Pesawat tempur F-16 TNI AU mellintas di atas Tugu Monas dalam perayaan HUT ke-80 TNI AU di Monas pada 5 Oktober 2025. (VOI/Karisa Aurelia Tukan)JAKARTA – Sejarah hari ini, tujuh tahun yang lalu, 5 Oktober 2018, tokoh nasional, Mahfud MD menceritakan kembali gambaran TNI di era Orde Baru. Ia menganggap TNI sering kali jadi alat penguasa. Alhasil, TNI banyak gunakan otot ketimbang otak ketika berhadapan dengan rakyat.Sebelumnya, rezim Soeharto dan Orde Baru terkenal represif. Kuasa itu membuat elite politik berpesta. Mereka dengan ciamik mengatur rangkaian korupsi. Rakyat pun dikorbankan. Mereka yang melawan kemudian harus berhadapan dengan TNI.Kemunculan Soeharto dalam peta politik nasional sempat disambut meriah. Ia dianggap sebagai pemimpin yang mampu membawa perubahan. Ia dekat dengan mahasiswa. Dekat juga dengan rakyat Indonesia.Belakangan kala ia mulai berkuasa, Soeharto bak jadi sosok lain. Presiden Indonesia itu seakan memberi jarak antara ia dan rakyat. Ia tak mau dikritik. Ia tak sudi pula diatur-atur. Kondisi itu membuat Soeharto mulai menempatkan TNI sebagai kaki tangan yang memuluskan keinginan penguasa.Mereka jadi kaki tangan pemerintahan untuk menjaga stabilitas dan pembangunan nasional. Kondisi itu kerap membawa masalah besar. Barang siapa yang tak setuju kebijakan Orba akan disikat. Mereka yang mengkritik Orba juga tak selamat.Kaum mahasiswa yang mengkritik segera dicari. Ruang berekspresi kian dipersempit. Kondisi itu membawa trauma bagi mereka yang berseberangan dengan pemerintah. Belum lagi peran TNI dalam memuluskan pembangunan nasional.Banyak wilayah warga dicaplok. Ambil contoh dalam pembangunan Waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah. Warga setempat diminta pindah. Mereka dipaksa mendapatkan ganti rugi yang kecil. Mereka yang tak mau pindah diteror.Kadang kala empunya kuasa tak segan-segan melabeli mereka sebagai simpatisan PKI. Suatu aib yang dianggap besar pada masanya. Kondisi yang sama juga hadir dalam konflik-konflik lainnya. TNI bak setia jadi kaki tangan penguasa. Padahal, yang mereka lawan adalah rakyat sendiri.“Pembangunan Waduk Kedung Ombo (1985-1991) menenggelamkan 37 desa di 7 kecamatan wilayah Kabupaten Sragen, Boyolali, Grobogan. Sebanyak 5.268 keluarga kehilangan tanahnya akibat pembangunan waduk. Warga dipaksa menerima ganti rugi Rp250 per meter2. Lebih dari 40-an warga mati tenggelam,” beber Rusna Nondi dalam buku Setitik Cahaya di Kegelapan (2014).Mahfud MD pun mengakui posisi TNI AD sebagai kaki tangan penguasa di era Orba. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) era 2008-2013 itu kritik TNI era Orba sebagai orang yang banyak menggunakan otot ketimbang otak pada 5 Oktober 2018.Mahfud MD yang pernah menjabat sebagai Ketua MK era 2008-2013. (ANTARA)Mahfud MD pun menganggap TNI sekarang sudah jauh berubah. TNI tak lagi terkesan pakai banyak otot ketimbang otak. Kondisi itu karena Mahfud telah melihat sudah banyak intelektual yang berada di TNI. Kondisi itu membuat Mahfud mengucapkan selamat kepada TNI dalam ulang tahun TNI ke-73."Tapi pernah dalam kilatan sejarahnya, TNI (ketika disebut ABRI) menjadi institusi yg menakutkan karena oknum-oknumnya terlibat politik dan repressif sehingga, meminjam penggalan lagu Iwan Fals, seperti: pakai belati. Sekarang TNI sudah ada di khitthahnya. Bravo.”“Pada zaman Orde Baru terkesan TNI itu hanya main otot, bukan main otak. Tapi ketika saya menjadi Menhan pada tahun 2000 saya menjadi tahu bahwa di TNI banyak intelektualnya yang hebat-hebat. Banyak nasionalis yang sangat intelek di tubuh TNI. Saya bangga kepada TNI. Dirgahayulah TNI,” ungkap Mahfud lewat akun Twitter/X @mohmahfudmd, 5 Oktober 2018.