dan sukses. Namun, mengapa justru banyak orang merasa semakin stres ketika belajar?Di balik angka IPK dan sertifikat prestasi, banyak anak muda merasa sendirian dan kehilangan arah. Tuntutan sosial yang menekan seakan membuat mahasiswa dilema. Lalu, untuk apa semua ini?Ilustrasi mata lelah. Foto: Prostock-studio/ShutterstockMungkin, masalahnya bukan pada belajar itu sendiri, melainkan pada cara kita menjalani belajar. Kita diajarkan untuk menghafal, bukan memahami; untuk berlari, bukan berhenti; untuk berbicara, bukan mendengarkan. Padahal, filsafat—sebagai ilmu yang sering dianggap berat dan melelahkan—justru mengajarkan hal paling sederhana, yaitu merenung dan mendengarkan.Budaya “Hustle” yang Membuat Kita Lupa DiriBudaya hustle atau “kerja tanpa henti” kini jadi kebanggaan bagi beberapa orang. Anggapannya bahwa jika semakin sibuk, seseorang akan terlihat semakin keren. Namun, dibalik itu, ada banyak dari mereka yang diam-diam kelelahan, merasa tak cukup, bahkan kehilangan jati dirinya.Sebagian dari kita ada yang mengikuti beberapa organisasi, sekaligus kuliah dan kerja. Tentu dengan harapan agar lebih produktif. Awalnya pun bangga, tapi lama-lama terasa seperti robot. Kadang, setiap hari terasa berlalu begitu cepat tanpa sempat memahami apa yang sebenarnya sedang dilakukan.Hustle culture membuat kita seolah harus selalu produktif, padahal manusia bukan mesin. Kita butuh ruang untuk berhenti, berbagi cerita, dan mendengarkan suara hati sendiri. Kadang, hal paling manusiawi yang bisa kita lakukan adalah diam sejenak dan mendengarkan. Kita perlu menyadari bahwa manusia tidak dapat berjuang sendirian. Dengan mendengarkan, kita bisa memahami dengan tenang dan tulus.