Ilustrasi produk pertanian (@lovepik)BOGOR – Lamanya proses uji laboratorium dan mahalnya biaya pemeriksaan mutu kerap menjadi kendala bagi petani maupun eksportir dalam memenuhi standar pasar global.Menjawab persoalan itu, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University, Prof I Wayan Budiastra, menawarkan terobosan dengan mengembangkan teknologi pemeriksaan mutu yang lebih cepat, murah, dan kompetitif.Selama lebih dari dua dekade, Prof Budiastra menekuni riset teknologi non-destruktif, di antaranya Near Infrared Spectroscopy (NIR), teknologi ultrasonik, serta Electrical Impedance Spectroscopy (EIS).“Inovasi ini lahir dari kebutuhan untuk memenuhi tuntutan mutu di pasar global, mempersingkat waktu analisis, sekaligus menekan biaya dan penggunaan bahan kimia,” ujar Prof Budiastra dalam keteranganya, Minggu 21 September.Selama ini, pemeriksaan mutu produk pertanian masih mengandalkan metode kimia di laboratorium dengan sistem sampling. Proses tersebut bisa memakan waktu hingga dua pekan, dengan biaya Rp200.000–Rp500.000 per sampel.Menurut Budiastra, teknologi yang dikembangkannya dirancang agar bisa diakses petani, koperasi, industri, maupun eksportir. Fokus penelitiannya diarahkan pada komoditas ekspor unggulan seperti mangga, manggis, kopi, pala, lada, dan kelapa sawit.Hasil riset menunjukkan, NIR mampu memprediksi kandungan gula dan asam pada mangga, kadar kafein pada kopi, hingga kadar lemak sawit dengan akurasi tinggi. Selain itu, Budiastra juga merancang alat portabel berbasis UV-VIS-NIR untuk menentukan kematangan buah sawit di kebun. “Alat ini bisa mencapai akurasi 100 persen dengan bantuan kecerdasan buatan berbasis machine learning,” ujarnya.Teknologi ultrasonik dan EIS pun memperlihatkan potensi besar dalam memprediksi kualitas internal buah berkulit tebal, meski masih dalam tahap prototipe. Penelitian terbaru bahkan tengah mengkaji penggunaan sensor untuk sortasi tandan buah segar pada industri crude palm oil (CPO).Tak berhenti di situ, Budiastra juga mengembangkan inovasi pengolahan hasil berbasis gelombang elektromagnetik. Salah satunya ultrasound assisted extraction (UAE) yang mampu mempercepat ekstraksi senyawa aktif hingga 24 kali lebih cepat. Adapun Greenhouse Effect (GHE) Dryer terbukti mampu mempercepat proses curing vanili menjadi hanya 12 hari dengan mutu terbaik.Ia berharap inovasi tersebut mendapat dukungan kebijakan agar bisa diproduksi massal dan diterapkan di lapangan. “Dengan penerapan teknologi ini, daya saing komoditas unggulan akan meningkat, sekaligus mendongkrak pendapatan petani dan industri kecil,” pungkasnya.