Publik Geram Strobo Ilegal, Pakar: Karena Ada Penyalahgunaan

Wait 5 sec.

Kendaraan berotator melintasi Tol Dalam Kota di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (19/9/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanFenomena penggunaan lampu strobo dan sirine ilegal kembali jadi sorotan publik. Belakangan, muncul gerakan spontan dari masyarakat dengan gerakan 'Tot Tot Wuk-Wuk’ sebagai bentuk penolakan terhadap praktik penyalahgunaan atribut kendaraan tersebut.Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menilai langkah ini wajar dan patut didukung. Menurutnya, masyarakat sudah terlalu lama dibuat resah oleh pengguna jalan yang menyalahgunakan strobo maupun sirine tanpa hak.“Konklusinya saya sangat setuju ya. Kesimpulannya, opini saya sangat setuju. Karena saat sekarang, sudah lama sekali, yang namanya abuse of condition. Satu, karena ketidak mengertian, dua, karena penyalahgunaan,” ujar kepada kumparan, Jumat (19/9/2025).Kendaraan berotator melintasi Tol Dalam Kota di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (19/9/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanIa menjelaskan, regulasi mengenai penggunaan strobo dan sirene sebenarnya sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 134. Dalam aturan tersebut, hanya ada tujuh kelompok prioritas yang diperbolehkan menggunakan fasilitas itu.“Bahkan presiden saja adalah prioritas keempat. Kalau bertemu tiga kelompok di atas yaitu pemadam kebakaran, ambulans yang sedang membawa pasien, dan kendaraan yang sedang membawa korban kecelakaan maka presiden harus mengalah,” tegasnya.Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yang dimaksud Jusri sangat erat kaitannya dengan hak prioritas pengguna jalan serta penggunaan lampu isyarat/sirene.Kendaraan yang mendapat hak utama di jalan adalah:Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.Ambulans yang mengangkut orang sakit.Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia.Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara. Iring-iringan pengantar jenazah.Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia.Kendaraan berotator melintasi Tol Dalam Kota di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (19/9/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanLebih jauh, Jusri juga menyoroti banyaknya pejabat maupun kendaraan pribadi yang kerap menggunakan strobo tanpa pengawalan resmi. Padahal, dalam prosedur standar operasional (SOP), kelompok pejabat negara seperti presiden pun wajib mendapatkan pengawalan untuk bisa menggunakan hak prioritas di jalan.“Sekarang kita lihat fenomenanya banyak tanpa pengawalan. Satu, banyak yang tidak berhak menggunakan atribut strobo dan sirene, tapi meminta prioritas. Ini kacau. Kacau ini,” katanya.Stiker gerakan Stop Sirene dan Strobo di Jalan. Foto: Dok. IstimewaMunculnya gerakan masyarakat untuk menolak strobo ilegal disebut Jusri sebagai momentum yang tepat. Ia menilai penolakan itu menandakan tingkat kejenuhan publik sudah memuncak akibat ulah segelintir pengguna jalan yang merasa berhak menguasai lalu lintas.“Jadi kalau sekarang ramai-ramai masyarakat menolak, sudah waktunya. Karena sudah jenuh dengan kondisi yang ada,” pungkasnya.