Proses Penetapan Tersangka Kasus Kuota Haji Masih Berjalan, KPK Pastikan Tanpa Intervensi

Wait 5 sec.

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA)JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengumpulkan bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag). Mereka membantah ada intervensi dari pihak lain sehingga pihak yang harus bertanggung jawab tak kunjung disampaikan ke publik.“Kami pastikan bahwa penyidikan perkara terkait dengan kuota haji ini masih terus berproses di KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan yang dikutip Selasa, 23 September.Budi bilang siapapun yang diduga mengetahui praktik lancung ini bakal dipanggil. Proses ini disebutnya karena penyidik perlu mengurai berbagai peristiwa, termasuk soal penerbitan Surat Keputusan Menteri Agama (Menag) terkait pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diteken Yaqut Cholil Qoumas saat menjabat hingga pembagian kuota haji khusus kepada agen perjalanan atau travel agent.“Jadi KPK juga masih terus melakukan pemanggilan terhadap para saksi ataupun pihak-pihak lain yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini. Tentu setiap keterangan dari para saksi yang dipanggil akan membantu KPK untuk membuat terang perkara ini,” tegas Budi.“Di mana dalam serangkaian pemeriksaan yang sudah dilakukan oleh KPK, KPK memanggil dan meminta keterangan dari para pihak di Kementerian Agama, pihak-pihak dari asosiasi, pihak-pihak dari biro perjalanan ataupun pihak-pihak lain yang diduga mengetahui dari konstruksi perkara ini,” sambung dia.Diberitakan sebelumnya, KPK menyebut dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) akan memasuki babak baru. Dalam waktu dekat para tersangka bakal diumumkan karena proses yang berjalan menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Kasus ini bermula dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jemaah haji.