Nyaman Membunuh, Ketika Job Hugging Jadi Perangkap Manis Pekerjaan

Wait 5 sec.

Job Hugging Menjadi Tren di Indonesia (freepik)YOGYAKARTA - Fenomena job hugging kini jadi sorotan dalam dunia kerja modern. Banyak karyawan memilih bertahan di posisi yang nyaman tanpa berani mengambil tantangan baru. Anda salah satunya?Sekilas aman, namun kebiasaan ini justru bisa menghambat perkembangan karier dan potensi diri.Rasa aman memang menggoda, apalagi saat rutinitas kantor terasa stabil. Namun, terlalu lama berdiam di zona nyaman bisa menjadi perangkap manis yang diam-diam membatasi peluang.Memahami Fenomena Job HuggingFenomena job hugging atau kecenderungan bertahan dalam satu pekerjaan meski minat dan motivasi sudah menurun, kini makin sering ditemui di kalangan pekerja Indonesia.Tekanan ekonomi, ancaman PHK massal, dan sulitnya mencari peluang kerja baru membuat banyak orang memilih tetap bertahan demi keamanan finansial. Menurut Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, Guru Besar Fisipol UGM, kondisi ini sebenarnya bukan hal baru. Sejak dulu, situasi pasar kerja yang penuh risiko sudah mendorong pekerja untuk lebih memilih bertahan daripada mencari tantangan baru.Namun, job hugging bukan sekadar fenomena pasrah. Dr. Rini Juni Astuti dari FEB UMY menekankan bahwa kondisi ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, job hugging dapat menunjukkan loyalitas dan rasa aman dalam bekerja.Baca juga artikel yang menjelaskan PPPK Paruh Waktu Dapat Tunjangan Apa Saja? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini!Tapi di sisi lain, menurut Dr. Rini Juni, terlalu lama berada dalam zona nyaman justru berpotensi menimbulkan stagnasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya stabil, tetapi juga memberi ruang bagi karyawan untuk berkembang.Faktor-Faktor Penyebab Job HuggingFenomena job hugging tidak muncul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait. Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi menekankan bahwa keamanan finansial dan stabilitas pekerjaan menjadi alasan paling dominan.Perlu Anda ketahui, kini banyak pekerja memilih bertahan pada pekerjaan yang ada, meski tidak sesuai harapan, karena takut menghadapi risiko di luar sana. Situasi pasar kerja yang sulit dalam lima tahun terakhir memperkuat pilihan ini.Kemudian angka pengangguran Indonesia yang mencapai 7,4 persen (rekor tertinggi di Asia Tenggara) juga membuat persaingan semakin ketat, terutama bagi lulusan baru. Dalam kondisi seperti ini, bertahan pada pekerjaan yang ada dianggap lebih aman dibanding mencari peluang baru yang belum pasti.Di sisi lain, Dr. Rini Juni Astuti menambahkan bahwa rasa aman dan persepsi risiko juga berperan penting. Banyak karyawan khawatir kehilangan stabilitas finansial maupun psikologis, bahkan ada yang kurang percaya diri menghadapi tantangan baru.Hal ini dipengaruhi oleh budaya kerja di Indonesia yang kolektif, hierarkis, dan paternalistik turut memperkuat job hugging.Loyalitas terhadap organisasi dan atasan seringkali dianggap sebagai bentuk dedikasi, sehingga meski karier stagnan, pekerja tetap memilih bertahan.Selain itu, sistem manajemen SDM perusahaan juga berpengaruh. Jalur karier yang tidak jelas, penghargaan yang statis, serta minimnya program pengembangan kompetensi dapat memperkuat job hugging.Sebaliknya, praktik modern seperti talent management, rotasi kerja, reward berbasis kinerja, hingga coaching dan mentoring bisa menjadi strategi efektif untuk mengelola fenomena ini agar loyalitas tetap terjaga tanpa mengorbankan produktivitas.Job hugging memang memberi rasa aman, namun juga bisa membatasi perkembangan karier. Jadi kunci utamanya ada pada keseimbangan, dengan tetap loyal pada pekerjaan, tapi jangan takut melangkah keluar dari zona nyaman demi masa depan yang lebih baik.Selain pembahasan mengenai Job Hugging, ikuti artikel-artikel menarik lainnya di  VOI, untuk mendapatkan kabar terupdate jangan lupa follow dan pantau terus semua akun sosial media kami!