Lampu strobo selain di ambulans kerap digunakan motor hingga mobil untuk menembus kemacetan. (Pixabay-Diego Fabian Parra Pabon)JAKARTA - Penggunaan sirene dan rotator (strobo) oleh pejabat bukan dalam kondisi darurat kembali jadi sorotan publik. Banyak warga yang mengeluhkan bahwa alat-alat itu sering dipakai untuk menerobos kemacetan, bukan untuk keselamatan. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno memandang, meskipun fungsi sirene dan strobo sesungguhnya adalah sebagai peringatan darurat, tapi kenyataannya sering diselewengkan. Penggunaan strobo dengan bunyi khas "tot tot wuk wuk" itu kini menjadi simbol hak istimewa para pejabat yang justru memperburuk ketimpangan dan merusak kepercayaan publik. "Penyalahgunaan dan hak istimewa yang tidak tepat. Alasan paling mendasar adalah penyalahgunaan. Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan," kata Djoko kepada wartawan, Minggu, 21 September. Kemudian, Djoko menuturkan, suara sirene yang nyaring dapat sangat mengganggu, terutama di lingkungan padat penduduk atau di tengah malam. Menurut dia, gangguan ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat menimbulkan stres, bahkan memicu kecemasan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang sudah mengatur hak utama bagi beberapa jenis kendaraan, seperti pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan penolong kecelakaan, pejabat negara, dan lain-lain. Regulasi menyatakan, kendaraan dengan hak utama memang harus dikawal oleh polisi, menggunakan lampu isyarat merah atau biru serta sirene. Namun kenyataannya, banyak kendaraan menggunakan lampu atau sirene tanpa pengawalan polisi, dan tanpa situasi darurat yang memadai. "Meskipun sudah ada aturan yang mengatur siapa saja yang berhak menggunakan sirene dan strobo, penegakan hukumnya sering kali dianggap lemah. Ketidaktegasan ini membuat banyak orang berani menggunakannya tanpa izin, memperburuk masalah penyalahgunaan," ungkap Djoko. Penyalahgunaan yang paling nyata adalah ketika pejabat menggunakan sirene atau strobo demi jalan pintas di tengah kemacetan, padahal situasinya tidak genting. Ketika sirene dan strobo digunakan secara sembarangan, kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat bisa menurun. Menurut Djoko, saat mendengar sirene, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas. "Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya," ucap dia. Sebelumnya, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” muncul dari keresahan masyarakat pengguna jalan terhadap perilaku sebagian pejabat publik yang dianggap berlebihan dalam menggunakan lampu strobo di jalan umum. Jagat media sosial kemudian dipenuhi ajakan agar pengguna jalan tidak memberikan prioritas kepada kendaraan berstiker pejabat, melainkan hanya kepada ambulans dan mobil pemadam kebakaran.