DPRD Jabar Usulkan Tim Khusus Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis

Wait 5 sec.

Ilustrasi makan bergizi gratis (ANTARA)BANDUNG – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto dinilai sebagai langkah monumental untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan anak-anak Indonesia. Namun, implementasinya di lapangan menuai persoalan serius hingga memicu desakan evaluasi.Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Iwan Suryawan, mengusulkan pembentukan tim khusus evaluasi untuk menindaklanjuti masalah yang muncul dalam pelaksanaan MBG, terutama di wilayah Jawa Barat.“Kami sangat mengapresiasi niat mulia Presiden Prabowo melalui program MBG. Tapi niat baik presiden saja tidak cukup. Jika di lapangan menimbulkan risiko kesehatan, semua pembantunya perlu turun tangan. Ini soal keselamatan anak-anak kita,” kata Iwan dalam keterangannya, Senin 22 September.Usulan tersebut mencuat setelah serangkaian kasus keracunan massal dialami siswa sekolah di sejumlah daerah, termasuk Garut, Tasikmalaya, Bogor, dan Cianjur. Kasus terbaru di Garut melibatkan sekitar 150 pelajar dengan gejala keracunan ringan, sementara di Tasikmalaya belasan siswa dilaporkan mual dan muntah.Menurut catatan lembaga pemantau pendidikan, hingga pertengahan September 2025 lebih dari 5.360 siswa di berbagai provinsi — mulai Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sulawesi dan Maluku — mengalami gejala serupa setelah mengonsumsi makanan MBG.Iwan menilai kejadian tersebut bukan insiden biasa, melainkan sinyal kuat bahwa program perlu dievaluasi menyeluruh. Ia menekankan pentingnya tim independen untuk turun langsung ke lapangan dan mengumpulkan data faktual, bukan hanya mengandalkan laporan administratif.“Laporan di atas kertas tidak cukup. Evaluasi harus objektif dan menyentuh akar masalah,” tegas politisi PKS itu.Selain pengawasan yang lemah, Iwan juga menyoroti serapan anggaran MBG yang telah mencapai Rp15,7 triliun per awal September. Ia menilai keberhasilan tidak bisa diukur hanya dari besarnya dana yang terserap.“Kalau dana terserap tapi kualitas makanannya membahayakan, itu bukan keberhasilan. Kita tidak boleh terjebak pada pencapaian angka, tapi mengabaikan keselamatan anak-anak,” ujarnya.Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya membuka kemungkinan realokasi anggaran MBG karena rendahnya serapan di sejumlah daerah. Namun, Iwan meminta pemerintah berhati-hati mengambil keputusan.“Kalau masalahnya ada di teknis dan manajemen, kenapa anggarannya yang harus dikorbankan? Solusinya belum tentu tarik anggaran, tapi perbaiki sistemnya. Kita berbaik sangka dulu kepada pemerintah untuk berkolaborasi membenahi,” katanya.Hingga kini, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 8.344 unit Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) aktif. Targetnya mencapai 10 ribu unit pada akhir September dan 20 ribu pada Oktober, dengan estimasi serapan anggaran menembus Rp20 triliun dalam dua bulan ke depan.Namun, Iwan menegaskan peningkatan jumlah SPPG dan anggaran tidak akan berarti tanpa pengawasan kualitas yang ketat. Ia mengusulkan pelibatan ahli pangan dan gizi, serta penguatan kerja sama lintas sektor dengan dinas kesehatan daerah.“Tidak bisa hanya mengandalkan vendor. Harus ada tim quality control yang bekerja reguler dan independen. Ini soal standar kesehatan, bukan sekadar penyediaan makanan massal,” tandasnya.Sebagai bentuk pengawasan publik, Iwan juga mengimbau masyarakat dan orang tua siswa untuk aktif melaporkan jika menemukan makanan MBG yang tidak layak konsumsi.“Ini bukan soal politik atau oposisi. Ini soal nyawa anak-anak kita. Semua pihak harus terlibat aktif — pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat luas,” tutupnya.