Mahkamah Pidana Internasional (ICC). (Wikimedia Commons/Oseveno)JAKARTA - Tiga negara di Afrika barat yang dipimpin militer, Mali, Burkina Faso dan Niger mengumumkan penarikan diri mereka dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC), mengecamnya sebagai "alat neokolonialisme".Pengumuman tersebut, dalam pernyataan bersama yang diterbitkan pada Hari Senin, merupakan contoh terbaru dari pergolakan diplomatik di wilayah Sahel Afrika Barat setelah delapan kudeta antara tahun 2020 dan 2023, dikutip dari Reuters 23 September.Sebelumnya, ketiga negara tersebut, yang diperintah oleh perwira militer, telah memisahkan diri dari blok regional Afrika Barat ECOWAS dan membentuk badan yang dikenal sebagai Aliansi Negara-Negara Sahel.Mereka juga telah membatasi kerja sama pertahanan dengan kekuatan Barat dan mengupayakan hubungan yang lebih erat dengan Rusia.Mali, Burkina Faso, dan Niger telah menjadi anggota ICC, yang berlokasi di Den Haag, selama lebih dari dua dekade. Namun, pernyataan bersama ketiganya menyatakan mereka memandang pengadilan tersebut tidak mampu mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan agresi, dan genosida.Kendati demikian, pernyataan tersebut tidak menyebutkan contoh-contoh di mana negara-negara tersebut meyakini ICC telah gagal.Ketiga negara tersebut memerangi kelompok militan Islam yang menguasai sebagian besar wilayah dan telah melancarkan serangan rutin terhadap instalasi militer tahun ini.Human Rights Watch dan kelompok-kelompok lain menuduh para militan, serta militer dan pasukan mitra Burkina Faso dan Mali, atas kemungkinan kejahatan kekejaman.Pada Bulan April, para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan dugaan eksekusi singkat puluhan warga sipil oleh pasukan Mali dapat dianggap sebagai kejahatan perang.ICC telah membuka penyelidikan di Mali sejak 2013 atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan terutama di wilayah utara Gao, Timbuktu, dan Kidal, yang sebelumnya berada di bawah kendali militan. Kemudian pada tahun yang sama, Prancis melakukan intervensi untuk memukul mundur para pemberontak.Penyelidikan Mali dibuka setelah adanya rujukan dari pemerintah saat itu.