Gagal Jadi Atlet Profesional

Wait 5 sec.

Suasana latihan siswa Sekolah Sepak Bola (SSB) Maisa FC di Bekasi. Foto: Iqbal Firdaus/kumparanSaya sejak kecil memiliki hobi bermain sepak bola. Sejak usia balita saya sudah diperkenalkan dengan sepak bola. Waktu kecil saya sering diajak orang tua saya ke alun – alun hanya untuk membeli jajanan seperti es krim dan juga bermain sepakbola. Dengan bertambahnya usia saya memasuki jenjang sekolah yaitu Taman Kanak – kanak. Di sana saya bertemu banyak teman yang memiliki hobi yang sama yaitu bermain sepak bola. Pada saat waktu istirahat tiba saya dan teman – teman saya sering sekali menghabiskan waktu bersama dengan bermain sepak bola di lapangan sekolah kita sampai baju basah kena keringat kita, bahkan mungkin pernah juga mengenai kaca yang ada di sekolah kita. Setelah para guru mengetahui hobi kita suka bermain sepak bola, mereka mencoba melatih kita bagaimana cara bermain sepak bola yang baik dan mereka juga mendaftarkan kita lomba sepak bola antar sekolah. Setelah latihan beberapa hari, guru kita mengadakan pertandingan persahabatan melawan sekolah lain sebelum menghadapi turnamen yang sesungguhnya. Pertandingan tersebut berakhir dengan skor imbang. Seiring berjalannya waktu, tiba saatnya kita memasuki perlombaan tersebut. Kita di pertandingan pertama kita menghadapi sekolah yang sama yaitu sekolah yang pernah kita temui di pertandingan persahabatan sebelumnya. Pertandingan berjalan sangat sengit sampai waktu habis dan memasuki babak penalti. Yang awalnya saya menjadi pemain bertahan di tunjuk menjadi seorang kiper pada babak penalti oleh guru kita. Skor penalti sama kuat sampai akhirnya saya menjadi penendang penalti penentu lolos tidaknya tim kita. Akhirnya saya menendang penalti dan mencetak gol yang membawa tim kita lolos ke babak selanjutnya. Cerita tersebut sangat bahagia dan masih teringat sampai sekarang.Saat saya sudah masuk ke jenjang sekolah dasar, saya juga mengikuti ekstrakurikuler sepak bola di sekolah. Di sana saya banyak menemukan teman baru yang tidak saya temui di Tk. Lambat laun pada akhirnya saya diajak oleh teman saya untuk mengikuti sekolah sepak bola. Di sana saya banyak bertemu teman – teman dan para pelatih hebat. Di sekolah sepakbola tersebut saya belajar banyak hal tentang sepakbola. Di sana kita dilatih oleh para pelatih yang pernah bermain di liga indonesia Kita mulai diajari bagaimana cara menendang bola dengan benar, mengoper bola dengan baik, dan cara mengontrol bola sesuai dengan keinginan kita. Pada waktu mengikuti sekolah sepakbola dulu kita juga banyak event lomba yang kita ikuti. Mulai dari tingkat antar SSB se – kabupaten hingga antar kota se – Jawa Timur. Di banyak event tersebut kita juga belajar banyak hal baru di luar tentang teknik sepakbola, seperti kita banyak mengetahui tentang hal – hal mistis yang digunakan oleh tim – tim lainnya agar mereka bisa memenangkan pertandingan. Saya belajar banyak hal dari mengikuti sekolah sepakbola ini.Setelah saya lulus dari SD, saya bergabung ke sekolah SMP yang tidak memfavoritkan prestasi olahraga terutama sepakbola. Mulai dari itu saya sudah jarang mengikuti latihan sepakbola di SSB ataupun latihan mandiri di lapangan. Setelah itu kita juga terkena dampak dari virus Covid 19 yang menyebabkan saya sudah tidak latihan rutin sepakbola dan mulai meninggalkan cita – cita saya menjadi pemain sepakbola.Awal Kecintaan dengan SepakbolaKakek saya juga menyukai sepakbola seperti saya. Kecintaannya pada sepakbola bukan hanya sekadar hobi, namun sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Ia dulu pernah ikut tim sepakbola yang berlokasi di Blitar. Pengalaman itu memberikan kenangan yang indah. Kakek juga sering mengatakan bahwa sepakbola mengajarkan banyak hal, mulai dari kerja sama tim hingga ketekunan menghadapi segala rintangan. Sepak bola bagi kakek lebih dari sekadar permainan, sepak bola adalah cara untuk menyatukan hati, mengenal teman, dan melewati masa-masa sulit. Melalui cerita-cerita yang kakek bagikan, saya belajar bahwa setiap momen dalam