Wakil Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan akademisi hukum dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung, dan Universitas Jember di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTOKomisi VI DPR memastikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal bertransformasi menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN. Lembaga baru ini nantinya juga melarang menteri maupun wakil menteri merangkap jabatan sebagai direksi maupun komisaris di perusahaan pelat merah.Ini termaktub dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara alias RUU BUMN.Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN, Andre Rosiade, menjelaskan pembahasan RUU BUMN telah berlangsung sejak 23 hingga 26 September 2025. Prosesnya meliputi Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar dan akademisi, pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), hingga tahap sinkronisasi bersama tim perumusan dan sinkronisasi."Pada kesempatan ini dapat kami sampaikan bahwa secara substansi telah dilakukan perubahan terhadap 84 pasal dalam Rancangan Undang-undang ini," ungkap Andre saat Rapat Kerja Komisi VI DPR, Jumat (26/9).Andre menyebut setidaknya ada 11 pokok utama yang tertuang dalam RUU BUMN. Pertama, pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN."Yang kedua, menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN," jelasnya.Menteri-Wamen Dilarang Rangkap Jabatan Jadi Komisaris dan Dewan PengawasIlustrasi gedung Kementerian BUMN. Foto: habibzain/ShutterstockPokok ketiga yakni pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna BUMN dikelola langsung BP BUMN atas persetujuan Presiden. Lalu, larangan rangkap jabatan untuk Menteri dan Wakil Menteri pada Direksi Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi nomor 128/PUU-XXIII-2025."Lima, menghapus ketentuan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara," lanjut Andre.Pokok keenam, kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan Direksi, Komisaris, dan jabatan Manajerial di BUMN.Ketujuh, perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.Pokok kedelapan ialah mengatur pengecualian pengusahaan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN. Yang kesembilan pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh badan pemeriksa keuangan."Sepuluh, pengaturan mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN. Sebelas, pengaturan jangka waktu rangkap jabatan Menteri atau Wakil Menteri sebagai organ BUMN sejak putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan serta pengaturan substansial lainnya," tutur Andre.Dia berharap pembahasan RUU BUMN dapat disetujui dalam forum pembicaraan tingkat 1 pada Raker hari ini agar dapat dilanjutkan ke pembicaraan tingkat 2 atau pengambilan keputusan pada forum Sidang Paripurna yang akan datang.Eselon I Tetap Bisa Rangkap JabatanMenteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, usai Raker Komisi VI DPR, Jumat (26/9/2025). Foto: Fariza/kumparanLebih lanjut, Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, mengatakan larangan rangkap jabatan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN hanya berlaku untuk Menteri dan Wakil Menteri.Dalam RUU BUMN, Eselon I Kementerian/Lembaga tak termasuk sebab belum tercantum dalam Putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII-2025."Sampai hari ini belum ada (larangan untuk eselon I). Ya karena memang wakil pemerintah kan harus ada di sana," ungkap Supratman di kompleks parlemen, Jumat (26/9).Untuk rencana ke depannya, Supratman menyebut bakal ada peraturan turunan dari Revisi UU BUMN itu, meskipun belum bisa dipastikan apakah akan ada larangan untuk eselon I rangkap jabatan di BUMN.Dia menegaskan, berdasarkan Putusan MK tersebut, larangan rangkap jabatan Menteri dan Wakil Menteri di BUMN baru akan berlaku 2 tahun mendatang.