Ini Insentif Mobil Listrik yang Berlaku di 2026 dan Syaratnya

Wait 5 sec.

Changan Lumin mejeng di GJAW 2025. Foto: Fitra Andrianto/kumparanDeputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko Infrawil, Rachmat Kaimuddin menyampaikan sejatinya mobil listrik murni atau battery electric vehicle (BEV) cukup banyak diguyur insentif tahun ini. Beberapa di antaranya akan berakhir di penghujung 2025.Sebelumnya, menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah belum berencana menggelar kembali insentif tambahan untuk industri otomotif pada tahun depan."Anggarannya kita arahkan ke perencanaan mobil nasional. Itu sedang dalam proses. Jadi tidak ada tambahan (insentif BEV) yang ada itu existing saja," ujar Airlangga saat di Subang, Jawa Barat belum lama ini.Lebih lanjut, kendati dukungan stimulus pasar BEV domestik tahun depan terancam lebih kecil, Rachmat mengatakan program pembelian mobil listrik tetap menyisakan insentif yang masih berlaku yakni potongan tarif PPnBM DTP atau Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah.Media Test Driive BYD Atto 1 rute Semarang-Solo-Yogyakarta. Foto: Syahrul Ghiffari/kumparan“Selama undang-undangnya belum diganti, kebijakan ini akan terus berjalan. PPnBM untuk mobil listrik diatur dalam PP Nomor 73 Tahun 2019 yang kemudian diubah melalui PP Nomor 74 Tahun 2021, dengan ketentuan tarif PPnBM untuk BEV ditetapkan sebesar 0 persen,” ujar Rachmat saat diskusi publik di Jakarta, baru-baru ini.Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk BEV sendiri telah berlaku sejak 4 Februari dan akan berakhir pada 31 Desember mendatang. Insentif ini diberikan kepada kendaraan listrik roda empat atau lebih yang diproduksi di dalam negeri dan memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).“Untuk BEV impor atau yang tidak memenuhi TKDN, PPnBM dikenakan sebesar 15 persen. Karena itu, pemenuhan konten lokal menjadi syarat utama. Sementara itu, untuk BEV dan fuel cell tarifnya 0 persen, kendaraan hibrida 6–30 persen, dan LCGC 3 persen,” jelas Rachmat.Adapun syarat penerima PPN DTP mengharuskan BEV penumpang memiliki TKDN minimal 40 persen agar memperoleh potongan PPN sebesar 10 persen dari harga jual. Sementara itu, bus listrik dengan TKDN 20–40 persen mendapatkan potongan PPN sebesar 5 persen.“Kami memberikan PPN DTP sebesar 10 persen. Dengan tarif PPN yang naik menjadi 12 persen, produsen hanya membayar selisih 2 persen. Program ini juga kembali dilanjutkan pada 2024,” ujarnya.Rachmat menambahkan, ketentuan PPnBM 0 persen untuk BEV memiliki masa berlaku jangka panjang. “PP Nomor 74 Tahun 2021 diterbitkan pada 2021 dan pasal-pasal terkait berlaku selama 10 tahun sejak ditetapkan. Artinya, kebijakan ini setidaknya berlaku hingga 2031 sebelum dilakukan perubahan,” tutupnya.Aktivitas perakitan mobil listrik GWM ORA 03 di fasilitas perakitan Inchcape Indomobil Manufacturing Indonesia, Wanaherang, Jawa Barat, Senin (24/11/2025). Foto: Dok. InchcapeInsentif BEV yang akan berakhir tahun 2025Aktivitas produksi mobil listrik VinFast di pabrik Subang, Jawa Barat, Senin (15/12/2025). Foto: Laras Kiranasari/kumparanAdapun, program pemerintah untuk BEV yang akan berakhir tahun 2025 ini adalah Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022 Juncto Nomor 28 Tahun 2023 soal kebijakan insentif impor mobil listrik CBU sampai 31 Desember 2025."Ibaratnya kebijakan industri untuk menarik investasi dari pabrikan. Apa yang kita berikan, PPnBM yang sedianya 15 persen kita beri jadi 0 persen karena ditanggung pemerintah, kemudian ada kebebasan impor dan bea masuk (CBU) juga," lanjut Rachmat.Sehingga, berdasarkan peraturan tersebut, produsen penerima insentif harus mulai produksi lokal dengan kandungan TKDN minimal 40 persen, sejak 1 Januari hingga tahun 2026 berakhir. Kemudian, pada 2027 harus sudah ditingkatkan menjadi 60 persen.Peningkatan TKDN wajib dilanjutkan, hingga pada 2030 nilainya mencapai angka 80 persen. Perolehan ini bisa dicapai apabila para pabrikan meningkatkan kemampuan lokalisasi berbasis manufaktur produksi.Sejumlah mobil listrik XPeng X9 tiba di Indonesia. Foto: Xpeng"Tetapi itu khusus buat merek-merek yang berkomitmen berinvestasi di Indonesia. Syaratnya mereka wajib produksi sesuai dengan jumlah impor selama dua tahun atau sebelum tahun 2027 berakhir, kalau tidak akan ada semacam denda," pungkas Rachmat.Setiap satu unit kendaraan impor yang telah terjual hingga 31 Desember 2025 sejak masa menerima insentif, wajib digantikan dengan total penjualan unit rakitan lokal (CKD) yang sama, terhitung dari 1 Januari 2026 sampai 31 Desember 2027.Ada cukup banyak merek yang menikmati insentif bebas impor CBU dan bea masuk BEV hingga kini. Sebut saja BYD, Geely, Changan, VinFast, Volkswagen, XPeng, Citroen, Maxus, dan Volvo dengan pangsa pasar 73 persen dari keseluruhan BEV yang sudah terjual.Beberapa jenama yang sudah berkomitmen untuk membangun ekosistem industri BEV di dalam negeri meliputi BYD, VinFast, Geely, XPeng hingga Changan demi mengejar kepatuhan aturan pemerintah soal lokalisasi hingga syarat nilai TKDN.