Prayudi Adi Wibowo pemilik diler mobil bekas hobi di Blok M. Foto: Fitra Andrianto/kumparanPasar mobil hobi di Indonesia tengah mengalami perlambatan yang cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini dirasakan langsung oleh pemilik IEV Auto Sales di Blok M, Prayudi Adi Wibowo, yang menyebut penjualan mobil hobi premium lawas dan langka kini menurun hingga separuh dibanding masa pandemi.Menurut Adi, situasi tersebut berbanding terbalik dengan era pandemi COVID-19. Di saat pedagang mobil bekas dan mobil baru gigit jari, showroom-nya justru meraup untung.“Kalau kita bisa bandingkan dengan era pandemi COVID-19, untuk mobil hobi sekarang cukup menurun. Bisa dibilang menurun sampai dengan 50 persen dibanding saat COVID,” buka Adi saat ditemui kumparan baru-baru ini.Honda Civic Estilo di bursa mobil bekas Blok M. Foto: Fitra Andrianto/kumparanMenariknya, saat pandemi justru menjadi masa keemasan bagi bisnis mobil hobi. Adi mengungkapkan banyak konsumen yang mencari model mobil yang tak biasa.“Di segmen mobil hobi kayak showroom saya di Blok M bisa dibilang 100 persen mobil hobi yang jalan saat itu. Sedangkan showroom lain yang jual mobil penumpang biasa justru tidak jalan,” jelas Adi.Mercedes-Benz C 240 Elegance di bursa mobil bekas Blok M. Foto: Fitra Andrianto/kumparanAda beberapa hal yang mendorong mengapa penjualan mobil segmen ini meningkat katanya. Masyarakat yang masih memiliki pendapatan stabil, budget travelling, hiburan, atau makan di luar tertahan, kemudian mengalihkannya untuk memberikan kepuasan pribadi. “Pembeli-pembeli saya saat itu banyak waktu kosong di rumah. Mereka tidak bisa kerja, keluar kota pun tidak bisa, jadi mereka butuh mainan, butuh mobil hobi,” tambahnya.Prayudi Adi Wibowo pemilik diler mobil bekas hobi di Blok M. Foto: Fitra Andrianto/kumparanNamun, situasi berbalik setelah pandemi berakhir. Permintaan akan model ini lambat laun mengalami penurunan. Terlebih selama beberapa tahun terakhir dilanda penurunan daya beli karena banyak faktor. Mulai dari depresiasi rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga pangan dan biaya logistik global, hingga pemulihan ekonomi tidak merata, akibatnya pendapatan riil masyarakat utamanya kelas memengah tidak tumbuh secepat kenaikan biaya hidup, sehingga pendapatan difokuskan pada konsumsi esensial.“Kalau sekarang mungkin terpengaruh dari daya beli. Karena tidak dipungkiri selain ekonomi global, efeknya ke ekonomi Indonesia pun juga kena. Jadi menurut saya ini efek dari pasca pandemi. Mungkin banyak bisnis yang tiarap saat itu, tapi efeknya baru berasa setelah pandemi,” tuntasnya.