Ilustrasi makan bergizi gratis (ANTARA)JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah menghentikan sementara program makan bergizi gratis (MBG) untuk dilakukan evaluasi menyeluruh. Desakan ini muncul setelah kembali terjadi kasus keracunan massal yang dialami anak-anak, termasuk di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) di Tasikmalaya, Jawa Barat.“Peristiwa keracunan makanan yang dialami anak Indonesia dalam program MBG sudah tidak bisa ditolerir. Terakhir, anak-anak di usia sangat belia PAUD yang harus mengalaminya,” kata Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, melalui keterangan tertulis dikutip pada Minggu, 21 September.Menurut Jasra, kondisi tubuh anak usia dini berbeda jauh dengan orang dewasa. Anak-anak sulit mendeskripsikan kondisi kesehatannya, apalagi bila berasal dari keluarga yang kurang peka atau tidak memberi perhatian cukup. “Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak,” ujarnya.Ia mengibaratkan program MBG seperti mobil yang dipacu terlalu cepat hingga tidak sempat melihat kondisi di depan. Pemerintah, kata dia, perlu injak rem sejenak untuk memperkuat pengawasan, instrumen panduan, dan standar keamanan pangan sebelum melanjutkan program.KPAI bersama Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan World Vision Indonesia (WVI) sebelumnya melakukan survei suara anak terkait program MBG di 12 provinsi dengan melibatkan 1.624 responden. Hasilnya, sebanyak 583 anak mengaku pernah menerima makanan MBG yang rusak, bau, atau basi. Bahkan 11 responden tetap mengonsumsi makanan tersebut karena berbagai alasan.Anak-anak juga menyampaikan keluhan soal kualitas dan higienitas makanan. Beberapa responden menuliskan pengalaman menerima sayur dan buah yang berulat, makanan dengan bau tidak sedap, serta wadah penyajian yang kotor. Mereka meminta penyedia MBG menjaga makanan tetap segar, tidak basi, dan menyesuaikan menu dengan kebutuhan anak.Dari hasil survei itu, KPAI menilai ada empat masalah utama program MBG. Pertama, aspek higienitas dan keamanan pangan yang belum optimal. Kedua, ketepatan waktu dan penyajian makanan yang mengecewakan anak-anak. Ketiga, kurangnya edukasi gizi yang mendalam dan berkelanjutan. Keempat, program MBG masih cenderung ditekankan pada aspek ekonomi, bukan gizi anak“Prinsip perlindungan anak harus menjadi pedoman, mulai dari kepentingan terbaik anak hingga penghargaan terhadap pendapat mereka,” kata Jasra. Ia menegaskan pemerintah wajib memastikan makanan bergizi gratis yang diberikan aman, berkualitas, dan tidak menimbulkan risiko keracunan massal.