Karyawan mengamati layar pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/9). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTOAsosiasi Emiten Indonesia (AEI) merespons rencana regulator menaikkan ambang batas kepemilikan saham publik (free float) di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi minimal 10 persen.Free float adalah porsi saham suatu perusahaan yang dimiliki oleh publik dan dapat diperdagangkan bebas di pasar.Artinya, saham tersebut tidak termasuk yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali, manajemen (direksi, komisaris), atau karyawan perusahaan. Free float menggambarkan berapa banyak saham yang benar-benar “beredar” dan bisa dibeli-jual oleh investor di bursa.Direktur Eksekutif AEI, Gilman Nugraha, menilai rencana tersebut positif dan dapat meningkatkan likuiditas pasar, sekaligus membuat Indonesia sejajar dengan pasar modal regional."Tentunya kalau market lebih liquid lebih bagus enggak? Pastinya lebih bagus gitu ya. Dan itu juga ada dua sisi nih. Jadi kalau di sisinya emitennya juga lebih oke gitu ya," jelas Gilman ketika ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (23/9).Selain itu, kata dia, likuiditas yang tinggi bakal memberi kenyamanan bagi investor global, khususnya dengan modal besar. Dengan free float yang memadai, mereka bisa masuk dan keluar dari suatu saham tanpa khawatir kesulitan mencari likuiditas di pasar.Namun, Gilman menekankan setiap kebijakan pasti memiliki dampak yang harus dipertimbangkan secara matang.Gilman menyebut akan berdiskusi dalam forum internal melalui komite dan berkoordinasi intensif dengan BEI sebelum memberikan masukan resmi terkait kebijakan free float."Kalau likuiditas naik juga semua happy. Nggak cuman bursa SRO doang tapi juga semua entitas dan investor juga happy. Jadi menurut saya sih itu masih bisa dikaji, masih bisa didiskusikan," lanjut dia.Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Gilman Nugraha di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (23/9/2025). Foto: Muhammad Fhandra/kumparanPada 18 September 2025 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan yang bakal mewajibkan minimal 10 persen saham beredar dimiliki oleh publik.Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan aturan ini bertujuan meningkatkan likuiditas dan menciptakan harga pasar yang lebih wajar."Free float akan kami atur minimal 10 persen, tetapi kami juga akan mempertimbangkan kapitalisasi pasar,” ujar Inarno dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/9).Menurut Inarno, free float yang terlalu rendah membuat saham sulit ditransaksikan sehingga tidak mencerminkan harga pasar secara akurat."Penguasan efek yang ditawarkan dalam rangka IPO oleh sebagian kecil pelaku pasar modal enggak akan mampu menciptakan likuiditas bagi efek bersangkutan," kata Inarno.