lapangan memiliki makna tersendiri, yang tak hanya kemenangan, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan kebersamaan. Hal ini membuat warisan cinta sepak bola dari kakek terasa sangat berharga dalam hidup saya sebagai generasi berikutnya. Bagi kakek, sepak bola bukan hanya hiburan semata, melainkan sebuah cara untuk mengikat tali persaudaraan dan menghadapi tantangan hidup. Ia percaya bahwa dalam setiap pertandingan terdapat pelajaran hidup yang berharga, seperti kesabaran, keberanian, dan rasa tanggung jawab.Alasan Kakek tidak Memilih Menjadi AtletKakek saya juga bercerita tentang mengapa ia tidak memilih menjadi atlet sepakbola. Ia suka sekali dengan sepakbola tetapi di sepakbola tidak ada jaminan di masa tuanya. Banyak faktor yang menjadikan kakek saya mengubur dalam – dalam mimpinya menjadi seorang atlet sepakbola dan pada akhirnya memutuskan menjadi seorang guru. Faktor pertama yang menjadikan kakek saya memutuskan tidak melanjutkan karier di sepakbola adalah faktor ekonomi. Gaji seorang pemain sepakbola sangat dipengaruhi oleh kemampuan individu, kemampuan finansial tim yang menaungi para pemain tersebut, dan lain sebagainya. Para pemain berkualitas tinggi dan berada pada tim yang memiliki finansial ekonomi yang baik dapat memiliki gaji yang sangat tinggi, seperti para pemain sepakbola yang berada di E ropa. Mereka memiliki gaji yang sangat besar dikarenakan memang mereka memiliki kualitas individu yang sangat baik dan mereka juga berada di tim yang memiliki finansial yang baik. Di sisi lain, banyak pemain liga bawah mendapatkan gaji yang lebih sedikit dikarenakan memang kualitasnya belum sebaik para pemain bagus di liga top dunia dan memang tim yang menaungi para pemain di liga bawah belum mempunyai finansial keuangan yang baik sehingga mereka menggaji para pemainnya dengan jumlah yang sedikit.Gaji guru umumnya lebih stabil namun jauh lebih rendah dibandingkan atlet sepakbola profesional. Rata-rata gaji guru di berbagai negara cenderung jauh di bawah gaji atlet namun guru biasanya menjadi bagian dari skema pensiun yang memberikan manfaat finansial jangka panjang setelah masa kerja selesai. Skema pensiun guru mencakup kontribusi besar dari pemberi kerja, pendapatan pensiun yang stabil dan terjamin oleh pemerintah, serta hak untuk menerima dana pensiun hingga akhir hidup. Gaji pemain sepakbola terkadang memang tinggi di kalangan pemain top – top eropa daripada guru, tetapi para atlet di liga bawah cenderung memiliki gaji yang sama dengan para guru sehingga mereka cenderung memilih menjadi seorang guru dikarenakan dapat memiliki kehidupan yang lebih layak di masa tua karena menjadi seorang guru mendapatkan uang pensiunan yang dapat mereka peroleh hingga akhir hayat.Faktor selanjutnya adalah faktor kesehatan. Risiko cedera bagi sepakbola profesional jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko cedera seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya. Sepakbola merupakan olahraga yang melibatkan lari cepat, kontak fisik, perubahan arah mendadak, serta benturan dengan pemain lain, yang secara signifikan meningkatkan kemungkinan cedera otot, ligamen, tendon, dan tulang. Cedera umum pada pemain sepakbola antara lain ketegangan otot, keseleo ligamen, patah tulang, dan memar. Misalnya, cedera lutut dan pergelangan kaki yang sering terjadi memerlukan waktu pemulihan yang lama dan dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan atlet. Cedera ini memiliki dampak serius pada kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang, seperti risiko arthritis pada sendi akibat cedera lutut berulang, kehilangan performa fisik, dan potensi terhentinya karier atlet. Di sisi lain, profesi guru memiliki tingkat risiko cedera yang sangat rendah karena pekerjaannya lebih banyak bersifat fisik ringan dan non-kontak. Guru biasanya tidak terpapar pada aktivitas fisik ekstrem yang membahayakan seperti yang dialami atlet sepakbola, sehingga risiko cedera serius relatif kecil atau hampir tidak ada dalam keseharian mereka.Alasan Saya Memilih Menjadi