Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: ShutterstockSeorang mahasiswi di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, menjadi korban perkosaan tetangganya, SA (27 tahun).SA dilaporkan ke polisi ke Polsek Balung pada Rabu, 15 Oktober 2025. Sementara peristiwa terjadi sehari sebelumnya, Selasa dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.Berdasarkan kronologi laporan, pelaku masuk ke kamar korban melalui jendela ketika korban tertidur. Korban sempat melawan dan berteriak, namun pelaku mencekik dan memukulinya hingga menyebabkan luka lebam di pipi, mata, dan lengan.Pelaku juga mengancam akan membunuh korban yang tinggal sendiri jika terus berteriak. Dalam kondisi tertekan, korban diperkosa. Kepada korban, pelaku bahkan mengaku telah merencanakan aksi tersebut dan menenggak minuman keras sebelumnya.Malah Diminta Nikah dengan PelakuPagi harinya, korban melapor ke kepala desa setempat. Alih-alih memberikan perlindungan, petinggi desa itu justru menyarankan penyelesaian kekeluargaan dengan tawaran menikahkan korban dengan pelaku. Rupanya, pelaku diketahui masih memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala desa.Tawaran tersebut langsung ditolak korban. Tanpa pendampingan dari pemerintah desa, korban kemudian melapor ke Polsek Balung ditemani sejumlah kerabatnya. Namun saat aparat mendatangi rumah SA, dia sudah melarikan diri. Hingga kini, keberadaannya belum diketahui.Kasus tersebut saat ini diadvokasi oleh LBH IKA PMII Jember, Kopri PMII Jember, dan PC Fatayat NU Jember. Tiga lembaga mengawal proses hukum agar pelaku segera ditangkap dan korban memperoleh perlindungan yang layak.“Penanganan awal yang lamban membuat pelaku bebas bergerak dan kabur. Ini menciptakan ketakutan baru bagi korban yang masih tinggal di lingkungan yang sama,” kata Ketua PC Fatayat NU Jember, Nurul Hidayah, dalam rilis yang dikutip kumparan, Rabu (22/10/2025).Menurut Nurul, kasus ini mempertontonkan kesenjangan antara regulasi dan praktik penegakan hukum di lapangan. Karena secara normatif, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberi landasan kuat untuk perlindungan korban. “Namun, di lapangan, respons cepat sangat bergantung pada sensitivitas aparat,” ujarnya.Pelaku, lanjutnya, semestinya sudah diamankan dalam hitungan jam, bukan berhari-hari setelah laporan dibuat. Biayai Visum SendiriNurul juga menyoroti minimnya dukungan pemerintah desa dan aparat sejak tahap awal. Korban bahkan harus membiayai sendiri visum di rumah sakit.“Ini bukan hanya soal pelaku kabur, tapi absennya negara dalam menjamin keamanan korban sejak hari pertama,” ucap Nurul.Saat ini, tim pendamping tengah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melakukan asesmen perlindungan. Mereka juga akan mengajukan restitusi. Dalam waktu dekat, LPSK dijadwalkan mengunjungi korban.Dia kembali menegaskan, kasus ini menjadi "noktah hitam" penerapan UU TPKS di tingkat lokal. Sejatinya, regulasi tersebut mengamanatkan negara memberikan perlindungan, penanganan, dan pemulihan bagi korban sejak tahap pelaporan. Namun, implementasi di lapangan masih jauh dari ideal.“Kalau negara benar-benar menjalankan mandat UU TPKS, korban seperti SF tidak akan dibiarkan hidup dalam ketakutan,” ujar Nurul.Dihubungi terpisah, Pelaksana Harian Kapolsek Balung Ipda Sentot menyatakan pihaknya telah memeriksa korban dan sejumlah saksi. “Kami sudah melakukan penyelidikan keberadaan pelaku. Sejak awal dilaporkan, pelaku sudah tidak ada di tempat. Kami juga meminta bantuan masyarakat bila mengetahui keberadaannya,” kata Sentot.Kini, perkara yang tengah mendapat sorotan publik tersebut telah diambil alih oleh Polres Jember. Selanjutnya, proses