Industri tekstil (antara)JAKARTA - Majelis Rayon Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) pesimistis Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menurunkan kuota impor tekstil.Mereka menduga sejumlah pejabat Kemenperin terlibat dalam jaringan mafia impor."Kemenperin pasti akan mengikuti permintaan mereka karena beberapa oknum pejabat kemenperin terlibat aktif dalam jaringan mafia ini," ujar Direktur Eksekutif KAHMI Agus Riyanto dalam keterangan resmi yang diterima VOI, Senin, 22 September. Agus meminta, aparat penegak hukum menyelidiki praktik importasi ilegal yang menurutnya sudah berlangsung lebih dari lima tahun. Dia menuding, pejabat Kemenperin kerap beralasan kuota impor diberikan karena produsen dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar."Seharusnya Pa Menteri membuka mata dan telinga lebih lebar, tutupnya puluhan perusahaan yang melakukan PHK ratusan ribu karyawan justru diakibatkan oleh tingginya kuota impor dari Kemenperin," tegas dia.Keresahan soal tingginya kuota impor juga disampaikan Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Tekstil-Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA Tekstil) dan Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB). IPKB meminta kuota impor pakaian jadi dibatasi maksimal 50.000 ton per tahun. Alasannya, kapasitas produksi garmen nasional sudah mencapai 2,8 juta ton.IPKB juga mendesak Kemenperin transparan dalam menghitung kebutuhan tekstil serta menetapkan perusahaan penerima kuota impor.Sementara itu, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFl) menyambut positif janji Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk memberantas impor ilegal. "Kalangan produsen tekstil nasional hampir putus asa menghadapi praktik importasi illegal," terang Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wiraswasta. Redma mengutip data tradmap.org yang mencatat nilai impor tekstil dan pakaian dari Tiongkok tidak tercatat di Bea Cukai mencapai 1,5-2 miliar dolar AS per tahun. Angka itu setara dengan 28.000 kontainer barang impor illegal. "Dengan pernyataan Menkeu kemarin, setidaknya satu masalah ada titik cerah untuk diatasi, tinggal kami menyelesaikan permasalahan tingginya kuota impor," tuturnya.Dia menambahkan, saat ini pengusaha intens berkomunikasi dengan Kemenperin terkait perhitungan permintaan dan penawaran, dengan harapan kebijakan kuota tidak mematikan produsen lokal.