"Sunday Scaries": Analisis Kecemasan Akhir Pekan dari Perspektif Biopsikologi

Wait 5 sec.

Wanita Berkemeja Putih Menunjukkan Frustrasi foto: PexelsPukul lima sore di hari Minggu—saat matahari mulai terbenam dan akhir pekan yang kita gunakan untuk leha-leha hampir berakhir—tiba-tiba dada terasa sesak, pikiran berkecamuk dengan bayangan tugas menumpuk, jadwal kuliah yang padat, presentasi esok pagi, atau deadline yang mengintai. Senyum yang tadi pagi masih lebar kini pudar, digantikan oleh perasaan cemas yang tak terduga. Fenomena ini, dikenal sebagai Sunday scaries, sebuah fenomena yang tidak asing bagi banyak orang; seperti angin yang merayap masuk saat akhir pekan usai.Dalam wawancara bersama NBC News, neuropsikolog dan psikoanalis di NYU Langone Health, Amerika Serikat, Dr. Susanne Cooperman menjelaskan, Sunday scaries merupakan kecemasan antisipatori, yakni bukan stres terhadap situasi saat itu, melainkan antisipasi terhadap peristiwa yang akan terjadi.Sunday scaries atau hari minggu yang menakutkan adalah perasaan cemas, gelisah, atau bahkan depresi ringan. Dari sanalah nama Sunday scaries muncul. Istilah ini pertama kali populer di kalangan generasi milenial melalui media sosial, tetapi fenomena ini telah lama ada dan memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.Di Indonesia, penelitian dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 60% mahasiswa dan pekerja muda mengaku merasakan gejala ini terjadi secara rutin, terutama di tengah tekanan ekonomi dan pandemi yang berkepanjangan. Dengan memahami akar biologisnya, kita dapat mengubah persepsi dari sekadar "kecemasan biasa" menjadi isu yang layak ditangani secara ilmiah. Yang menarik dari fenomena ini adalah bahwa Sunday scaries bukan sekadar "perasaan malas" atau "tidak ingin bekerja". Ini adalah respons neurobiologis kompleks yang melibatkan berbagai sistem dalam otak dan tubuh manusia. Ketika seseorang mengalami Sunday scaries, terjadi aktivasi sistem HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal) axis yang memicu pelepasan hormon stres kortisol, ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin dan GABA, serta hiperaktivitas amygdala—pusat emosi di otak.Lebih dari itu, prefrontal cortex yang seharusnya meregulasi emosi justru ikut terjebak dalam pola rumination dan overthinking. Semua mekanisme biologis ini bekerja bersama-sama menciptakan pengalaman subjektif yang kita kenal sebagai kecemasan. Ilustrasi wanita cemas. Foto: metamorworks/ShutterstockSunday scaries umumnya muncul pada hari Minggu siang hingga malam. Maka, tidak heran jika suasana di Minggu pagi dan setelahnya terasa berbeda. Fenomena Sunday scaries ini umumnya dialami oleh mahasiswa, pekerja, dan siapa saja yang merasa cemas atau gelisah menjelang hari Senin karena mengingat harus kembali ke rutinitas semula.Menurut Mental Health First Aid USA (2021), perasaan cemas dan tidak enak di hari Minggu sering kali muncul karena transisi dari akhir pekan yang santai ke minggu kerja yang penuh tekanan. Gejala yang dirasakan mencakup iritabilitas, kecemasan, gelisah, dan perasaan takut terhadap hari Senin yang akan datang. Sunday scaries tidak muncul dalam ruang hampa, tetapi dipicu oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Memahami faktor-faktor pemicu ini penting untuk mengidentifikasi akar masalah dan mengembangkan strategi penanganan yang tepat.Beban Kerja yang Diberikan Kurang RealistisFaktor pemicu paling umum dari Sunday scaries adalah antisipasi terhadap beban kerja atau tugas akademik yang berat di minggu depan. Mahasiswa yang menghadapi deadline tugas besar, ujian tengah semester, atau presentasi kelompok, cenderung mengalami kecemasan yang meningkat seiring berakhirnya akhir pekan. Pikiran tentang "masih ada tiga makalah yang belum selesai" atau "besok ada presentasi dan saya belum berlatih" menjadi intrusi kognitif yang mengganggu ketenangan.Dalam perspektif pekerjaan, pekerja muda sering kali mengalami Sunday scaries ketika akan menghadapi proyek dengan deadline singkat, rapat penting dengan klien, atau evaluasi kinerja oleh atasan. Ketidaksiapan menciptakan lingkaran kecemasan yang sulit diputus.Lingkungan Kerja atau Kuliah yang ToxicFaktor interpersonal memainkan peran krusial dalam memicu Sunday scaries. Mahasiswa yang mengalami masalah pribadi dengan dosen, merasa tidak memiliki teman, menghadapi persaingan tidak sehat dengan teman sekelas, teman kelompok