penyidikan akan dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Tim pendamping juga akan terus mengawal hingga perkara tuntas.Kasus Naik PenyidikanKapolres Jember AKBP Bobby A. Candra Putra. Dok IstimewaKapolres Jember, AKBP Bobby A. Candra Putra, menyampaikan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini dengan cepat dan transparan. Ia menegaskan penanganan perkara telah diambil alih oleh Polres Jember dari Polsek Balung pada Selasa (21/10/2025)."Tim kami, termasuk unit Resmob dan IT, sudah bergerak di lapangan. Mohon doanya, semoga dalam satu atau dua hari ke depan pelaku bisa kami tangkap,” kata Bobby.Bobby juga menjelaskan, status perkara juga telah dinaikkan dari tahap penyelidikan (lidik) menjadi penyidikan (sidik). Hal ini menandakan penyidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk melanjutkan proses hukum terhadap terduga pelaku.Selain itu, Polres Jember juga menyiapkan perlindungan dan pendampingan langsung kepada korban di setiap tahap penanganan perkara.Bobby memastikan, tidak akan ada upaya damai atau penyelesaian melalui jalur restorative justice, mengingat kasus kekerasan seksual harus diproses sesuai ketentuan hukum pidana. “Tidak ada ruang untuk damai dalam kasus seperti ini. Proses hukum akan berjalan sampai tuntas,” tegasnya.Kades Diperiksa InspektoratInspektur Kabupaten Jember, Ratno Cahyadi Sembodo, memeriksa kades setempat berdasarkan aduan yang masuk melalui kanal Wadul Guse. Dalam aduan itu kepala desa diduga melindungi terduga pelaku pemerkosaan sekaligus menghalangi pelaporan korban kepada aparat penegak hukum.“Yang bersangkutan kami periksa karena dinilai tidak menjalankan tugas pelayanan dengan benar. Ini merupakan tindak lanjut atas aduan di kanal Wadul Guse dan juga atensi Bupati Jember,” ujar Ratno.Dari hasil pemeriksaan, kepala desa mengakui korban mendatangi rumah pribadinya pada dini hari, Selasa (14/10/2025), sesaat setelah kejadian pemerkosaan. Korban berada di rumah kepala desa hingga malam hari.“Kades menawarkan dua opsi, yakni penyelesaian kekeluargaan atau melapor ke polisi. Namun korban menolak penyelesaian kekeluargaan dan memilih melapor,” jelas Ratno.Kepala desa juga mengakui pelaku masih memiliki hubungan kerabat dengannya. Ia juga sempat mendatangi rumah keluarga pelaku, tetapi beralasan pelaku sudah tidak berada di tempat.Pertemuan lanjutan digelar pada malam harinya, melibatkan keluarga korban dan sejumlah perangkat desa. Dalam pertemuan itu, kepala desa kembali menawarkan dua opsi serupa. Korban dan keluarganya akhirnya sepakat membawa kasus tersebut ke jalur hukum.Keesokan harinya, Rabu (15/10/2025), korban bersama keluarga melapor ke Polsek Balung. Dalam keterangannya kepada tim pemeriksa, kepala desa berdalih tidak bisa mendampingi korban sehingga memerintahkan kepala dusun untuk mengawal. Namun perintah itu tidak dijalankan, sehingga pelaporan berlangsung tanpa pendampingan pemerintah desa.Menurut Inspektorat, tindakan kepala desa tersebut melanggar asas netralitas, perlindungan warga, dan kewajiban pelaporan cepat. Seorang kepala desa, kata Ratno, seharusnya memberikan perlindungan dan memastikan proses hukum berjalan, bukan justru menawarkan kompromi atas tindak pidana.“Dari hasil klarifikasi, kami menilai terjadi kelalaian dalam pelayanan publik. Rekomendasi sanksi administratif sudah kami siapkan dan akan kami sampaikan kepada Bupati Jember,” tegasnya.Selain itu, Inspektorat juga menemukan kepala desa tidak melaporkan kejadian tersebut kepada camat selaku pembina pemerintahan desa. Akibatnya, pengawasan dari tingkat kecamatan baru berjalan setelah kasus ini mencuat ke publik dan viral di media sosial, sepekan pascakejadian.