Mobil Listrik Didorong Regulasi, Hybrid Didorong Pasar

Wait 5 sec.

Toyota Veloz Hybrid. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparanPasar kendaraan elektrifikasi di Indonesia menunjukkan dua arah yang berjalan beriringan. Di satu sisi, mobil listrik murni atau battery electric vehicle (BEV) terus tumbuh berkat dorongan regulasi dan insentif pajak dari pemerintah.Namun di sisi lain, mobil hybrid belakangan ini turut mencatat penguatan penjualan, didorong oleh kebutuhan konsumen yang mencari efisiensi tanpa harus sepenuhnya bergantung pada infrastruktur pengisian daya.Saat ini BEV melenggang di pasar otomotif nasional dengan selimut insentif dari pemerintah. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrawil, Rachmat Kaimuddin mengatakan, kebijakan insentif tersebut akan dilanjut pada 2026 mendatang.“PP Nomor 74 Tahun 2021 diterbitkan pada 2021 dan pasal-pasal terkait berlaku selama 10 tahun sejak ditetapkan. Artinya, kebijakan ini setidaknya berlaku hingga 2031 sebelum dilakukan perubahan,” ucap Rachmat belum lama ini.BYD Atto 1 di GJAW 2025. Foto: Syahrul Ghiffari/kumparanProduk-produk BEV dengan kandungan lokal di atas 40 persen telah menerima relaksasi PPnBM 0 (nol) persen, sesuai PP Nomor 73 Tahun 2019 yang diubah menjadi PP Nomor 74 Tahun 2021.Lebih dari itu, pemerintah juga mengalokasikan keringanan untuk BEV berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10 persen. Alhasil, produsen cukup membayar sisa 2 persen saja.”Kami memberikan PPN DTP sebesar 10 persen. Dengan tarif PPN yang naik menjadi 12 persen, produsen hanya membayar selisih 2 persen,” sambungnya.Jaecoo J5 EV di GJAW 2025. Foto: Syahrul Ghiffari/kumparanSementara produk yang masih impor dikenakan PPnBM lebih tinggi. "Untuk BEV impor atau yang tidak memenuhi TKDN, PPnBM dikenakan sebesar 15 persen. Karena itu, pemenuhan konten lokal menjadi syarat utama,” pungkasnya.Gelimang insentif terus mendorong penjualan BEV, lantaran berkontribusi menekan harga jual. Hingga mampu mencatatkan pangsa pasar di atas 11 persen pada periode Januari hingga November 2025 dari keseluruhan penjualan secara nasional.Gerilya hibridaToyota Kijang Innova Zenix. Foto: dok. TAMDi sisi lain, kendaraan hybrid electric vehicle (HEV) seakan bergerilya. Ia bergerak perlahan, namun tetap tumbuh signifikan. Bukan karena insentif yang meringankan, tapi didorong oleh kebutuhan.“Teknologi bauran bensin-listrik, hybrid, jadi masuk akal. BBM jauh lebih irit dari mobil bensin biasa, tapi nggak ada range anxiety (kekhawatiran jarak tempuh di mobil listrik), karena tetap bisa isi bensin di mana saja. Terutama untuk kelompok pembeli di luar kota,” kata pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu kepada kumparan beberapa waktu lalu.Tercermin dari performa penjualan antara bulan Oktober dan November 2025. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat setidaknya sekitar 6.636 unit mobil kategori hibrida terdistribusi dari pabrik ke diler (wholesales) pada periode November 2025, naik 19,4 persen dari bulan sebelumnya sejumlah 5.556 unit.Honda HR-V Hybrid melintas di jalanan Gunung Kidul, Jawa Tengah. Foto: Aditya Pratama Niagara/kumparan“Kenaikan penjualan hybrid menjadi cerminan bahwa segmen menengah yang sebelumnya menggunakan mobil bensin tapi masih ragu pindah ke full EV melihat HEV sebagai solusi transisi aman, realistis, dan minim risiko terhadap keterbatasan infrastruktur SPKLU,”Memang, pemerintah tidak jor-joran dalam memberikan insentif untuk mobil HEV, akan tetapi tetap bisa bersinar. Produk-produk hibrida masih dikenakan PPnBM 6-30 persen, jauh lebih tinggi jika dibandingkan BEV.Terbukti, secara keseluruhan pada periode Januari-November 2025 BEV masih unggul. Mobil berpenggerak full listrik mencatatkan penjualan hingga 82.525 unit. Sementara, mobil hybrid mengantongi angka 57.311 unit secara wholesales.