Komisi XIII DPR Undang Bareskrim Polri dan Jampidum Kejagung Minta Masukan soal RUU LPSK

Wait 5 sec.

Rapat paripurna DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Juni. (Nailin-VOI)JAKARTA - Komisi XIII DPR RI mengundang Bareskrim Polri dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Asep Nana Mulyana guna meminta masukan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU LPSK). Bareskrim Polri mengusulkan adanya liaison officer (LO) Polri di LPSK untuk memperkuat perlindungan saksi. Sementara Jampidum Kejagung berpandangan perlu ada perubahan persepsi dalam memandang korban sebagai alat bukti. "Hari ini kami melakukan rapat dengar pendapat dengan Bareskrim dari kepolisian, kemudian kejaksaan, Direktur Tindak Pidana Umumnya, Jaksa Jampidumnya, terus kemudian dengan Mahkamah Agung. Poinnya adalah masukan untuk penguatan LPSK, rencana pembahasan Undang-Undang LPSK yang sedang kami persiapkan ke draft-nya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR, Andreas Hugo Pareira di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 17 September. Dari masukan-masukan yang disampaikan di dalam RDP bersama Komisi XIII DPR, Andreas menyadari ada satu titik lemah yang selama ini membuat LPSK tidak bisa berfungsi maksimal. Dikarenakan, koordinasi yang terbatas dan LPSK ini tidak punya kewenangan-kewenangan yang untuk berkoordinasi langsung dengan Kepolisian ataupun Kejaksaan. "Kepolisian dan Kejaksaan pun tidak punya LO yang menjalankan fungsi dengan LPSK, karena itu persoalan ini mungkin akan menjadi salah satu masukan untuk revisi Undang-Undang LPSK," kata Andreas. Andreas mengamini pandangan Jampidum Kejagung bahwa perlu ada perubahan persepsi dalam memandang korban sebagai alat bukti. Pandangan tersebut, kata Andreas, juga menjadi pertimbangan Komisi XIII DPR dalam pembahasan RUU LPSK."Ya, betul-betul. Itu hal itu juga menjadi masukan, sehingga hal itu berkaitan dengan restitusi, ganti kerugian terhadap, baik itu kalau kerugian yang imateril, itu bagaimana kita menghitungnya atau kerugian yang sifatnya materil, itu juga bagaimana harus diatur di dalam Undang-Undang ini," katanya."Dan juga saksi di sini, definisi terhadap saksi, definisi terhadap korban, dan definisi terhadap perlindungan itu harus benar-benar didefinisikan secara hati-hati, sehingga tidak bermaksud kita melakukan perlindungan, tetapi justru memberikan, menjadi korban berikut terhadap si saksi yang harus menjalankan fungsi sebagai saksi di dalam proses perkara itu," lanjut politisi PDIP itu.Andreas memastikan bahwa masukan-masukan dari Polri, Kejagung dan MA akan memperkaya materi RUU LPSK yang akan dibahas DPR."Saya kira pengayaan dari materi-materi tersebut, ini menjadi masukan yang saya sangat berharga untuk perbaikan Undang-Undang tersebut," pungkasnya.