Kenikmatan Soto Banjar: Warisan Khas Kalimantan Selatan

Wait 5 sec.

Ilustrasi Soto Banjar : sumber (dokumentasi pribadi)Soto sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia sebagai menu untuk sarapan. Di pulau Jawa terdapat beberapa macam soto, antara lain soto betawi, soto madura, soto kudus, soto matang, soto lamongan, dan lain-lain. Sedangkan di Pulau Kalimantan, juga terdapat soto yang dikenal dengan sebutan soto banjar, kuliner khas suku Banjar di Kalimantan Selatan. Bukan sekadar sup ayam biasa, Soto Banjar adalah perwujudan kehangatn, kekayaan rempah serta sejarah dari Kalimantan Selatan. Di tengah hiruk piku kota, semangkuk soto berkuah keruh yang kaya rasa ini seolah mengajak kita untuk menepi sejenak, kembali ke tepian Sungai Martapura tempat ia berasal. Soto Banjar bukan hanya sekadar soto biasa yang menggunakan suiran ayam yang berserat lembut sebagai topingnya. Namun juga pada sentuhan khas dari rempah-rempah yang meresap sempurna, aroma susu yang samar namun membuat kuahnya gurih, serta pelengkap unik seperti perkedel kentang dan juga telur bebek yang direbus. "Bumbu intinya itu ada biji pala sama kembang lawang. Takarannya ga boleh kurang atau kebanyakan kalau gak rasanya kurang seimbang nanti," ujar Ibu Elin (44), pemilik Soto Banjar rumahan di Balikpapan, sambil tersenyum. "resepnya itu sudah turun temurun dari saya kecil. Saya coba-coba masak, cari resep sendiri ngikutin keluarga saya yang di Banjar. Akhirnya nemu takaran yang pas. Ya, banyak percobaannya lah resep ini." Kehangatan semangkuk soto ini menjadi jembatan rasa, yang membawa cerita keberagaman rempah Nusantara dari hati seorang peracik sejati langsung ke lidah penikmatnya. Soto Banjar bukan hanya hidangan biasa. Ia adalah penanda budaya dan pengingat kehangatan dari sebuah keluarga. Maka, ketika anda kembali mencicipi semangkuk Soto Banjar, baik di warung pinggir jalan maupun di restoran. Ingatlah bahwa setiap sendoknya membawa anda pada perjalanan waktu, bertemu generasi peracik bumbu yang tulus. ini adalah pengalaman rasa yang patut kita jaga, agar keotentikan "warisan dalam mangkuk" ini terus dinikmati oleh anak cucu kita.Mutya Andharesta Arbi, Ilmu Komunikasi 24