Ilustrasi pekerja Indonesia nonprosedural (ANTARA)JAKARTA — Kasus penyiksaan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Barat di Malaysia kembali menyoroti persoalan serius terkait keberangkatan pekerja nonprosedural atau ilegal ke luar negeri. Duta Besar RI untuk Malaysia, Dato’ Indera Hermono, menegaskan bahwa kasus-kasus kekerasan semacam ini kerap menimpa PMI yang berangkat tanpa jalur resmi.Korban yang mengalami luka lebam dan luka bakar akibat disiksa majikan diketahui masuk ke Malaysia sebagai wisatawan sebelum kemudian bekerja secara ilegal. Status nonprosedural ini membuat korban tidak terdaftar dan tidak terlindungi dalam sistem ketenagakerjaan resmi, sehingga rentan terhadap eksploitasi.“Adapun PMI yang menjadi korban penganiayaan merupakan pekerja nonprosedural. Ia masuk sebagai pelancong, tapi kemudian bekerja di Malaysia,” kata Hermono dikutip Antara, Rabu 19 November.Dubes Hermono menekankan bahwa maraknya pekerja migran nonprosedural justru membuat nota kesepahaman (MoU) perlindungan pekerja domestik antara Indonesia dan Malaysia menjadi tidak efektif. Tanpa pencegahan keberangkatan ilegal, menurutnya, kesepakatan dua negara tidak akan mampu memberi perlindungan optimal.“Kalau tidak ada pencegatnya, maka MoU ini tidak ada gunanya. Kita tidak bisa mengimplementasikan MoU secara baik kalau pekerja nonprosedural terus mengalir,” ujarnya.Ia menegaskan peran imigrasi Indonesia sangat krusial dalam menghentikan praktik ini. Pekerja nonprosedural tidak melalui BP2MI maupun dinas tenaga kerja, melainkan hanya melewati imigrasi saat membuat paspor dan saat keluar negeri.“Siapa yang membuat paspor? Imigrasi. Siapa yang memeriksa mereka saat keluar Indonesia? Imigrasi juga. Itu satu-satunya instansi yang dilalui,” kata Hermono.Kasus penyiksaan ini melibatkan pasangan suami istri warga Malaysia yang merupakan ko-asisten dokter. Korban sempat melarikan diri dengan cara merosot dari jendela lantai 29 kondominium untuk menyelamatkan diri dan kini berada di bawah perlindungan KBRI Kuala Lumpur.Hermono mendesak aparat Malaysia menindak pelaku sesuai hukum, sekaligus meminta pemerintah Indonesia memperkuat sistem pengawasan agar tidak ada lagi warga yang diberangkatkan tanpa prosedur dan tanpa perlindungan negara.