KPK Jerat Kajari HSU Tersangka Pemerasan, Diduga Terima Rp 804 Juta

Wait 5 sec.

KPK memamerkan uang tunai yang disita sebagai barang bukti terkait OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparanKPK menjerat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel), Albertinus Parlinggoman Napitupulu, sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemerasan.Albertinus dijerat sebagai tersangka bersama dua anak buahnya, yakni Kasi Intelijen Kejari HSU, Asis Budianto, dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi.Adapun kasus itu terungkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang digelar pada Kamis (18/12) lalu."Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, diputuskan naik ke tahap penyidikan," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12) dini hari."Kemudian setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka," jelas dia.Dalam operasi senyap itu, KPK awalnya menangkap sebanyak 21 orang. Dari jumlah itu, sejumlah 6 orang di antaranya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.Selain Albertinus dan Asis, para pihak yang dibawa ke Jakarta yakni Kepala Dinas Pendidikan HSU, Rahman; Kepala Dinas Kesehatan HSU, Yandi; serta Hendrikus dan Rahmad Riyadi selaku pihak lainnya.Adapun dalam jumpa pers penetapan tersangka, hanya Albertinus dan Asis yang ditampilkan di hadapan awak media dan dilakukan penahanan oleh penyidik KPK.KPK memamerkan uang tunai yang disita sebagai barang bukti terkait OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparanSementara itu, Tri Taruna yang merupakan Kasi Datun HSU masih dilakukan pencarian oleh lembaga antirasuah.Asep pun meminta Tri Taruna agar kooperatif dan segera menyerahkan diri ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta."Tadi disebutkan bahwa ditetapkan tiga orang tersangka, tetapi yang tadi ditampilkan dan kemudian ditahan oleh kami itu baru dua. Karena yang satunya masih dalam pencarian," ucap Asep."Tentunya kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya," imbuhnya.Adapun terhadap Albertinus dan Asis dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama, yakni sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.Konstruksi KasusAsep menjelaskan, bahwa setelah menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara.Pihak yang menjadi perantara yakni Asis Budianto selaku Kasi Intelijen Kejari HSU, Tri Taruna Fariadi selaku Kasi Datun Kejari HSU, serta pihak lainnya."Bahwa penerimaan uang tersebut, berasal dari dugaan tindak pemerasan APN kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)," tutur Asep.Asep menyebut, permintaan itu disertai ancaman dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut tidak ditindaklanjuti proses hukumnya."Dalam kurun November-Desember 2025, dari permintaan tersebut, APN [Albertinus Parlinggoman Napitupulu] diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara," ucap dia.Asep menerangkan, melalui perantara Tri Taruna, Albertinus diduga menerima dari Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp 270 juta dan Direktur RSUD HSU sebesar Rp 235 juta.Kemudian, melalui perantara Asis, yaitu penerimaan dari Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp 149,3 juta.Asep menyebut, bahwa selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi."Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta, tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi," papar dia.Tak hanya itu, Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan rincian:Transfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta; danDari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp 45 juta.Sementara itu, masing-masing terhadap Asis Budianto dan Tri Taruna selaku perantara Albertinus juga diduga menerima aliran dana dari sejumlah pihak."ASB [Asis Budianto] yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025 diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp 63,2 juta," terang Asep."Sementara itu, selain menjadi perantara APN, terhadap TAR [Tri Taruna] juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp 1,07 miliar," imbuhnya.Rincian penerimaan uang oleh Tri Taruna yakni pada 2022 yang berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp 930 juta, dan pada 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta.Dalam operasi senyap ini, kata Asep, KPK turut menyita uang tunai sebesar Rp 318 juta dari rumah Albertinus sebagai barang bukti."Dari kegiatan tertangkap tangan ini,KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman APN berupa uang tunai sebesar Rp 318 juta," pungkasnya.Akibat perbuatannya, Albertinus dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.Belum ada komentar dari para tersangka terkait kasus yang menjeratnya.