yang kurang kooperatif, dosen yang terlalu kritis akan mengalami kecemasan yang lebih intens sehingga dapat memicu respons kecemasan, bahkan sebelum interaksi tersebut terjadi.Dalam dunia kerja, budaya organisasi yang menghargai kerja berlebihan dan tidak sesuai dengan jobdesk-nya, atau kurangnya apresiasi dari atasan akan menciptakan pengaruh negatif dengan hari kerja.Merasa Salah Jurusan atau KarierKetika seseorang merasa salah jurusan atau karier, mereka menghadapi pekerjaan yang tidak sesuai minat atau nilai pribadi, sehingga terasa seperti "membuang waktu" dan tidak ada semangat untuk menjalani perkuliahan atau pekerjaan. Seseorang yang mengalami hal tersebut membuat Sunday scaries menjadi semakin buruk karena tidak hanya cemas menghadapi minggu baru, tetapi merasa terjebak dalam pilihan hidup yang salah; setiap memulai pekerjaan atau perkuliahan akan menjadi momen pengingat bahwa mereka "stuck" di tempat yang salah.ilustrasi anatomi. foto: PexelsAnalisis dalam Biopsikologi, Mekanisme Sistem Syaraf OtakA. Sistem Saraf dan HormonalAktivasi Sumbu HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal): Sumbu HPA adalah jalur utama respons stres dalam tubuh yang dimulai dari hipotalamus di otak yang mendeteksi ancaman potensial seperti antisipasi Senin pagi, lalu melepaskan hormon CRH (corticotropi releasing hormone) ke kelenjar pituitari. Pituitari kemudian merangsang kelenjar adrenal di atas ginjal untuk memproduksi kortisol, hormon stres utama yang dikenal sebagai sistem emergency broadcast yang terus berbunyi karena sinyalnya menyebar ke seluruh tubuh, seperti siaran darurat radio.Kortisol ini meningkatkan gula darah, menekan sistem imun, dan mempersiapkan energi untuk bertahan hidup meski ancaman Sunday scaries hanyalah pikiran masa depan. Tubuh merespons antisipasi ini layaknya ancaman nyata karena otak evolusioner kita tidak membedakan antara bahaya fisik, seperti predator dan stres psikologis (contohnya deadline), sehingga HPA axis diaktifkan secara otomatis untuk melindungi kita dari potensi kegagalan.Sistem saraf otonom: Sistem saraf otonom mengatur respons tak sadar di mana aktivasi sistem simpatis bagian fight or flight, seperti mesin mobil yang tiba-tiba ngebut melepaskan adrenalin dan noradrenalin untuk mempercepat detak jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, dan memicu keringat dingin. Ini kontras dengan sistem parasimpatis yang seharusnya mendominasi saat istirahat (rest and digest seperti rem yang longgar), tetapi terganggu oleh stres akhir pekan, menyebabkan pencernaan melambat dan ketegangan otot. Manifestasi fisik Sunday scaries—seperti jantung berdebar, mulut kering, atau perut mulas—adalah hasil dari ketidakseimbangan ini: tubuh seperti mobil yang terjebak di gigi tinggi meski jalan sudah lurus, siap melarikan diri dari rutinitas yang akan datang. B. Struktur Otak yang TerlibatAmygdala: Amygdala berfungsi sebagai alarm sistem otak, sebuah struktur almond-shaped di sistem limbik yang mendeteksi ancaman emosional dengan cepat, bahkan sebelum kesadaran sadar. Saat Sunday scaries muncul, amygdala bereaksi terhadap ancaman yang belum terjadi, seperti rapat besok, seolah-olah hal itu sedang berlangsung.Hal itu dikarenakan ia memproses sinyal emosi lebih cepat daripada logika. Fenomena amygdala hijacking—seperti alarm kebakaran yang terlalu sensitif dan berdering untuk asap rokok—terjadi ketika amygdala membajak respons rasional, memicu ledakan kecemasan instan yang membuat pikiran terfokus pada skenario terburuk.Prefrontal Cortex (PFC): Prefrontal Cortex (PFC), terletak di bagian depan otak, bertanggung jawab atas perencanaan, pengambilan keputusan, dan antisipasi masa depan, seperti manajer eksekutif yang merencanakan minggu depan. Namun, saat Sunday scaries, PFC terlibat dalam overthinking dan rumination, pikiran berputar-putar seperti roda hamster yang tak berhenti karena stres melemahkan koneksinya dengan amygdala.Ketika PFC gagal meregulasi bawahan emosionalnya, muncul fenomena executive dysfunction saat stres: kemampuan mengontrol impuls menurun, membuat seseorang terjebak dalam spiral negatif, seperti manajer yang overwhelmed dengan terlalu banyak tugas dan akhirnya kehilangan kendali atas timnya.Hippocampus: Hippocampus—seperti pustakawan di perpustakaan memori otak—berperan dalam membentuk dan mengingat konteks pengalaman, termasuk emosional. Saat cemas akhir pekan, hippocampus