Supermodel Gisele Bündchen (foto: x @virgoessence)JAKARTA - Kepolisian Brasil berhasil membongkar jaringan penipu daring yang menggunakan video dan gambar deepfake supermodel Gisele Bündchen untuk menipu masyarakat melalui iklan di Instagram. Menurut laporan Reuters pada Jumat 3 Oktober, para pelaku diduga telah mengumpulkan lebih dari 20 juta real Brasil (sekitar 3,9 juta dolar AS) dari hasil kejahatan ini.Empat tersangka ditangkap pekan ini, dan pihak berwenang menyita aset mereka di lima negara bagian. Penyelidikan oleh unit kejahatan siber Rio Grande do Sul menemukan ribuan transaksi mencurigakan yang diidentifikasi oleh lembaga anti-pencucian uang federal COAF.Kepolisian menyebut kasus ini sebagai salah satu upaya pertama di Brasil untuk menindak penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam penipuan berbasis manipulasi citra selebritas.Meta, perusahaan induk Instagram, menyatakan kebijakannya melarang iklan yang menyesatkan dengan menggunakan figur publik secara palsu untuk menipu pengguna. Meta mengklaim telah memiliki sistem pendeteksi khusus untuk celeb-bait (umpan selebritas), serta tim peninjau terlatih untuk memeriksa pelanggaran semacam ini.Pihak manajemen Gisele Bündchen mengimbau masyarakat agar berhati-hati terhadap iklan yang menawarkan diskon tidak wajar dengan menampilkan wajah selebritas. Mereka menyarankan konsumen untuk selalu memverifikasi keaslian iklan melalui kanal resmi brand atau akun publik figur yang bersangkutan, serta melaporkan dugaan penipuan ke pihak berwenang.Menurut Kepala Unit Kejahatan Siber Rio Grande do Sul, Eibert Moreira Neto, penyelidikan dimulai pada Agustus 2024 setelah seorang korban melapor telah tertipu oleh video palsu yang menampilkan Bündchen mempromosikan produk kecantikan.“Iklan lain menggunakan wajah supermodel tersebut untuk menjanjikan hadiah koper, dengan syarat pembeli membayar ongkos kirim. Namun barang itu tidak pernah dikirim,” ungkap Neto.Isadora Galian, anggota tim penyelidik, menambahkan bahwa sebagian besar korban kehilangan uang dalam jumlah kecil, rata-rata di bawah 100 real (sekitar Rp300 ribu), sehingga banyak dari mereka enggan melapor.“Situasi ini menciptakan semacam ‘kekebalan statistik’ bagi para pelaku. Mereka tahu korban jarang melapor, jadi mereka beroperasi secara masif tanpa takut tertangkap,” kata Galian.Para tersangka kini dijerat dengan pasal pencucian uang dan penipuan daring, sementara penyelidikan lanjutan terus dilakukan untuk menelusuri aliran dana hasil kejahatan dan jaringan deepfake internasional yang terlibat.