Harga Rumah Terus Merosot, Krisis Properti China Terus Berlanjut

Wait 5 sec.

Ilustrasi krisis properti di China. Foto: Jade Gao/AFPTren merosotnya harga rumah di China masih berlanjut hingga November 2025. Menyusutnya harga rumah berlanjut akibat tekanan ekonomi yang sudah berlangsung bertahun-tahun.Menurut Data Biro Statistik Nasional China yang baru saja dirilis, harga rumah baru di 70 kota turun 0,39 persen dibandingkan Oktober. Rumah subsidi negara tidak masuk dalam hitungan data ini.Pada bulan sebelumnya, penurunan bahkan mencapai 0,45 persen, yang merupakan kontraksi terdalam dalam setahun terakhir. Mengutip Bloomberg, rangkaian data tersebut mempertegas rapuhnya sektor properti China. Penurunan yang sudah berlangsung sekitar empat tahun terus membebani kepercayaan pasar dan menahan laju pertumbuhan ekonomi. "Kondisi ini diperparah oleh tekanan keuangan yang dialami sejumlah pengembang besar, termasuk China Vanke Co., yang kembali memunculkan kekhawatiran akan terulangnya krisis utang besar di industri properti," tulis laporan Bloomberg seperti yang dikutip kumparan, Senin (15/12).Realitas Pahit Penurunan harga rumah tercatat konsisten dari bulan ke bulan selama lebih dari dua tahun. Situasi ini membuat prospek pemulihan kian menantang. Analis Citigroup Inc. yang dipimpin Griffin Chan menilai pasar domestik berpotensi menghadapi realitas pahit pada 2026. Dalam laporan terbarunya, Citigroup memperkirakan nilai penjualan properti nasional masih bisa turun 11 persen tahun depan."Kecuali terjadi perbaikan signifikan pada likuiditas," tulis Bloomberg.Tekanan di sektor properti juga berdampak langsung pada rumah tangga. Mantan Menteri Keuangan China, Lou Jiwei, menyebut penurunan nilai properti telah memperburuk prospek keuangan keluarga dan berisiko menambah tekanan deflasi. Sejalan dengan itu, data terpisah yang dirilis pada hari yang sama menunjukkan pertumbuhan penjualan ritel menjadi yang terlemah sejak pandemi Covid-19.Krisis properti yang berkepanjangan membuat otoritas China kian waspada. Pemerintah tengah mengkaji sejumlah opsi kebijakan, mulai dari subsidi hingga pemotongan pajak, sebagaimana dilaporkan Bloomberg News.Dalam pertemuan ekonomi penting pekan lalu, para pembuat kebijakan juga berjanji mendorong akuisisi stok perumahan yang sudah ada, langkah yang dinilai krusial untuk menekan tingkat persediaan rumah yang masih sangat tinggi.Di sisi lain, pengendalian informasi juga mulai dilakukan. Pemerintah disebut meminta dua lembaga data swasta menghentikan sementara publikasi data penjualan rumah. Seluruh 70 kota besar yang dipantau pemerintah mencatat penurunan harga rumah bekas. Ini menjadi bulan ketiga berturut-turut di mana penurunan terjadi secara merata di semua kota tersebut.Ilustrasi krisis properti di China. Foto: Isaac Lawrence/AFPKepala riset properti China di UBS Group AG, John Lam, memperkirakan harga rumah masih akan terus melemah setidaknya dua tahun ke depan. "Nilai rumah bekas di kota-kota besar sudah turun lebih dari sepertiga dibandingkan level puncaknya, meski sebelumnya sempat optimistis terhadap pemulihan sektor ini," kata John.Tekanan juga terlihat dari sisi penjualan dan investasi. Penjualan properti residensial secara nasional anjlok 32,5 persen secara tahunan pada bulan lalu, menjadi penurunan terdalam sejak Agustus 2024. Investasi pengembangan real estate pun merosot 30 persen.Fitch Ratings sebelumnya telah memperingatkan bahwa penjualan rumah baru di berbagai wilayah masih berpotensi turun 15–20 persen sebelum sektor ini benar-benar stabil. Dengan prospek yang masih suram, Fitch menilai kredit bermasalah perbankan yang terkait sektor properti kemungkinan akan tetap berada pada level tinggi sepanjang tahun depan.