Pengacara Klarifikasi Aliran Uang Rp 809 M ke Nadiem: Tak Berkaitan Kebijakan

Wait 5 sec.

Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 Nadiem Makarim. Foto: Nadia Putri Rahmani/AntaraPenasihat hukum eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir, menyampaikan klarifikasi atas dakwaan yang dituduhkan oleh jaksa terhadap kliennya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.Dalam dakwaan jaksa, Nadiem disebut menerima keuntungan sebesar Rp809 miliar melalui pengadaan tersebut.Dalam klarifikasinya, Dodi menyebut pihaknya memahami dakwaan yang disampaikan oleh jaksa terhadap kliennya. Kendati demikian, kata dia, pihaknya perlu menyampaikan data faktual terkait aliran dana Rp809 miliar yang dimaksud.Dodi menerangkan bahwa uang tersebut merupakan bentuk aksi korporasi yang dilakukan oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) kepada PT Gojek Indonesia pada tahun 2021 dalam rangka persiapan melantai di bursa saham atau IPO.“Jadi, dari transaksi korporasi itu terdapat aliran dana sebesar Rp809,596 miliar. Benar, angka yang dikutip oleh jaksa benar. Jaksa menduga bahwa angka itu adalah angka yang diterima oleh Pak Nadiem,” ujar Dodi kepada wartawan di Kantor MR & Partners Law Office, Jakarta Selatan, Selasa (16/12).“Faktanya adalah transfer dana tersebut berasal dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021, dan transfer dana ini merupakan transaksi korporasi,” jelas dia.Ia menegaskan bahwa aksi korporasi tersebut tidak ada kaitannya dengan Nadiem meski kliennya sempat berkiprah di perusahaan tersebut sebelum menjabat sebagai menteri.Dodi juga menyebut aksi korporasi itu tidak ada hubungannya dengan kebijakan maupun proses pengadaan di Kemendikbudristek.“Tidak ada hubungan dengan Pak Nadiem. Tidak ada hubungan dengan kebijakan Pak Nadiem sebagai menteri, tidak ada hubungan dengan proses pengadaan di Kementerian Pendidikan,” ucap dia.“Nah, karena ini merupakan transaksi korporasi, tentunya data-data aliran dananya, transfernya, itu jelas merupakan hubungan korporasi dan hubungan hukum korporasi antara PT AKAB dengan PT Gojek Indonesia. Jadi tidak bisa diartikan lain, tidak bisa diinterpretasikan lain,” terangnya.Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tahun 2019-2022, Nadiem Makarim (kiri) turun dari mobil tahanan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Foto: NADIA PUTRI RAHMANI/ANTARA Lebih lanjut, Dodi menegaskan tidak ada sepeser pun uang yang diterima kliennya melalui aksi korporasi tersebut.“Iya, sama sekali bisa diperiksa di rekening Pak Nadiem. Bisa diperiksa di laporan LHKPN-nya. Bisa diperiksa di SPT-nya Pak Nadiem. Bisa diperiksa di seluruh perbankan karena uang Rp809 miliar ini merupakan transfer,” tutur Dodi.“Jadi bisa dilihat di seluruh transaksi perbankan Pak Nadiem melalui PPATK. Tidak akan pernah ditemukan, berdasarkan fakta, adanya aliran dana sebesar Rp809,596 miliar ini,” tegasnya.Adapun aliran uang ke Nadiem sebesar Rp809 miliar itu sebelumnya terungkap dalam surat dakwaan Direktur SD pada Ditjen PAUD Dikdasmen tahun 2020–2021, Sri Wahyuningsih.Sidang dakwaan Sri digelar bersamaan dengan dua terdakwa lainnya, yakni eks konsultan Kemendikbudristek Ibrahim Arief dan eks Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah. Sidang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12).“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp809.596.125.000,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.Jaksa menyebut Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Makarim, Ibrahim Arief, Mulyatsyah, serta mantan staf khusus Mendikbudristek Jurist Tan—yang masih buron—melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022.Namun, pengadaan tersebut dilakukan tidak sesuai dengan perencanaan dan prinsip-prinsip pengadaan.“Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias Ibam, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat kajian dan analisis kebutuhan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan,” tutur jaksa.“Yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tanpa berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan, khususnya di daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdepan),” papar jaksa.Jaksa menyebut Sri Wahyuningsih dkk kemudian menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 tanpa dilengkapi survei serta data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.Hal tersebut juga dijadikan acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan 2022.“Terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Mulyatsyah, dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021, dan 2022 tanpa melalui evaluasi harga serta tidak didukung dengan referensi harga,” ungkap jaksa.Lewat pengadaan tersebut, laptop Chromebook tidak dapat digunakan secara optimal di daerah 3T karena membutuhkan jaringan internet, sementara akses internet di daerah tersebut masih terbatas.Perbuatan para terdakwa disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp2.189.276.341.446,74 atau sekitar Rp2,18 triliun.Rinciannya, biaya kemahalan harga Chromebook sebesar Rp1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD44.054.426 atau setara sekitar Rp621.387.678.730.Selain Nadiem, pihak-pihak lain yang turut diperkaya melalui pengadaan Chromebook tersebut antara lain:Mulyatsyah sebesar SGD120.000 dan USD150.000;Harnowo Susanto sebesar Rp300.000.000;Dhany Hamiddan Khoir sebesar Rp200.000.000 dan USD30.000;Purwadi Sutanto sebesar USD7.000;Suhartono Arham sebesar USD7.000;Wahyu Haryadi sebesar Rp35.000.000;Nia Nurhasanah sebesar Rp500.000.000;Hamid Muhammad sebesar Rp75.000.000;Jumeri sebesar Rp100.000.000;Susanto sebesar Rp50.000.000;Muhammad Hasbi sebesar Rp250.000.000;Mariana Susy sebesar Rp5.150.000.000;PT Supertone (SPC) sebesar Rp44.963.438.116,26;PT Asus Technology Indonesia (ASUS) sebesar Rp819.258.280,74;PT Tera Data Indonesia (AXIOO) sebesar Rp177.414.888.525,48;PT Lenovo Indonesia (Lenovo) sebesar Rp19.181.940.089,11;PT Zyrexindo Mandiri Buana (Zyrex) sebesar Rp41.178.450.414,25;PT Hewlett-Packard Indonesia (HP) sebesar Rp2.268.183.071,41;PT Gyra Inti Jaya (Libera) sebesar Rp101.514.645.205,73;PT Evercoss Technology Indonesia (Evercoss) sebesar Rp341.060.432,39;PT Dell Indonesia (Dell) sebesar Rp112.684.732.796,22;PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) sebesar Rp48.820.300.057,38;PT Acer Indonesia (Acer) sebesar Rp425.243.400.481,05; danPT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp281.676.739.975,27.Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.