Suku Bunga BI Turun, Likuiditas Longgar Diharap Percepat Pemulihan Ekonomi

Wait 5 sec.

Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTOBank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terbaru. Selain itu, suku bunga Deposit Facility dipangkas lebih dalam, yakni 50 basis poin ke level 3,75 persen, dan Lending Facility ke 5,50 persen. Langkah ini dipandang sejumlah ekonom sebagai kebijakan terarah untuk mempercepat pemulihan ekonomi di tengah lemahnya permintaan domestik dan melambatnya perekonomian global.Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai keputusan BI bukan sekadar sinyal, melainkan strategi komprehensif untuk menurunkan biaya dana perbankan sekaligus memperlancar transmisi ke sektor riil.“Saya memandang keputusan RDG BI menurunkan suku bunga kebijakan BI 25 bps sekaligus memangkas lebih dalam suku bunga fasilitas simpanan 50 bps sebagai langkah terarah untuk mempercepat turunnya biaya dana perbankan dan mendorong mesin pertumbuhan dengan tetap menjaga ekspektasi inflasi dan kestabilan rupiah,” kata Josua kepada kumparan, Rabu (17/9).Josua menambahkan, rancangan kebijakan tersebut membuat dana tidak betah diparkir di BI, sehingga bank terdorong menurunkan bunga deposito dan kredit. Kondisi ini diharapkan mampu mendorong penyaluran pembiayaan yang selama ini belum bergerak sesuai harapan.Ia menilai pemangkasan suku bunga sebesar 125 bps (1,25 persen) sepanjang tahun ini masih dalam batas aman karena didukung inflasi rendah dan stabilitas rupiah.Dari sisi domestik, inflasi IHK tercatat 2,31 persen dan inflasi inti 2,17 persen, tetap dalam sasaran 2,5 persen plus minus 1 persen. Stabilitas rupiah juga terjaga berkat cadangan devisa besar serta intervensi BI di pasar valas. Vice President Economist Permatabank Josua Pardede. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparanNamun, Josua menyoroti belum kuatnya permintaan domestik, melemahnya keyakinan konsumen kelas menengah bawah, dan kredit perbankan yang belum terakselerasi. Dalam situasi ini, menurutnya, menurunkan biaya dana melalui pemangkasan suku bunga merupakan langkah yang tepat.Dari eksternal, Josua menilai neraca pembayaran Indonesia masih terjaga dengan defisit transaksi berjalan rendah, cadangan devisa memadai, dan arus modal asing yang masuk ke SBN. Meski begitu, ia mengingatkan adanya risiko, antara lain potensi kenaikan harga pangan, dampak dorongan fiskal terhadap inflasi, dan ketidakpastian regulasi keuangan. Oleh karena itu, ia menilai jalur kebijakan BI akan tetap bersifat bertahap, bukan agresif.Sementara itu, optimisme juga datang dari Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto. Ia menilai kombinasi kebijakan moneter dan stimulus fiskal pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih kuat.“Kalau dari kita sih lihat kebijakan penurunan bunga dari BI, ditambah lagi adanya stimulus fiskal dari pemerintah dalam bentuk Rp 200 triliun, maupun juga adanya delapan kebijakan, plus tambahan empat dan lima itu, saya lihat akan menjadi pendorong bagi ekonomi kita setidaknya tumbuh 5 persen pada tahun ini,” ujarnya.Myrdal melihat masih ada ruang penurunan suku bunga acuan BI sekitar 25 basis poin, terutama jika tren penurunan suku bunga global berlanjut. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan tetap stabil di sekitar Rp 15.970 per dolar AS pada akhir 2025.“Jadi dia ingin dana yang ada atau likuiditas yang ada itu beredar untuk mendukung sektor riil,” tambahnya.