Apa Itu Silent Treatment dalam Hubungan Pernikahan?

Wait 5 sec.

Ilustrasi suami tertekan. Foto: Shutter StockTerjadi pertengkaran di dalam hubungan pernikahan merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Namun, ketika salah satu pihak memilih untuk diam dan menolak berkomunikasi, maka masalah rumah tangga ini akan jadi semakin rumit. Kondisi itu disebut silent treatment.Silent treatment menjadi perbincangan setelah selebgram Clara Shinta curhat kondisi rumah tangganya bersama sang suami, Alexander Assad. Lewat Instagram story-nya, Clara curhat tentang hubungan rumah tangganya bersama sang suami yang kemungkinan kecil untuk bisa dipertahankan lagi.Dalam tangkapan layar yang beredar, Clara mengungkapkan terjadi masalah-masalah kecil yang sulit diselesaikan karena faktor komunikasi yang buruk."Dikarenakan banyak masalah kecil yang sulit untuk kami selesaikan karena komunikasi yang sangat buruk, satu sama lain saling menahan ego masing-masing," tulis Clara.Ia bahkan mengaku telah mengalami silent treatment berulang kali dan lelah karena mempermasalahkan kecil mereka tidak pernah terselesaikan dengan baik."Meskipun letak kesalahan terakhir ada (di) diriku, namun aku bingung untuk menyelesaikannya dengan cara apa lagi. Karena semuanya silent, silent treatment," tulisnya lagi.Masih dalam Instagram story yang lain, ia bercerita bahwa sebenarnya masalah-masalah rumah tangganya bisa diselesaikan dengan baik. Namun, Clara Shinta menyebut suaminya pulang ke rumahnya dan tidak berkomunikasi lagi dengannya."Kejadian pisah rumah ini sudah terjadi berulang kali, sampai yang kedua aku habis sabar. Aku merasa capek kalau setiap masalah diselesaikan dengan pisah rumah terus-menerus," kata dia.Seperti yang diceritakan oleh Clara Shinta, apa yang dimaksud silent treatment dalam hubungan pernikahan?Apa Itu Silent Treatment dalam Hubungan Pernikahan?Ilustrasi pasangan bertengkar. Foto: shisu_ka/ShutterstockSilent treatment merupakan tindakan diam atau mengabaikan lawan bicara yang dilakukan ketika sedang berbeda pendapat. Silent treatment biasanya tidak hanya terjadi pada pasangan suami istri, tapi juga dalam hubungan antara orang tua dan anak.Dikutip dari Very Well Mind, silent treatment dapat membuat pasangan menjadi 'korban' karena merasa tidak berharga, tidak dicintai, terluka, bingung, frustrasi, marah, dan merasa tidak penting.Sikap diam sering digunakan untuk mengendalikan situasi atau percakapan, serta menghindari tanggung jawab atau pengakuan kesalahan.Contohnya, ketika Anda kesal karena suami sering pulang larut malam, Anda sebenarnya dapat memulai percakapan untuk mengungkapkan perasaan dan mencari tahu penyebabnya. Namun, pasangan yang silent treatment mungkin akan menolak berbicara dengan alasan, “Aku tidak mau membicarakan ini,” atau bahkan memilih diam total dan mengabaikan pasangannya.Ketika silent treatment terjadi, pihak yang didiamkan cenderung akan menanggung rasa sakit dan kekecewaannya sendirian, tanpa kesempatan untuk menyelesaikan masalah, berkompromi, atau memahami sudut pandang pasangannya.Akibatnya, korban silent treatment sering merasa terluka, tidak dicintai, dan bingung. Masalah pun tidak hilang, justru terus berlarut-larut. Jika dibiarkan, pola ini dapat menjadi beban berat yang berujung pada perpisahan atau perceraian.Dalam beberapa situasi, diam bisa bersifat positif, misalnya untuk mencegah kata-kata yang nantinya disesali. Namun, jika diam berubah menjadi pola perilaku yang terus-menerus digunakan untuk mengendalikan atau menghukum pasangan, sikap ini menjadi bentuk kekerasan emosional.Lantas, harus bagaimana ketika hubungan pernikahan Anda berjalan seperti silent treatment?Untuk memperbaiki situasi, kedua pasangan perlu bertanggung jawab atas perilakunya masing-masing dan berusaha berempati terhadap perasaan pasangannya.Cobalah berkomunikasi menggunakan pernyataan "aku" alih-alih “kamu”, agar tidak menimbulkan sikap defensif. Misalnya, "Aku merasa sedih ketika kamu tidak mau berbicara,” lebih efektif dibanding “Kamu selalu diam kalau ada masalah.”Namun, jika perlakuan diam merupakan bagian dari kekerasan emosional yang lebih besar, penting bagi korban untuk menyadari situasinya dan mencari bantuan. Jangan berusaha memaksa pelaku untuk berbicara atau mengakui kesalahannya. Bila memungkinkan, ambil jarak dan lakukan aktivitas yang menenangkan diri.Apabila pasangan tidak mau berubah, utamakan keselamatan emosional dan fisik Anda. Kekerasan emosional bisa berkembang menjadi kekerasan fisik, terutama jika pelaku merasa kehilangan kendali. Konsultasikan dengan terapis atau pihak profesional untuk membantu mengambil keputusan yang aman dan tepat bagi Anda, Moms.