Kewarasan Otak Mahasiswa Dipengaruhi oleh Circle Pertemanan

Wait 5 sec.

Ilustrasi pertemanan. Sumber: PixabayMasa berkuliah adalah masa periode signifikan seseorang menuju transisi dewasa di masa pada masa ini seseorang akan banyak diberi tanggung jawab akademik. Di dunia perkuliahan, mahasiswa sering kali mengalami burnout dan pressure dalam akademik, baik itu tugas yang menumpuk atau tuntutan akademik dari orang terdekat seperti orang tua, serta tekanan sosial lainnya. Maka dari itu, seorang mahasiswa cenderung memerlukan berbagai pelepasan stres, sehingga pikiran mereka dapat direlaksasi.Salah satu cara metode pelepasan stres yang dilakukan yaitu dengan berkumpul dan berinteraksi dengan teman. Lingkaran pertemanan tentu mempunyai andil yang sangat besar dalam mengatur suasana hati dan pikiran manusia (Anggraeni, A.D & Hidayati,2024).Dengan berkumpul dan berkomunikasi antarsesama, seorang mahasiswa cenderung bisa meredakan stres akibat tekanan yang terus menumpuk (Ryff & Keyes,1995). Korelasi ini dibuktikan dengan perspektif biopsikologi di mana lingkungan sekitar yang suportif dapat meningkatkan kesehatan mental dan emosional. Dalam hal ini, secara biologis dapat dikaitkan dengan produksi neurotransmiter seperti dopamin dan oksitosin yang dapat memengaruhi suasana hati dan perasaan terhubung.Ilustrasi saraf otak. Foto: Andrii Vodolazhskyi/ShutterstockNeurotransmiter adalah pembawa pesan kimiawi yang tidak terpisahkan dari dalam tubuh manusia. Tugasnya adalah membawa sinyal kimiawi dari satu neuron (sel saraf) ke sel target berikutnya. Beberapa fungsi tubuh manusia dikendalikan oleh saraf dan neurotransmiter, di antaranya adalah detak jantung, pernafasan, pikiran, respons penyembuhan, respons stres, dan pengaturan hormon (Alodokter, 2021), sehingga korelasi antara interaksi komunikasi dalam circle pertemanan dapat meredakan stres pada seseorang yang mengalami tekanan dan hal ini tentunya dapat dibuktikan secara ilmiah.Jika seorang mahasiswa mempunyai circle pertemanan yang suportif, rasa kepercayaan dirinya juga akan meningkat. Hal ini memicu meningkatnya hormon kebahagiaan karena perasaan terkait dengan adanya dukungan (Ardiyansah,2025). Circle pertemanan yang sehat dapat menciptakan rasa aman dan nyaman dan ini meningkatkan pelepasan hormon oksitosin yaitu hormon yang terkait dengan ikatan sosial dan kepercayaan.Selain itu, hormon dopamin—hormon neurotransmiter yang terkait dengan perasaan senang dan motivasi—juga terikat serta berkontribusi terhadap motivasi dan kepercayaan diri seseorang. Dopamin tidak hanya berkorelasi dengan pengalaman sadar subjektif akan persepsi, tetapi juga memainkan peran kausal yang nyata. Dopamin tidak hanya mengatur kinerja, tetapi juga kepercayaan diri seseorang.Ilustrasi pertemanan tidak sehat. Foto: Shutter StockNamun, jika circle pertemanan tak suportif atau fake, peningkatan hormon kortisol dapat terjadi di mana hormon ini merupakan indikator stres kronis yang bisa mengganggu fungsi kognitif dan memperburuk kesehatan mental (Suryani, P.R, 2016).Selain itu, circle pertemanan yang suportif juga bisa mengaktifkan jaringan neural yang berhubungan dengan sistem reward di otak, meningkatkan rasa kepercayaan diri, dan memperkuat kemampuan kognitif mahasiswa dalam menjalankan tugas akademik (Yuniardi, M.S, 2024). Keterlibatan dalam circle pertemanan dapat memodulasi aktivitas korteks prefrontal, sebuah area otak yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dan kontrol emosi manusia.Selain memberi efek pada kesehatan mental, circle pertemanan dapat berpengaruh pada prestasi kuliah. Pertemanan yang positif ditandai dengan adanya dukungan satu sama lain, seperti saling mengingatkan tugas dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan dukungan akademik. Aspek pertemanan juga dapat diuraikan, di antaranya adalah karakteristik pada individu, kompetensi, kebersamaan, kenyamanan, keintiman, dan kedekatan (Andayani,2015). Ilustrasi pertemanan baik. Foto: ThinkstockSeorang manusia dapat dikatakan sehat secara mental dan jiwa apabila dapat berkontribusi secara utuh pada lingkungan sekitarnya. Hubungan serta ikatan sosial yang positif dan baik adalah hasil dari hubungan pertemanan yang juga baik. Tentunya, hal ini berpengaruh terhadap kewarasan pikiran dan mental individu. Jika seorang individu mempunyai kemampuan untuk mengatur konflik, menjalin ikatan sosial, dan memiliki sikap yang baik, individu tersebut dapat mengontrol tindakan dan juga emosi yang ada dalam diri nya sendiri (Sarmadi, 2018).Mahasiswa—khususnya mahasiswa tahun pertama—akan mengalami fase emerging adulthood di mana otak masih merestrukturisasi berbagai fungsi, seperti fungsi eksekutif, kontrol impuls, identitas, dan hubungan sosial. Pada periode ini, tentunya lingkungan pertemanan mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan psikologis dan juga saraf. Dukungan atau hubungan yang baik ini dapat mengoptimalkan penyusunan neural circuits untuk coping dan regulasi emosional (Anggraeni & Hidayati,2022).Maka dari itu, para mahasiswa perlu lebih selektif dalam memilih circle pertemanan. Jika antarindividu mampu memberi dukungan yang baik, sehat, dan memotivasi, lingkungan pertemanan yang baik juga akan timbul. Setiap individu (khususnya mahasiswa) perlu menjaga hubungan komunikasi dengan teman sebaya, seperti berbagi cerita sehari-hari, sehingga kadar stres dalam bidang akademik dapat berkurang.