Untung Rugi Redenominasi Rupiah dan Dampaknya bagi Ekonomi Nasional

Wait 5 sec.

Ilustrasi redominasi rupiah (Pixabay/IqbalStock)YOGYAKARTA - Untung rugi redenominasi rupiah menjadi topik yang tengah ramai dibicirakan terkait wacana kebijakan ekonomi nasional. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan redenominasi sebagai bagian dari agenda strategis pemerintah melalui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah yang ditargetkan rampung pada 2027.Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat posisi rupiah di kancah internasional sekaligus menyederhanakan sistem keuangan nasional. Berikut akan dijelaskan lebih jauh soal untung rugi dari kebijakan redenominasi rupiah.Untung Rugi Redominasi Rupiah Secara sederhana, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang dengan menghapus beberapa angka nol di belakang tanpa mengubah nilai riilnya. Misalnya, nominal Rp 1.000 akan menjadi Rp 1, tetapi daya belinya tetap sama.Tujuan utama kebijakan ini bukanlah menurunkan atau menaikkan nilai uang, melainkan menyederhanakan sistem keuangan agar lebih efisien dan mudah dipahami masyarakat.Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan salah satu keuntungan utama redenominasi rupiah adalah meningkatkan martabat dan citra rupiah di mata dunia. Ia menjelaskan saat ini ekonomi Indonesia masuk 20 besar dunia, tetapi karena angka nolnya yang banyak, nilai tukarnya cenderung kecil."Mata uang kita tidak mencerminkan posisi kita di dalam perekonomian dunia. Kalau kita pergi ke money changer, mata uang kita itu malah enggak muncul di sana. Karena nilainya itu kecil sekali," jelasnya, dikutip Kumparan.Dengan menghapus tiga angka nol, posisi rupiah dapat sejajar dengan mata uang negara lain dan menumbuhkan kebanggaan masyarakat terhadap mata uang nasional. Ketika masyarakat merasa bangga dan percaya pada nilai mata uangnya sendiri, maka stabilitas ekonomi pun meningkat karena permintaan terhadap rupiah lebih tinggi.Selain itu, kata Piter, redenominasi juga mempermudah pencatatan keuangan, terutama dalam era digital. Banyak sistem keuangan modern yang menghadapi kesulitan ketika harus memproses angka panjang seperti miliaran atau triliunan."Sekarang ini kan era digital, kalau kita itu angkanya panjang banget kayak gitu susah, nah itu di dalam sistem digital menghambat sekali," katanya.Dengan nominal yang lebih pendek, sistem administrasi dan akuntansi akan menjadi lebih efisien dan mengurangi risiko kesalahan pencatatan.Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, juga menilai bahwa redenominasi akan berdampak positif pada penguatan nilai tukar. Ia mencontohkan, sebelum krisis moneter, nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di kisaran Rp 2.400-2.700, sedangkan sekarang mencapai Rp 15.000."Dengan sekarang nilainya Rp 15.000, jika dipotong menjadi Rp 15 ini akan menguatkan nilai tukar karena perbandingannya menjadi sedikit, maka terjadi penguatan nilai tukar," jelasnya.Namun demikian, kebijakan ini tidak lepas dari risiko, terutama selama masa transisi. Salah satu dampak yang paling mungkin terjadi adalah inflasi jangka pendek akibat penyesuaian harga barang dan jasa.Ketika harga dibulatkan ke atas setelah redenominasi, daya beli masyarakat mungkin akan sedikit terganggu sebelum akhirnya stabil kembali.Piter menjelaskan bahwa kecenderungan pembulatan harga inilah yang dapat menyebabkan kenaikan inflasi sementara. Misalnya, harga Rp 13.990 setelah redenominasi mungkin dibulatkan menjadi Rp 14.Namun Peter menegaskan bahwa efek ini bersifat sementara karena setelah penyesuaian selesai, tingkat inflasi akan kembali stabil dan bahkan bisa menjadi lebih terkendali."Tapi kan itu cuma sekali mengubah harga, enggak bisa terus terusan. Justru setelah itu ada kemungkinan kita mengalami inflasi yang lebih stabil, lebih kuat. Karena harganya sudah di sana," kata Piter.Sementara itu, Tauhid mengingatkan masyarakat perlu diantisipasi agar tidak merasa kehilangan nilai aset. Misalnya, harga tanah atau mobil yang sebelumnya bernilai miliaran rupiah akan tampak jauh lebih kecil setelah redenominasi.Walaupun nilai riilnya tidak berubah, persepsi psikologis masyarakat terhadap kekayaannya bisa terdampak, terutama dalam masa awal penerapan kebijakan."Misal dulu kita membeli mobil, tanah atau emas dengan nilai sangat tinggi, pada saat harga tinggi misalnya Rp 2 miliar, menjadi sekian juta. Itu yang harus dikhawatirkan di beberapa tahun awal pasti akan terasa," ujarnya.Selain dua hal di atas, sosialisasi yang kurang matang juga bisa menjadi kendala serius. Pemerintah harus menjelaskan secara luas bahwa redenominasi bukanlah pemotongan nilai uang seperti sanering.Tanpa edukasi publik yang memadai, kebijakan ini bisa menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran yang berpotensi memperlambat implementasinya.Demikian penjelasan soal untung rugi redominasi rupiah. Kebijakan ini membawa potensi untuk memperbaiki sistem keuangan nasional dan memperkuat posisi rupiah di dunia internasional. Namun, kesuksesannya bergantung pada kesiapan ekonomi, sosialisasi yang baik, dan pengawasan terhadap potensi inflasi.