Langkah Purbaya Tunda Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Tepat untuk Industri

Wait 5 sec.

Karyawan melintas di depan lemari pendingin minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova WahyudMenteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan menunda penerapan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK), setidaknya hingga ekonomi Indonesia mencapai 6 persen.Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE, Muhammad Faisal, menilai kebijakan penundaan penerapan cukai minuman berpemanis sudah tepat dan patut didukung. Mengingat kondisi ekonomi dan sektoral saat ini memang belum sepenuhnya pulih.Menurutnya, kinerja industri minuman masih berada dalam tekanan sehingga belum tepat jika beban tambahan berupa cukai diberlakukan saat ini.“Kalau dikenakan (cukai) itu ya, bukan hanya kena ke industrinya sebelumnya, tapi juga ke tujuan utama dari cukai untuk pengendalian konsumsi gula, atau konsumsi kalori yang berasal dari minuman,” kata Faisal saat dihubungi kumparan, Sabtu (13/12).Ia menjelaskan, pengenaan cukai pada minuman berpemanis kemasan memang dapat menekan konsumsi akibat kenaikan harga, tetapi hal tersebut belum tentu mendorong masyarakat beralih ke pilihan yang lebih sehat atau rendah gula.Sebaliknya, konsumen dinilai berpotensi mengalihkan konsumsi ke alternatif lain yang tetap tinggi gula, seperti minuman dari kedai atau outlet nonkemasan yang tidak dikenakan cukai, maupun minuman manis yang dibuat sendiri di rumah.“Jadi tujuan itu tidak tercapai. Tapi kemudian industrinya justru malah yang kena sasaran, dan malah justru backfire terhadap perekonomian,” tutur Faisal.Menurutnya, kondisi ini berbalik merugikan perekonomian, karena tekanan terhadap industri berpotensi memicu pengurangan tenaga kerja dan memperburuk kondisi ekonomi. Terutama di tengah tren pemutusan hubungan kerja yang masih meningkat.Lebih lanjut, Faisal menekankan penentuan waktu penerapan cukai tidak seharusnya hanya didasarkan pada indikator pertumbuhan ekonomi makro, seperti target 6 persen yang sebelumnya dicanangkan Menkeu Purbaya. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan kondisi seluruh sektor.“Bisa jadi (perekonomian Indonesia sudah) 6 persen tapi industri makanan minuman nya tidak baik-baik saja. Yang 6 persen itu bisa jadi didorong oleh industri yang lain. Jadi lihat juga kondisi industri yang bersangkutan,” jelas Faisal.Ilustrasi minuman energi dalam kemasan kaleng Foto: dok. Irish ExaminerChief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta, menilai rencana penerapan cukai minuman berpemanis yang beberapa kali ditunda dikarenakan implementasinya yang tidak sederhana dan perlu mempertimbangkan berbagai aspek.Menurut Rangga, pemerintah harus menimbang dua sisi sekaligus, yakni potensi tambahan penerimaan negara serta dampaknya terhadap industri terkait.“Karena kalau industri terpukul, otomatis pendapatan pajak dari sektor tersebut juga bisa terkena,” kata Rangga.Rangga pun menilai salah satu alasan utama penundaan MBDK pada beberapa kesempatan sebelumnya adalah kondisi daya beli masyarakat. Pengenaan cukai tambahan dinilai berpotensi dibebankan kepada konsumen, sehingga menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah.Ia pun memperkirakan dampak risiko shortfall penerimaan negara akibat penundaan kebijakan tersebut relatif kecil. Rangga membandingkan potensi penerimaan cukai minuman berpemanis dengan sektor lain seperti pertambangan yang dapat menyumbang puluhan triliun rupiah.“Kalau dari cukai pemanis, mungkin paling banyak Rp 4 triliun. Jadi kita pikir sih risikonya sangat-sangat kecil walaupun (cukai) ini ditunda,” tutur Rangga.Sebelumnya, Menkeu Purbaya menyatakan penerapan cukai tersebut lebih baik dijalankan ketika kondisi ekonomi Indonesia setidaknya sudah mencapai 6 persen.Katanya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum cukup kuat. Jika ekonomi sudah membaik, ia berjanji akan memberikan paparan mengenai MBDK.“Ke depan saya setuju kita akan lebih hati-hati lagi (memasukkan target cukai MBDK). Waktu saya masuk ke sini kan ini sudah ada dan kondisi waktu itu kelihatannya masih bagus,” tutur Purbaya saat rapat bersama Komisi XI di DPR, Jakarta, dikutip Sabtu (13/12).Pengenaan cukai MBDK pun sudah tercantum dalam APBN 2026, setorannya ditargetkan dapat mencapai Rp 7 triliun.