Kotoran Telinga Ternyata Bisa Jadi Petunjuk Kesehatan, dari Bau hingga Warnanya

Wait 5 sec.

Ilustrasi membersihkan telinga. Foto: Melly Meiliani/kumparanKotoran telinga atau serumen sering dianggap salah satu cairan tubuh yang paling menjijikkan. Namun jangan salah, cairan kecil yang sering kita sepelekan ini ternyata punya manfaat.Pertama, serumen melindungi telinga dari kotoran, bakteri, dan air. Kedua, kotoran telinga bisa memberi tahu banyak hal tentang kondisi kesehatan kita.Biasanya, kotoran telinga berwarna oranye kekuningan. Awalnya ia berwarna kuning pucat, lalu makin gelap seiring usia dan ketika bercampur dengan debu serta bakteri. Semua rentang warna dari kuning pucat hingga cokelat keemasan masih tergolong normal.Namun ada warna tertentu yang patut diwaspadai. Menurut Cleveland Clinic, seseorang harus segera menghubungi tenaga medis jika kotoran telinga berwarna hijau. Warna ini bisa menandakan adanya infeksi.Kotoran berwarna hitam juga mencurigakan, biasanya muncul pada orang yang mengalami sumbatan kotoran telinga. Sementara itu, kotoran cokelat dengan bercak merah bisa menandakan adanya luka di dalam saluran telinga. Jika disertai cairan yang keluar, bisa jadi itu tanda gendang telinga pecah.Bau yang Mengungkap PenyakitTak hanya warna, aroma kotoran telinga juga bisa jadi petunjuk penting. Salah satunya terkait penyakit metabolik langka bernama maple syrup urine disease. Penyakit bawaan ini mematikan bila tidak segera ditangani, dan salah satu cara paling mudah mendeteksinya adalah dengan mencium bau kotoran telinga bayi yang lahir.“Kotorannya benar-benar berbau seperti sirup maple,” kata Rabi Ann Musah, ahli kimia dari Louisiana State University, mengutip IFL Science.Pelayanan korek kuping di pangkas rambut Ko Tang, Glodok, Jakarta Barat. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparanJika kotoran telinga berbau musky (seperti bau tubuh), ada kemungkinan berkaitan dengan penyakit Parkinson. Fenomena ini pertama kali terungkap dari Joy Milne, mantan perawat asal Inggris, yang bisa mengenali Parkinson hanya lewat penciuman. Kini, peneliti dari Zhejiang University telah mengembangkan sistem deteksi berbasis aroma kotoran telinga dengan tingkat akurasi mencapai 94 persen.Selain warna dan bau, tekstur kotoran telinga juga pernah dikaitkan dengan risiko penyakit serius. Sebuah studi di Jepang menemukan bahwa kotoran telinga basah —lebih umum pada orang kulit putih dan hitam dibanding Asia Timur— berhubungan dengan gen ABCC11, yang sempat dikaitkan dengan tingginya risiko kanker payudara.Namun, penelitian lanjutan menunjukkan tidak ada bukti kuat bahwa gen ini benar-benar meningkatkan risiko kanker. Artinya, tekstur kotoran telinga mungkin bukan indikator pasti untuk kanker, meski tetap memberi gambaran tentang kondisi genetik seseorang.Kenapa kotoran telinga bisa jadi jendela kesehatan? Jawabannya ada pada komposisinya. Darah lebih sering dipakai untuk tes medis, tapi kotoran telinga punya keunggulan tersendiri.“Kandungan dalam darah cenderung larut dalam air. Sementara kotoran telinga kaya lipid (lemak) yang lebih tahan lama dan menyimpan banyak informasi,” jelas Perdita Barran, profesor kimia dari University of Manchester.Bahkan, sebuah studi pada 2019 menunjukkan peneliti bisa membedakan dengan akurasi sempurna mana sampel kotoran telinga yang berasal dari pasien kanker dan mana yang sehat. Meski jenis kankernya tak bisa diidentifikasi, temuan ini membuka jalan baru bagi deteksi dini kanker.“Sebagian besar kanker yang didiagnosis pada tahap awal punya tingkat kesembuhan hingga 90 persen. Bayangkan bila kita bisa mendeteksinya lebih dini lewat kotoran telinga,” kata Nelson Roberto Antoniosi Filho, profesor kimia dari Federal University of Goiás, Brasil.Dengan semua fakta ini, lain kali saat kamu tergoda mengambil cotton bud, ingatlah, dokter justru melarang memasukkan benda itu ke dalam telinga. Biarkan telinga membersihkan dirinya secara alami.Kotoran telinga bukan sekadar melindungi gendang telinga dari kotoran. Lebih dari itu, ia bisa jadi kode rahasia yang memberi petunjuk tentang kesehatan tubuhmu.