Klasika Kecam Penyitaan Buku Dijadikan Barang Bukti Kerusuhan

Wait 5 sec.

Ilustrasi sususan buku di sebuah toko buku. | Foto: Pixabay.comLampung Geh, Bandar Lampung - Kelompok Studi Kader (Klasika) mengecam langkah aparat kepolisian yang menyita buku dan menjadikannya barang bukti dalam sejumlah kasus kerusuhan demo di Bandung, Jakarta, hingga Surabaya.Direktur Klasika, Ahmad Mufid, mengungkapkan praktik itu sebagai bentuk kriminalisasi pemikiran sekaligus ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi.“Jika buku disita hanya karena isi atau paham yang dianggap berbahaya tanpa bukti konkret keterlibatannya dalam tindak pidana, maka penyitaan itu cacat prosedur dan melanggar hak atas kepastian hukum,” ujarnya (20/9)Mufid mengatakan, hak untuk memiliki dan membaca buku dilindungi konstitusi. Pasal 28E ayat (2) dan 28F UUD 1945 menjamin kebebasan berekspresi serta hak setiap orang untuk memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi.“Artinya, praktik penyitaan buku tanpa mekanisme peradilan jelas bertentangan dengan konstitusi,"ujarnya.Direktur Klasika, Ahmad Mufid | Foto: KlasikaMenurut Mufid, penyitaan buku tanpa mekanisme peradilan juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6-13-20/PUU-VIII/2010, yang menegaskan hanya pengadilan berwenang menyatakan sebuah buku terlarang.“Buku adalah ruang gagasan, bukan alat kekerasan. Menyita buku tanpa hubungan langsung dengan perbuatan pidana adalah tindakan yang catat prosedur dan melanggar prinsip hukum yang adil,"ujarnya.KLASIKA menyatakan tiga sikap. Pertama, menolak bangkitnya praktik otoritarianisme yang menggunakan dalih keamanan untuk membredel buku.Kedua, mendesak aparat menghentikan penyitaan buku yang tak relevan dengan tindak pidana. Ketiga, meminta pemerintah menghormati kebebasan akademik dan kebebasan berekspresi sebagaimana dijamin UUD 1945. (Taufik/Put)