Ilustrasi negara Palestina. (UN Photo/Manuel Elías)JAKARTA - Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal mengakui Negara Palestina pada Hari Minggu, langkah yang didasari rasa prihatin atas perang Gaza dan bertujuan untuk mendorong solusi dua negara.Keputusan empat negara yang secara tradisional bersekutu dengan Israel, sejalan dengan lebih dari 140 negara lain yang juga mendukung aspirasi Palestina untuk membentuk tanah air yang merdeka dari wilayah pendudukan.Keputusan Inggris ini memiliki simbolisme tersendiri, mengingat peran besarnya dalam pembentukan Israel sebagai negara modern pasca Perang Dunia II."Hari ini, untuk menghidupkan kembali harapan perdamaian bagi Palestina dan Israel, serta solusi dua negara, Inggris secara resmi mengakui Negara Palestina," kata Perdana Menteri Keir Starmer, melansir Reuters 22 September."Krisis kemanusiaan buatan manusia di Gaza mencapai titik terendah. Pengeboman yang terus-menerus dan terus meningkat oleh pemerintah Israel di Gaza, serangan beberapa minggu terakhir, serta kelaparan dan kehancuran yang terjadi benar-benar tak tertahankan," lanjutnya.PM Starmer menulis surat kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk mengonfirmasi keputusan Inggris, dengan menyatakan London telah mendukung tanah air bagi Yahudi pada tahun 1917 sekaligus berjanji untuk melindungi hak-hak komunitas non-Yahudi.Pemerintah Barat telah berada di bawah tekanan dari banyak pihak di partai dan penduduk mereka yang marah atas meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza, gambaran anak-anak yang kelaparan, dan ketidakmampuan negara mereka untuk mengendalikan Israel, bahkan terus menyediakan senjata.Saat mengumumkan keputusan negaranya, Perdana Menteri Kanada Mark Carney mengatakan, hal itu akan memberdayakan mereka yang menginginkan koeksistensi damai dan mengakhiri Hamas."Kanada mengakui Negara Palestina dan menawarkan kemitraan kami dalam membangun janji masa depan yang damai bagi Negara Palestina dan Negara Israel," kata PM Carney."Ini sama sekali tidak melegitimasi terorisme, juga bukan imbalan untuk itu," tambahnya.Sementara, Menteri Luar Negeri Portugal, Paulo Rangel, mengatakan pengakuan ini merupakan "garis fundamental kebijakan luar negeri Portugal".Berbicara kepada wartawan di markas besar misi tetap Portugal untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, ia mengatakan: "Portugal menganjurkan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil dan abadi, gencatan senjata sangat mendesak."Rangel juga mengatakan, mengakui Negara Palestina "tidak menghapus bencana kemanusiaan di Gaza," dan ia juga mengutuk situasi kelaparan di sana, kehancuran, dan "ekspansi permukiman Israel di Tepi Barat."Sedangkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyatakan bahwa "Australia mengakui hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri," dan menambahkan bahwa pengakuan ini "mencerminkan komitmen berkelanjutan Australia terhadap solusi dua negara, yang merupakan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut," dikutip dari WAFA.Negara-negara lain, termasuk Prancis, diperkirakan akan mengikuti langkah ini di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.Diketahui, konflik terbaru di Jalur Gaza, Palestina, menyusul serangan kelompok militan Palestina yang dipimpin Hamas ke Israel selatan yang diklaim menewaskan 1.200 orang dan 251 lainnya disandera pada 7 Oktober 2023, menurut perhitungan Israel.Itu dibalas dengan serangan udara, blokade, hingga operasi darat yang digelar Israel di Jalur Gaza. Sempat menyepakati gencatan senjata pada 19 Januari hingga 18 Maret, Israel kembali melanjutkan operasi militernya. Terbaru, Israel meningkatkan operasi darat untuk mengusai Kota Gaza, setelah mendapat persetujuan kabinet negara itu bulan lalu.Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza mengonfirmasi pada Hari Minggu, jumlah korban tewas Palestina sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai 65.283 orang, sementara 166.575 lainnya luka-luka, dikutip dari Sana.Angka itu termasuk 2.523 orang tewas dan 18.473 luka-luka saat mencari bantuan, serta 440 orang yang tewas akibat kelaparan di mana 147 di antaranya anak-anak.