Pelatih SepakbolaSaya pada akhirnya juga memutuskan untuk tidak menjadi atlet sepakbola dikarenakan banyak faktor juga, antara lain memang tidak memiliki bakat di sepakbola yang mumpuni untuk menjadi seorang atlet dan pada saat kecil dulu tidak ada jalannya menuju ke jenjang yang lebih profesional. Saya menyukai sepakbola memang dari kecil, mengikuti sekolah sepakbola dari kecil pula, dan juga mengikuti perlombaan yang sangat banyak. Tetapi menurut saya, kemampuan dan skill sepakbola saya memang belum mumpuni untuk menjadi atlet sepakbola profesional. Saya menyadari bahwa kemampuan saya masih jauh dari kata cukup untuk menjadi atlet sepakbola profesional. Persaingan di dunia olahraga ini sangat ketat dan membutuhkan bakat alami serta latihan yang intensif dan berkelanjutan. Kendala ini menjadi salah satu alasan utama mengapa saya memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang profesional, meskipun passion dan pengalaman saya di bidang ini cukup tinggi. Selain itu, jalur untuk menembus dunia profesional dalam sepakbola bukan hanya tentang bakat dan latihan saja, tetapi juga peluang, jaringan, dan keberuntungan, yang semuanya harus berjalan selaras. Saya juga memahami bahwa mempertahankan kinerja dan terus berkembang dalam dunia yang begitu kompetitif memerlukan pengorbanan besar, baik dari segi waktu, energi, maupun aspek kehidupan lainnya. Dengan segala pertimbangan tersebut, saya memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang profesional meskipun rasa cinta dan pengalaman saya dalam sepakbola cukup mendalam, karena saya ingin menyalurkan energi dan potensi saya ke arah yang lebih realistis dan selaras dengan kemampuan saya saat ini dan memilih menjadi seorang pelatih sepakbola.Menjadi pelatih sepakbola bukan sekedar mengajarkan teknik dan strategi permainan, melainkan juga membimbing dan membentuk karakter para pemain agar mereka mampu tampil maksimal baik di dalam tim. Melalui posisi ini, saya dapat berbagi pengetahuan, pengalaman, serta nilai-nilai penting seperti disiplin, kerja keras, dan sportivitas. Saya terus mengembangkan kemampuan dalam merancang program latihan yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan pemain, taktik permainan yang adaptif, serta cara memotivasi pemain agar selalu bersemangat dan percaya diri di lapangan. Peran ini menuntut saya untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan ilmu kepelatihan serta tren terbaru dalam dunia sepakbola, sehingga saya bisa memberikan arahan yang relevan bagi setiap atlet yang saya bimbing. Selain itu, menjadi pelatih juga menantang saya untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik serta kepemimpinan yang inspiratif agar mampu membangun sinergi dan kekompakan dalam tim.Melalui peran sebagai pelatih, saya dapat merasakan kepuasan tersendiri saat melihat perkembangan dan keberhasilan para pemain yang saya latih. Saya yakin bahwa kontribusi saya di dunia sepakbola tidak harus berupa prestasi individu sebagai atlet, melainkan juga melalui pemberdayaan dan pelatihan generasi penerus yang bisa mengharumkan nama klub maupun daerah mereka. Dengan fokus dan semangat dalam melatih, saya berharap bisa terus memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sepakbola di tingkat amatir maupun profesional di masa depan.Memutuskan untuk tidak melanjutkan menjadi atlet sepakbola profesional memang tidak mudah. Banyak pertimbangan yang telah kami lalui. Kami memang sangat suka dengan sepakbola dan ingin juga menjadi atlet sepakbola profesional, tetapi kami menyadari bahwa faktor-faktor seperti tuntutan fisik, ketidakpastian karier di industri ini, dan kebutuhan untuk memprioritaskan kehidupan di masa depan, telah mempengaruhi pikiran kami sehingga pada akhirnya kami membuat keputusan bahwa tidak melanjutkan menjadi atlet sepakbola profesional. Kami melepaskan beban ambisi profesional dan kini menganggap sepakbola hanya sebagai hobi murni, sebuah kegiatan santai dan bermain-main yang berfokus pada kegembiraan dan silaturahmi, tanpa adanya lagi sifat kompetitif.