Foto : https://www.freepik.com/Situasi sosial dan politik di Indonesia belakangan ini terasa begitu riuh. Buka media sosial, linimasa dipenuhi perdebatan sengit. Bertemu teman, topik pembicaraan tak jauh dari isu-isu yang memanaskan telinga. Kabar simpang siur dan hoaks berseliweran tanpa henti, membuat kita sulit membedakan mana fakta dan mana fiksi.Tanpa disadari, paparan informasi yang intens ini menguras energi dan emosi. Perasaan cemas, marah, frustrasi, hingga kelelahan mental (mental fatigue) menjadi tamu yang tak diundang. Kondisi ini nyata dan jika dibiarkan, dapat berdampak serius pada kesehatan mental kita.Lalu, bagaimana caranya agar kita tetap waras dan sehat secara mental di tengah pusaran ketidakpastian ini? Ini bukan tentang menjadi apatis, tetapi tentang menjadi bijak dalam melindungi aset kita yang paling berharga: pikiran yang sehat. Berikut beberapa cara yang bisa kita terapkan.Untuk menjaga kesehatan mental, langkah pertama adalah menerapkan diet informasi dengan membatasi doomscrolling. Sama seperti tubuh yang butuh istirahat dari makanan tidak sehat, pikiran kita pun perlu jeda dari informasi toksik. Kebiasaan menggulir linimasa tanpa henti untuk mencari berita negatif adalah pemicu utama kecemasan. Untuk mengatasinya, tetapkan jadwal spesifik untuk mengecek berita, misalnya 15 menit di pagi dan sore hari. Selain itu, jangan ragu memanfaatkan fitur mute atau unfollow pada akun-akun penyebar kebencian agar linimasa sebagai ruang pribadi kita tetap sehat.Selanjutnya, jadilah garda terdepan melawan hoaks dengan menyaring informasi sebelum membagikannya. Kecemasan sering kali diperparah oleh disinformasi yang sengaja dirancang untuk memancing emosi. Maka, selalu verifikasi sumber berita ke media tepercaya dan manfaatkan situs pengecek fakta seperti Turnbackhoax.id jika ragu. Yang terpenting, latihlah tahan jempol: tanyakan pada diri sendiri apakah sebuah berita sudah valid dan membawa kebaikan sebelum menekan tombol share.Frustrasi juga sering muncul dari perasaan tidak berdaya. Karena itu, penting untuk fokus pada lingkaran kendali Anda. Meskipun kita tidak bisa mengubah kebijakan secara langsung, kita selalu bisa mengalihkan energi pada hal-hal produktif yang bisa kita kontrol. Daripada menghabiskan waktu berdebat di kolom komentar, fokuslah menyelesaikan pekerjaan, merawat tanaman, atau belajar hal baru. Berkontribusi secara nyata di lingkungan terdekat, seperti membantu tetangga atau ikut serta dalam kegiatan lokal, akan jauh lebih bermakna.Sebagai makhluk sosial, kita tetap butuh ruang untuk berbagi pikiran. Namun, pastikan Anda mencari ruang diskusi yang sehat, bukan medan perang. Hindari kolom komentar media sosial yang hanya menguras energi. Sebaliknya, bicarakan keresahan Anda dengan teman atau keluarga tepercaya yang bisa diajak berdiskusi secara dewasa. Jangan takut untuk menetapkan batasan dengan berkata, "Mari kita ganti topik," karena menjaga kewarasan jauh lebih berharga daripada memenangkan perdebatan.Terakhir, saat pikiran terasa kalut, lakukan teknik grounding untuk kembali ke masa kini. Caranya bisa dengan melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki atau peregangan ringan. Pastikan juga untuk merawat diri dengan tidur yang cukup dan makan makanan bergizi, karena kesehatan fisik sangat menopang ketahanan mental. Selain itu, tenggelamkan diri dalam hobi yang tidak berhubungan dengan politik, seperti menonton film atau mendengarkan musik, untuk memberi jeda yang menyegarkan bagi pikiran.Menjaga kesehatan mental di tengah situasi politik yang tidak menentu bukanlah tanda kelemahan atau sikap tidak peduli. Justru, ini adalah strategi untuk bertahan dan membangun resiliensi. Sebab, pikiran yang jernih dan jiwa yang sehat adalah modal utama kita untuk bisa terus berpikir kritis dan berkontribusi positif bagi lingkungan sekitar, apa pun kondisi negaranya.