Hukum donor organ dalam Islam. (Pixabay)YOGYAKARTA - Transplantasi atau donor organ, entah itu organ jantung, kornea mata, darah, hati, atau ginjal sudah diterapkan sejak puluhan tahun lalu. Lantas bagaimana hukum donor organ dalam Islam menurut syariat?Transplantasi organ diyakini dapat menolong manusia lain yang terpapar penyakit kronis agar dapat menjalani kehidupan dengan keadaan yang lebih sehat.Donor ini dapat dilakukan oleh pendonor manusia hidup kepada penerima donor manusia. Bisa juga dilakukan oleh pendonor yang sudah meninggal dengan mendonorkan beberapa organ tubuhnya untuk pasien yang membutuhkan.Hukum Donor Organ dalam IslamKiai Wahyul Afif Al Ghofiqi menjelaskan bahwa para ulama sepakat memperbaiki anggota tubuh yang rusak dengan menggantinya dari anggota tubuh orang lain memang bersifat mubah atau diperbolehkan. Asalkan, tujuannya memang jelas dan sudah ada kesepakatan dari kedua pihak.Pada umumnya, ada beberapa prosedur yang wajib dilakukan sebelum donor antara manusia hidup. Sebagai contoh, semua prosedur transplantasi organ harus dilakukan dengan mempertimbangkan kelangsungan hidup pendonor."Dokter perlu memastikan bahwa setelah transplantasi, kehidupan pendonor masih bisa berlangsung dengan normal," jelasnya.Pada sisi lain, jika pendonor sudah meninggal, maka harus dipastikan ada izin dari pihak ahli waris. Jika ahli waris memberikan, maka dokter dapat mengambil organ dari jenazah. Sebaliknya, jika ahli waris menolak, donor tidak dapat dilakukan.Hukum mendonorkan anggota tubuh dari mayit itu memang mubah atau diperbolehkan, tapi tetap tak bisa dilakukan sembarangan."Kita harus pahami bahwa kehormatan mayit itu penting untuk diperhatikan tidak untuk sembarangan," jelasnya.Perbedaan pendapat ulamaSementara itu, Kiai Fahrur Rozi Gus Bululawang menjelaskan, donor yang sangat dianjurkan dan dibolehkan yaitu donor darah. Mengenai donor organ tubuh, pendapat para ulama pada dasarnya berbeda-beda tentang boleh atau tidaknya.Sebagian ulama memperbolehkan untuk alasan pengobatan. Namun, sebagian besar ulama melarang terlebih jika dilakukan untuk kepentingan komersil.Orang mati yang melakukan donor pun harus dihormati, mayatnya tidak boleh dirusak tanpa seizin keluarga.Menurut Syekh Al-Buthi, proses pencangkokan dapat dilakukan dari orang yang muhtaram (orang yang terlindungi nyawanya) seperti Muslim yang tidak berzina. Dengan catatan, seluruh ahli waris memberikan izin perihal tersebut. Alasannya, kehormatan tubuh menjadi hak maknawi yang dimiliki setiap manusia, dan jika ia mati maka hak kepemilikannya baik maknawi ataupun fisik diwariskan kepada keluarganya. Dengan demikian, kehormatan tubuh mayit beralih kuasa kepada ahli warisnya. Sebagaimana si mayat dahulu dapat mempertahankannya ataupun merelakannya kepada orang lain, maka ahli waris pun demikian. Ia dapat mempertahankannya untuk menjaga kehormatan mayat dan bisa juga merelakannya. "Setiap kepemilikan seorang hamba dapat diwariskan baik fisik ataupun maknawi, dan tidak diragukan lagi bahwa kehormatan bahkan kesucian yang diberikan Allah kepada hamba-Nya merupakan satu di antara hak manusia. Sehingga, apabila manusia telah wafat maka hak kehormatannya berpindah pada ahli warisnya." (Al-Buthi, I/130). Syekh Al-Buthi juga berusaha menafsirkan maksud para fuqaha mengenai keharaman mutlak pencangkokan organ mayat dengan alasan menjaga kehormatan mayat. Ketentuan tersebut berlaku saat transfer organ mayit ditujukan untuk sesuatu yang bersifat tersier, bukan primer maupun sekunder. "Karena itu, maka pendapat yang diunggulkan bahwa maksud dari apa yang fuqaha sebutkan tentang keharaman pencangkokan secara mutlak, adalah pencangkokan yang tidak berasas keadaan darurat." (Al-Buthi, I/131) Dari sini, Syekh Al-Buthi lebih mengunggulkan pendapat kedua yang memperbolehkan transfer organ tubuh mayat. Sehingga, dengan mempertimbangkan syarat-syarat sebelumnya serta menafikan syarat ketiga, yaitu mayat yang diambil organnya harus muhdaraddam. Syekh Al-Buthi condong memperbolehkan pada semua mayat sekalipun muhtaram, tetapi harus memiliki izin dari ahli waris mayat. Hal penting yang bisa digarisbawahi, ahli waris tidak dapat menjadikan organ tubuh mayat sebagai barang niaga dan bahan komersial. Hal ini seperti yang disebutkan dalam fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2019 mengenai Transplantasi Organ dari Pendonor Mati. Demikianlah ulasan mengenai hukum donor organ dalam Islam. Semoga informasi ini bermanfaat! Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.