mengaktifkan ingatan pengalaman negatif Senin sebelumnya—seperti kegagalan presentasi—karena kortisol tinggi merusaknya secara sementara, memperkuat bias memori negatif. Ini seperti filter yang hanya menampilkan buku-buku buruk dari rak, membuat kita mengabaikan momen positif akhir pekan dan fokus pada "bencana" masa lalu, sehingga memperburuk siklus kecemasan.Sunday scaries—meskipun disertai dengan gejala kecemasan seperti gelisah dan pikiran negatif—pada dasarnya merupakan respons sementara yang normal terhadap pergantian dari akhir pekan ke minggu kerja. Kondisi ini tidak termasuk dalam kategori gangguan kecemasan klinis, seperti Generalized Anxiety Disorder (GAD) atau panic disorder, sebagaimana dijelaskan dalam pedoman DSM-5.Perbedaan utama terletak pada durasi gejala, tingkat keparahan, dan dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari. Sunday scaries umumnya hanya muncul pada Minggu malam, berlangsung dalam waktu singkat (beberapa jam hingga sehari), dan mereda begitu rutinitas kerja dimulai. Selama tidak mengganggu fungsi sehari-hari secara signifikan, kondisi ini masih dianggap normal.Gejala yang muncul biasanya ringan, seperti ketegangan otot atau pikiran yang mulai terfokus pada urusan pekerjaan, tanpa disertai keluhan fisik yang parah seperti serangan panik berulang atau emosi yang sangat intens, seperti rasa takut berlebihan yang menghalangi aktivitas.Namun, jika Sunday scaries berkembang menjadi kondisi yang lebih persisten, seperti berlangsung lebih dari seminggu, Sunday scaries terjadi tidak hanya pada Minggu malam, disertai gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, penarikan diri dari lingkungan sosial, atau bahkan pikiran untuk menyakiti diri sendiri; oleh sebab itu, penting untuk segera mencari bantuan profesional.Manusia Berlari Di Lapangan Pasir. foto: PexelsMemahami mekanisme neurobiologis di balik Sunday scaries memberikan kita gambaran kerja untuk mengembangkan strategi intervensi yang efektif. Pendekatan dalam mengatasi fenomena ini harus bersifat holistik, mengintegrasikan intervensi biologis yang menargetkan sistem-sistem spesifik di otak dan tubuh.Karena Sunday scaries melibatkan aktivasi berlebihan sistem HPA axis dan pelepasan kortisol, strategi untuk menurunkan kadar hormon stres ini menjadi krusial, seperti dengan melakukan olahraga ringan di Minggu sore selama 30—45 menit dan hal tersebut dapat menjadi pilihan paling tepat. Aktivitas fisik adalah salah satu cara paling efektif untuk meregulasi kortisol. Ketika kita berolahraga, tubuh awalnya melepaskan kortisol sebagai respons terhadap "stres" fisik, tetapi setelah selesai, kadar kortisol turun drastis dan digantikan oleh pelepasan endorfin. Selain itu, cara lain adalah menghabiskan waktu di alam dan pastikan tubuh kamu terpapar sinar matahari, seperti jalan-jalan di taman atau area hijau selama 20—30 menit. Hal tersebut juga terbukti mengurangi kortisol dan aktivitas amygdala. Selain itu, kita juga bisa melakukan yoga dan meditasi untuk meningkatkan kadar GABA di otak yang berfungsi untuk neurotransmitter inhibitori utama yang menenangkan otak.Siluet Manusia Di Siang Hari. foto: PexelsFenomena Sunday scaries merupakan bentuk kecemasan antisipatoris yang dipicu oleh interaksi kompleks antara faktor biologis, psikologis, dan sosial. Dari sudut pandang biopsikologi, respons ini melibatkan aktivasi sumbu HPA, ketidakseimbangan sistem saraf otonom, serta peran struktur otak seperti amygdala, prefrontal cortex, dan hippocampus dalam memproses stres dan memori emosional.Kecemasan ini diperburuk oleh tekanan lingkungan seperti beban kerja berlebih, lingkungan kerja atau akademik yang tidak suportif, hingga ketidakcocokan karier atau jurusan. Meskipun tidak tergolong gangguan klinis, Sunday scaries perlu dipahami sebagai respons adaptif tubuh yang valid terhadap stres modern.Memahami dasar neurosains dari fenomena ini penting untuk menormalkan pengalaman emosional yang sering dianggap remeh. Lebih jauh, pendekatan ini dapat mendorong strategi intervensi berbasis empati dan ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan self-compassion dalam menghadapi tekanan hidup sehari-hari.Dengan demikian, alih-alih melihat Minggu malam sebagai awal dari siklus kecemasan, kita dapat mengubahnya menjadi momen refleksi bahwa memahami tubuh dan pikiran adalah langkah awal untuk mengelola, bukan menghindari, realitas hidup yang tak terhindarkan.