Pemerintah Pusat Diminta Turun Tangan soal Desa di Bogor Diagunkan ke Bank

Wait 5 sec.

Sekretaris Desa Sukaharja, Adi Purwanto. Foto: kumparanPemerintah Pusat diminta turun tangan menyelesaikan permasalahan desa yang dijadikan agunan bank oleh pihak swasta. Terlebih, kabar di tengah masyarakat bahwa desa tersebut dilelang semakin kuat.Berdasarkan penelusuran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Provinsi Jawa Barat, ada tiga desa yang diagunkan ke bank, yakni: Desa Sukawangi, Desa Sukaharja, dan Desa Sukamulya.Kasus ini berawal saat Lee Darmawan Chian Kiat selaku pemilik Bank Perkembangan Asia memberikan pinjaman kepada Mohamad Madrawi selaku Direktur PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, pada 30 Desember 1983 sesuai dengan akta kredit nomor 145KR/BPA/XII/83 PT Perkembangan Asia.Nilai pinjaman tersebut yakni Rp 850.000.000 dan agunan berupa tanah seluas 406 hektare menggunakan nomor girik milik warga desa setempat.Berbarengan dengan kondisi tersebut, pada 1991 muncul putusan Mahkamah Agung dalam perkara nomor 1622/K/PID/1991 hasil dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 14 November 1990 nomor 56Pid/B/1990/PN.JKT,BAR tentang pidana korupsi dengan tersangka Lee Darmawan Chin Kiat.Saat itu, putusan pengadilan yakni menyita seluruh aset yang tercantum dalam putusan, termasuk lahan agunan PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu, yang diagunkan. Namun dengan peta luas yang berbeda menjadi 445 hektare.Suasana Desa Sukaharja di Kabupaten Bogor, Senin (22/9/2025). Foto: kumparanSekretaris Desa Sukaharja, Adi Purwanto, mengatakan wilayah desanya menjadi salah satu yang diagunkan dan akan dilelang karena masuk dalam daftar sitaan tersebut. Kasus Lee Darmawan Chian Kiat ini terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 30 September 1983.Adi mengungkapkan, Mahkamah Agung telah mengeksekusi perkara Lee Dermawan Kertarahardja Haryanto alias Lee Chin Kiat, termasuk aset sitaan di Desa Sukaharja oleh Satgas Gabungan antara BI dan Kejaksaan pada 1994."Kasus ini sudah terlalu lama bergulir, sehingga berdampak pada pengurusan administrasi pertanahan di wilayah kami," kata Adi saat berbincang dengan kumparan, Senin (22/9)."Masyarakat, kami tidak dapat mengurus administrasi pertanahan ini sejak 2021 hingga sekarang," sambungnya.Atas dasar itulah, Adi meminta pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan masalah ini. Karena, kata dia, dengan terus bergulirnya kasus yang tidak pernah tuntas ini sangat merugikan masyarakat."Pemerintahan desa kami sudah memiliki administrasi pertanahan sebagai bukti kepemilikan, di antaranya Girik, Letter C desa, akta jual beli, sertifikasi hak milik, dan SPPT PBB. Jadi mohon, agar persoalan ini segera selesai agar masyarakat tenang dan tidak khawatir dengan aset tanah yang mereka miliki," ujarnya.Wilayah Desa Sukaharja terbagi menjadi lima kedusunan, dengan jumlah Rukun Warga (RW) sebanyak 12 RW dan 38 RT."Terdapat 2.446 kepala keluarga dengan jumlah jiwa sebanyak 8.323 jiwa. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat merupakan petani penggarap," pungkasnya.