Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas | Foto : Dok. IstLampung Geh, Bandar Lampung - LBH Bandar Lampung menilai upaya penyelesaian konflik agraria di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, kembali terhenti. Negara tidak menunjukkan langkah nyata dalam menyelesaikan sengketa antara masyarakat tiga kampung dan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas mengatakan, proses yang berjalan selama ini hanya memperlihatkan pola lama yang berulang.“LBH Bandar Lampung menilai bahwa proses penyelesaian konflik agraria di Kecamatan Anak Tuha kembali menunjukkan wajah lama: penuh janji, minim langkah konkret, dan semakin menjauh dari keadilan bagi masyarakat,” ujar Prabowo.LBH Bandar Lampung menyebut, beberapa kali pertemuan antara masyarakat, Polres Lampung Tengah, BPN Lampung Tengah, dan PT BSA tidak mampu mengurai akar persoalan. Negara dinilai lebih mempertahankan status quo ketimbang mendorong penyelesaian yang berkeadilan.Menurut Prabowo, perusahaan berulang kali tidak mampu menunjukkan dasar hukum kegiatan usaha mereka di wilayah Anak Tuha.“Dalam pertemuan di Polres Lampung Tengah dan BPN Lampung Tengah, perusahaan terus menghindari penjelasan mengenai legalitas penguasaan tanah yang sejak lama dipersoalkan masyarakat,” katanya.LBH menilai ketertutupan itu memperkuat dugaan bahwa penguasaan lahan PT BSA tidak memiliki legitimasi yang jelas dan layak dievaluasi.Prabowo mengatakan, masyarakat dituntut terus-menerus untuk menunjukkan bukti kepemilikan tanah, sementara perusahaan tidak mengalami tekanan serupa.“Ketika masyarakat dituntut menunjukkan bukti atau dokumen lama, PT BSA justru diberi ruang untuk menghindar tanpa konsekuensi. Ketimpangan perlakuan ini menunjukkan bias struktural yang menjadi akar berulangnya konflik agraria di Indonesia,” ujarnya.LBH Bandar Lampung juga mengkritik Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Lampung Tengah yang digelar pada 6 November 2025.Mereka menilai, forum tersebut gagal memanfaatkan kewenangan yang ada untuk mengevaluasi status penguasaan tanah oleh perusahaan.“Kepala BPN Lampung Tengah tampak enggan mendorong evaluasi, verifikasi, dan klarifikasi terhadap PT BSA, meskipun kewenangan itu berada tepat di pundaknya,” kata Prabowo.Menurutnya, GTRA seharusnya menjadi forum korektif untuk memastikan kepentingan masyarakat menjadi prioritas. Namun dalam kasus ini, forum justru dinilai menjadi ruang penundaan tanpa solusi.Ketiadaan langkah tegas dari negara mendorong masyarakat tiga kampung di Anak Tuha mengambil tindakan sendiri. Sejak 9 November 2025, warga mulai menguasai kembali lahan yang mereka yakini sebagai milik mereka sebelum diambilalih PT BSA.“Langkah ini bukan tindakan spontan, melainkan akumulasi kekecewaan panjang terhadap negara yang gagal hadir,” ujarnya.Prabowo juga menegaskan, reclaiming tersebut bukan tindakan kriminal, tetapi upaya memulihkan hak atas tanah yang terputus akibat penguasaan yang tidak transparan.LBH Bandar Lampung menegaskan, konflik tidak akan selesai jika pemerintah daerah dan BPN Lampung Tengah terus membiarkan perusahaan tidak membuka dokumen legalitas.“Ketika negara membiarkan perusahaan tidak membuka dokumen legalitasnya, negara sedang mengabaikan mandat reforma agraria sejati: mengoreksi ketimpangan penguasaan tanah dan mengembalikannya kepada rakyat,” kata Prabowo.Prabowo mendesak, Kementerian ATR/BPN RI segera turun ke lapangan, mengambil alih proses penyelesaian, serta melakukan audit menyeluruh terhadap status penguasaan lahan PT BSA. Pemerintah pusat juga diminta menghentikan praktik pembiaran oleh pejabat daerah.LBH Bandar Lampung menegaskan, masyarakat Anak Tuha telah terlalu lama dipinggirkan dalam proses penyelesaian konflik agraria.“Negara tidak boleh lagi menjadi institusi yang hanya hadir dalam retorika, tetapi absen dalam tindakan. YLBHI–LBH Bandar Lampung akan terus mengawal proses ini hingga negara benar-benar memulihkan hak atas tanah masyarakat,” pungkasnya. (Cha/Lua)